Rabu, 27 Juli 2016

A HARD CHOICE - PART 8



PART 8

"Ingat pesanku, OK.", pesan wanita di balik telepon itu.
"Iya. Aku akan melakukan apa yang kamu katakan. ", jawab Mike
"Kamu harus menjaga perasaanmu, ya. Jangan sampai semuanya berantakan. ", kata wanita itu lagi mengingatkan.
"Baiklah. Aku akan berikan yang terbaik. Aku tidak akan mengecewakanmu.", janji Mike pada wanita itu.
"Love you so much, Mike", ucap wanita itu
"Love you too, bubble.", balas Mike.
Ia pun mengakhiri pembicaraan dan meletakkan ponselnya. Mike kembali berkutat dengan laptopnya. Namun pikirannya melayang entah kemana. Ia tak berhenti membayangkan reaksi Desi jika wanita itu melihat apa yang sudah dia kerjakan.
Kaget? Mungkin. Marah? Sudah pasti. Tapi semua ini dia lakukan untuk Desi. Mike pun tersenyum saat membayangkan wajah kesal Desi yang menggemaskan. Entah apa yang ada dipikirannya, tapi ada yang berbeda dengan wanita yang satu ini. Dia begitu menyenangkan. Begitu rapuh dan lembut.
Terbersit kenangannya saat ia mencium Desi di restoran. Semuanya terasa berbeda. Desi terasa begitu manis dan memabukkan. Membuatnya ingin terus mencium dan merengkuhnya ke dalam pelukannya. Bibirnya yang lembut, membuat Mike tergila-gila.
Tatapan matanya ketika ia marah atau ketakutan, terpancar begitu jelas di matanya. Sikapnya yang cuek membuatnya gemas. Mike sangat menyukai tingkah Desi yang tiba-tiba kaku saat ia mencoba mendekatkan dirinya dengan wanita itu. Ekspresinya membuat Mike tidak bisa lupa. Desi berbeda dari wanita lain yang pernah hadir dalam hidupnya.
Wanita yang satu ini tidak pernah menutupi apa yang dia rasakan. Selalu mengutarakan apa yang ia pikirkan. Dan walaupun ia mempunyai ketakutan, wanita itu selalu berusaha untuk menutupinya. Membuat Mike semakin gemas dan membangkitkan sisi protektif Mike.
Mike ingin terus berada di sampingnya. Melindunginya. Semua ini jauh dari prediksinya. Awalnya ia hanya ingin bersenang-senang dengan wanita ini. Tapi entah mengapa dia selalu memikirkan Desi. Selalu mencoba untuk berada dekat dengan wanita itu.
Namun hari ini dia harus menahan itu semua. Dia harus menjaga jarak dengan Desi. Jika tidak, dia tidak tahu apakah ia bisa menahan dirinya untuk tidak menarik wanita itu ke dalam pelukannya lalu menciumnya dengan penuh gairah.
Saat di perjalanan, ingin rasanya ia memeluk wanita itu. Mendekapnya erat. Tapi Mike mencoba menahan gairahnya. Ingin sekali ia melepaskan gairahnya ke wanita itu, namun ia tidak ingin semuanya berantakan. Ia ingin menikmati semua ini dengan perlahan. Membuat wanita itu jatuh ke pelukannya dengan sendirinya.
Gairah dalam diri Mike rasanya ingin meledak. Sudah beberapa hari ini dia tidak bercinta dengan wanita. Semua karena Desi. Entah kenapa dia tidak bergairah melihat wanita lain. Biasanya dia akan selalu memiliki seorang wanita untuk memuaskan gairahnya.
Namun setelah ia bertemu dengan Desi, gairahnya akan wanita lain menghilang begitu saja. Mike bingung dengan perasaan yang dia alami sekarang. Seperti sesuatu dalam dirinya keluar dengan sendirinya. Sesuatu yang lain dari dirinya.
"Siang Pak Larosky, ada Pak Alex ingin bertemu dengan Bapak.", ucap sekretarisnya melalui intercom.
Ada apa? Kenapa Alex meninggalkan Desi sendirian? Pikir Mike.
"Suruh dia masuk.", jawab Mike.
Pintu ruangan itu terbuka. Mike melihat wajah tenang Alex yang begitu datar. "Ada apa?", tanya Mike langsung saat melihat Alex masuk ke ruangan. "Mana Desi?", tanya Mike langsung saat ia memperhatikan bahwa Alex datang seorang diri.
