Minggu, 14 Januari 2018

BEAUTIFUL MADNESS (21+) - BAB 2


BAB 2
            Jack Zaferino Golden. Semua karyawan memanggilnya dengan sebutan Mr. Golden dan mereka semua tahu betapa kejam serta arogannya ia kepada para karyawannya. Hal itu bisa dilihat dari beberapa mantan sekretarisnya yang selalu kabur begitu saja tanpa kabar dan paling lama hanya mampu bertahan selama satu bulan.
            Ia memang terkenal sebagai pria bertangan besi. Ia juga sangat tekun dan menumpahkan semua pikiran serta keahliannya untuk menjaga agar perusahaan yang diberikan orangtuanya bisa semakin kuat. Jack juga ingin membuktikan bahwa ia memang pantas untuk menjadi pemilik dari salah satu perusahaan pertambangan terbesar dan terkuat.
            Di usianya yang ke tiga puluh lima tahun dengan status lajang terkaya, membuatnya menjadi salah satu pria idaman para wanita. Jack memiliki postur tubuh dan penampilan yang begitu diidam-idamkan para wanita bahkan mungkin para pria juga. Tubuhnya yang menjulang tinggi dan terpahat sempurna bagaikan patung yunani, membuat sifat mendominasinya jadi lebih kuat.
            Bola mata berwarna cokelat terangnya pun seakan mampu mengintimidasi setiap orang yang tidak mengikuti perintahnya. Ketampanan yang diwarisi dari ayahnya yang berdarah Australia dan ibu yang asli orang Indonesia, merupakan sebuah perpaduan sempurna yang menghasilkan  seorang pria tampan dengan aura pemikat yang begitu kuat. Rambut berwarna cokelat gelap dengam kumis dan janggut halus yang menghiasi wajah maskulinnya membuat penampilannya benar-benar sempurna. Bahkan kesempurnaan penampilannya itu menutupi sifat arogan yang selalu ditakuti oleh karyawannya.
            Ia menyadari bahwa kehadirannya mampu menarik perhatian serta gairah setiap wanita yang ada di dekatnya. Ia pun tidak memungkiri bahwa para wanita itu menggunakannya sebagai pelampiasan nafsu dalam mimpi liar mereka. Bahkan ia pernah mendengar – tanpa sengaja saat ia sedang berjalan menuju pantry – beberapa karyawan wanita sedang membicarakan dirinya. Mereka tanpa rasa malu bercerita tentang  bagaimana mereka memuaskan diri hanya dengan membawa bayangannya ke dalam mimpi erotis mereka.
            Kejadian itu terjadi tepat enam bulan yang lalu, saat ia baru saja tiba dan menetap di Jakarta selama satu bulan. Jack benar-benar terkejut dan tidak menyangka bahwa kehadirannya memberikan dampak yang cukup besar bagi mereka. Bukan dampak positif bagi kinerja mereka, tapi dampak bagi gairah dan kegilaan para wanita itu. Jack berusaha untuk melupakan dan menganggap bahwa pembicaraan itu hanyalah sekedar lelucon nakal antar sesama karyawan.
            Hingga sampai suatu hari – saat di mana semua kegilaan ini bermulai – salah satu karyawan wanita masuk ke ruangannya. Waktu itu sekitar setengah tujuh malam, saat ia sedang sibuk mempelajari beberapa berkas penting, dan sebagian besar karyawan serta sekretarisnya sudah kembali ke rumahnya masing-masing. Entah apa yang ada di pikiran wanita itu saat masuk ke ruang kerjanya. Wanita itu mendekatinya dan mengajaknya bercinta.
            Jack berusaha menolak dengan sikap dingin, tapi wanita itu bertingkah seperti dirasuki oleh gairah yang begitu bergelora. Wanita itu mulai melucuti satu per satu pakaiannya dengan gerakan yang begitu sensual dan menggoda. Jack tidak bergerak, hanya memerhatikan dan menunggu sampai seberani apa wanita itu bertindak.
            Mungkin hari itu adalah hari keberuntungan baginya atau ia memang selalu beruntung jika berhubungan dengan wanita. Tanpa banyak bicara, wanita itu langsung duduk di atas pangkuannya, telanjang tanpa sehelai benang di tubuh indah itu. Jack masih tidak terpancing hingga wanita itu menangkupkan tangannya ke kejantanan Jack, membelai dan meremasnya dengan lembut, dan akhirnya ia bisa merasakan kejantanannya yang menegang, menuntut untuk dipuaskan.
            Menyadari gairah dalam dirinya mulai bangkit, wanita itu mulai menarik turun resleting celananya dan bermain-main dengan kejantanannya. Wanita itu begitu lihai mengulum kejantanannya hingga membuat Jack mulai dikontrol oleh gairahnya yang begitu kuat. Dan, sebagai pria yang selalu bangga dengan kekuatannya dalam melakukan hubungan seks, akhirnya Jack mulai menerima dan menyambut sifat liar itu. Mana ada kucing yang menolak ikan segar, bukan?
            Mereka pun bercinta di atas meja kerjanya, tetap menggunakan pengaman karena ia tidak ingin memiliki anak dari hasil seks kilatnya dengan wanita tak berharga seperti itu. Dan setelah ia memuaskan wanita itu, begitu juga dirinya, keesokan harinya ia terpaksa harus memecat wanita itu. Ia terpaksa melakukannya karema wanita itu terlihat begitu bangga dan menyombongkan diri kepada teman-temannya karena sudah bisa berhubungan seks dengannya. Wanita itu pun mencoba untuk merayunya lagi saat jam makan siang, tepat saat Jack sedang menghubungi salah satu koleganya, yang membuat Jack semakin marah.
            Akhirnya, Jack menyuruh para petugas keamanan untuk mengeluarkan wanita itu dan memberinya surat pemecatan. Ia juga menyuruh pihak HRD kepercayaannya untuk mengurus wanita itu dan membungkam mulutnya. Sejak saat itu, rumor tentang 'Mr. Golden yang suka bercinta dengan karyawannya' pun mulai tersebar. Meskipun berita tentang pemecatan itu sudah diketahui oleh seluruh karyawannya, tapi hal itu seakan tidak menyurutkan sinyal gairah yang ditujukan padanya.
            Sebagai seorang pria penggila seks, Jack tidak ingin melewatkan kesempatan itu. Jack mulai menyuruh pengacara kepercayaannya untuk membuat sebuah surat perjanjian yang akan ia berikan pada wanita-wanita yang bersedia memuaskan nafsunya. Bukan hanya di kantor, tapi di mana pun ia inginkan. Jack menggunakan wanita-wanita itu hanya untuk pemuas nafsunya, hanya untuk seks kilat yang ia butuhkan sebagai penyegar di saat ia sedang suntuk.
            Hanya seks, bukan bercinta. Ia tidak akan pernah bercinta dengan para wanita itu, karena ia selalu menutup hatinya dari kata 'cinta'. Jack berusaha untuk terus berada di jalur aman, menjaga agar setiap seks kilatnya berjalan dengan lancar tanpa gangguan. Sampai akhirnya wanita ini masuk ke dalam ruangannya. Entah tanpa sengaja atau tidak, dengan wajah polos