"Nona Desi ada di suite room lantai sepuluh, Tuan.", jawab Alex sopan
"Sedang apa dia di sana?", tanya Mike kebingungan
"Nona Desi sedang berbaring di ruangan, Tuan. Tadi Nona Desi sempat pingsan dan tak sadarkan diri. ", jelas Alex padanya
"Ada apa? Kenapa?", tanya Mike seraya beranjak dari kursinya dan melangkah menuju ke arah Alex
"Dokter jaga di hotel ini sudah memeriksa kondisi Nona Desi. Beliau kurang istirahat dan kondisi perutnya kosong. Tapi dokter sudah memberikan obat dan infus untuk mengembalikan kondisi Nona Desi.", jelas Alex sambil berjalan mengiringi Mike keluar dari ruangan itu dengan tergesa-gesa.
Ia menekan tombol lift pribadinya dan dengan segera pintu itu terbuka. Mereka masuk ke dalam lift dan bergerak langsung menuju lantai sepuluh. Sesampainya di lantai sepuluh, ia langsung berjalan di lorong yang panjang dan membuka pintu yang berada di ujung lorong itu.
Dia melihat Desi yang terkulai lemah di atas tempat tidur. Tangannya tertusuk jarum infus. Hatinya terasa sakit dan terluka melihat Desi yang tak berdaya seperti ini. Ia langsung melangkah mendekat dan duduk di atas tempat tidur sambil menatap wajah cantik wanita itu.
"Apakah ada yang perlu saya siapkan, Tuan Larosky? ", tanya Alex
"Siapkan makanan untuknya dan tinggalkan kami berdua.", perintah Mike.
Alex pun dengan segera melakukan perintah Mike dan keluar dari ruangan itu. Mike mengamati tiap jengkal wajah Desi. Matanya yang tertutup rapat, bibirnya yang terbuka kecil, pipinya yang pucat. Membuat hati Mike sakit.
Wanita itu terbaring lemah dan dia hanya bisa memandanginya. Apa yang harus dia lakukan? Pikir Mike. Dia mengelus tangan Desi yang halus. Matanya mengarah ke tubuh indah Desi yang masih terbalut pakaiannya.
Ah...andaikan aku bisa memberikan kenikmatan padanya saat ini. Pikir Mike. Nafas Desi terdengar sangat lembut, membuat payudaranya naik turun dengan teratur. Gairah dalam dirinya tiba-tiba menggelanyar dan merasuk ke setiap jengkal tubuhnya.
Ini harus dihentikan saat ini juga. Jika tidak, ia tahu apa yang akan terjadi pada wanita ini. Mike menatap bibir Desi yang sedikit terbuka. Ada dorongan dalam dirinya yang ingin mencium bibir indah itu. Mike mencoba melawan hasratnya. Namun ia tidak bisa.
Ia mengelus wajah Desi dengan lembut dan tanpa ragu ia mencium bibir indah itu. Dikecupnya perlahan. Sekali. Dua kali. Lalu ia mencoba melihat ke arah mata Desi yang masih tertutup. Menimbang apakah dia akan membangunkan wanita itu. Lalu ia melancarkan aksinya lagi, kali ini dengan sedikit gairah.
Mike menjilat bibir itu dengan lembut, membuat bibir itu basah dan menggairahkan. Dikecupnya lagi bibir itu dan menekannya dengan lembut. Semakin lama jantung Mike berdegup dengan kencang, membuat dirinya semakin bergairah. Ia pun menghirup aroma tubuh Desi yang begitu memabukkan. Membuatnya hilang akal.
Lidahnya mencoba untuk membuka mulut Desi lebih lebar sehingga lidahnya bisa menyentuh lidah wanita itu. Rasanya begitu nikmat. Ia pun bermain dengan lidah dan bibirnya, sedangkan tangannya semakin mendekap tubuh lemah Desi dengan erat.
Tiba-tiba lidah Desi menyambut ciumannya dengan lembut, membuat Mike semakin bergairah. Entah wanita ini sudah mulai sadar atau tidak, Mike tidak perduli. Yang ia inginkan saat ini adalah berada di dalam tubuh wanita itu dan memuaskannya.
Mata Desi perlahan mulai terbuka, namun bibir mereka masing saling bersatu. Desi membalas ciumannya dengan penuh gairah. Mike melepaskan bibirnya dari bibir Desi, menatap matanya dan memastikan apa yang dirasakan oleh wanita itu. Tidak ada rasa kesal ataupun kebencian yang terpancar di matanya.
Hanya mata sayu penuh gairah yang terpancar di depannya. Wanita ini menginginkannya. Kemudian Mike mencium Desi dengan lembut. Tangan Desi membelai lembut tubuh Mike, membuat gairahnya semakin bergelora.
Ciuman wanita itu pun semakin dalam dan bergairah. Desahan kecil yang keluar dari bibir wanita itu membuat Mike kehilangan akal. Jantungnya terus berdetak kencang dan semakin kencang. Gairahnya semakin menggebu. Kejantanannya pun merespon dengan cepat dan seakan ingin meledak.
Namun, Mike tidak ingin memaksa Desi untuk bercinta dengannya saat ini. Dia tidak ingin memperdaya Desi yang dalam kondisi lemah seperti ini. Ia harus menahan dirinya. Harus. Jika ia ingin membawa hal ini ke arah yang benar.
Mike menjilat bibir Desi dengan lembut, membuat wanita itu mengerang. Mike menatap mata Desi dan wanita itu pun membalas tatapannya. Nafas mereka berdua saling berlomba. Mereka berdua mencoba menahan gairahnya.
"Maafkan aku.", ucap Mike dengan suaranya yang agak serak karena menahan gairahnya. Ia melepaskan ciumannya dan menjauh dari tubuh wanita itu.
"Kau mempermainkanku?", tanya Desi dengan nada lemah
"Aku...", ucap Mike. Matanya menatap mata Desi dengan lembut.
"Seharusnya kau tidak boleh.... kita tidak boleh melakukan ini ", kata Desi.
"Kenapa?", tanya Mike balik
"Ini salah Mike. Lagi pula kau tahu kenapa dan apa posisiku di sini."
"Tidak ada yang salah di sini."
"Aku di sini untuk bekerja, Mike."
"Ya, aku tahu. Lalu kenapa?"
"Ini sama sekali tidak profesional, Mike. Aku tidak akan bisa melakukan semuanya dengan baik kalau kau terus memperlakukan aku seperti ini", keluh Desi sambil memalingkan wajahnya.
"Kau tidak perlu melakukan apapun. Aku sudah mempersiapkan semuanya.", jelas Mike.
"Lalu untuk apa kau memintaku untuk mempersiapkan acara gathering ini kalau kau sendiri bisa menyuruh bawahanmu sendiri untuk melakukan semuanya??", tanya Desi menuntut penjelasan.
"Itu... Aku... Aku tidak bisa mengatakannya sekarang.", jawab Mike. Mencoba sedikit menjauh dari Desi.
"Katakan apa? Ada apa? Jelaskan padaku, Mike", tuntut Desi.
"Belum saatnya, Des."
"Ada apa, Mike? Mike!", tanya Desi. Suaranya semakin meninggi.
"HENTIKAN!", teriak Mike. Desi pun terdiam dan terkejut melihat sikap Mike. Wanita itu takut dan bingung dengan semua ini. Desi butuh penjelasan. Tapi belum saatnya. Bukan sekarang. Tidak saat ini. Tidak di saat dia mulai merasakan sesuatu terhadap wanita itu. Tidak.
"Maafkan aku.", ucap Mike dan ia pun beranjak dari tempat tidur itu.
"Semua yang aku lakukan ini untuk kebaikanmu. Hanya itu saja yang bisa kukatakan untuk saat ini.", jelas Mike pada Desi. Wanita itu memalingkan wajahnya saat Mike menatapnya dengan rasa bersalah. Dia ingin memeluk wanita itu sekarang. Ingin menenangkannya. Tapi yang ia lakukan sekarang malah menyakiti perasaan wanita itu.
Mereka tak mengeluarkan sepatah katapun, sampai akhirnya Alex datang dan membawakan makanan untuk Desi. Mike berjalan ke arah pintu kaca besar dan menggeser pintu itu ke samping. Angin dan udara sejuk memasuki ruangan itu.
Ia memandang keluar. Angin dingin menerpa wajahnya, meredam gairah dan emosinya. Mike melangkah menuju balkon dan berdiri tepat di pinggir balkon. Pikirannya melayang jauh. Entah apa yang barusan ia lakukan. Dia mencium wanita itu dan dalam sekejap ia membuat wanita itu marah kepadanya.
Mike merasakan hal yang benar-benar berbeda. Semuanya terasa begitu nyaman saat merengkuh wanita itu dalam dekapannya. Belum pernah sekalipun ia merasakan hal seperti ini. Saat ia melihat wanita itu terbaring lemah, hatinya terasa sakit. Saat ia membentak wanita itu, perasaannya tersayat-sayat. Apa yang terjadi dengan dirinya? Pikir Mike.
Di dalam ruangan, Alex sedang melayani Desi yang masih terlihat lemah. Mike memperhatikan tiap gerakan wanita itu. Dalam keadaan begitu lemahnya, Desi masih terlihat begitu mempesona. Apa yang membuat dirinya seperti ini? Dia menjadi kesal dengan dirinya sendiri.
Mike merasa sepertinya dia tidak bisa mengontrol emosi dan perasaannya ketika berada di dekat Desi. Ia meremas gagang pinggiran balkon dengan kencang. Melampiaskan perasaannya pada gagang itu.
Mike melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruang kamar itu. Desi menatapnya dengan perasaan kesal. Mike mencoba untuk tidak menghiraukannya. Dia duduk di salah satu kursi yang berada di seberang tempat tidur.
"Apakah ada yang bisa saya lakukan lagi, Tuan Larosky?", tanya Alex sambil membereskan peralatan makanan Desi. Mike hanya menggelengkan kepalanya.
"Kalau begitu saya permisi dulu, Tuan Larosky, Nona Desi.", pamit Alex. Dan pria paruh baya itu pun menghilang di balik pintu, meninggalkan mereka berdua sendirian.
"Kau masih tidak mau mengatakan ada apa ini sebenarnya?", tanya Desi. Wanita itu mencoba untuk meredam emosinya. Desi menunggu jawaban dari Mike, tapi pria itu tidak menjawab pertanyaannya. Desi beranjak dari tempat tidur dan mencoba untuk pergi dari ruangan itu sambil menyeret tiang infusnya.
"Mau kemana?"
"Pergi dari sini. Aku sudah tidak diperlukan lagi di sini."
"Duduk."
"Nggak mau!"
"Duduk!"
"Nggak mau!"
"DUDUK !!!", perintah Mike dengan tegas. Desi pun duduk kembali di atas tempat tidurnya, wajahnya kesal. Ia hanya bisa menggerutu dalam hatinya. Mike beranjak dari kursinya, melangkah ke tempat tidur dan duduk tepat di samping Desi.
Wanita itu spontan menggeser posisi duduknya saat Mike duduk di sampingnya. Wajah kesalnya dan tingkah laku wanita itu, membuat Mike bingung. Entah bagaimana ia harus menghadapi wanita ini. Dia tidak bisa mengatakan apa yang sedang terjadi. Apa yang dia rencanakan.
Semua ini sudah dia persiapkan matang-matang. Semua untuk kebaikan wanita ini. Tapi entah bagaimana caranya untuk membuat Desi mengerti. Mike terus berpikir bagaimana dan bagaimana.
"Aku tidak ingin membuat semua ini berantakan. Sekarang yang perlu kita lakukan saat ini adalah bekerja sama dengan baik agar semua ini berjalan dengan lancar. Aku tidak ingin acara kali ini gagal dan berantakan hanya karena keegoisan kita masing-masing.
Aku tahu aku sudah melakukan beberapa hal di luar batas. Bahkan melakukan hal-hal di luar konteks kerja. Mulai saat ini aku akan menjaga jarak darimu dan membiarkanmu bekerja sesuai dengan kapasitasmu. Semua yang sudah aku persiapkan, anggap saja itu sebagai bonus untukmu.", kata Mike dengan lembut.
Mike berdoa dalam hatinya, berharap Desi mau mendengarkannya. Ia memperhatikan wajah Desi yang lambat laun mulai tenang.
"OK. Aku pegang kata-katamu.", kata Desi
"Jadi, kau akan tetap menghandel acara ini dari awal sampai selesai?", tanya Mike memastikan
"Iya. Tapi dengan satu syarat.", jawab Desi
"Apa?"
"Aku akan melakukan ini dengan caraku. Tidak ada yang perlu ikut campur tangan dari pihakmu. Siapa pun itu. OK?", jawab Desi.
Mike terdiam sejenak. Berpikir apakah mungkin ia membiarkan Desi mengerjakan semua ini sendirian? Apakah ia sanggup melihat wanita itu lelah mengurus semuanya? Jika Mike menolaknya, ia yakin wanita itu akan pergi jauh darinya. Tidak ada pilihan lain. Ini satu-satunya cara agar rencananya bisa berjalan dengan baik.
"Baiklah. Aku setuju.", jawab Mike.
Ia melihat senyum kecil di wajah wanita itu. Mudah sekali membuat wanita ini senang. Mike membayangkan bagaimana wajah Desi ketika senang dan puas saat ia memberikan kenikmatan yang tak terhingga. Tiba-tiba kejantanannya merespon dengan cepat menuntut untuk dipuaskan. Tapi Mike mencoba untuk menahan dan meredamnya sebisa mungkin.
Saat ini dia harus memulainya dengan benar dan perlahan. Semua harus sesuai rencana. Tidak boleh berantakan lagi. Wanita ini harus menjadi miliknya. Harus.

∞∞∞∞∞∞∞∞∞∞

Tidak ada komentar: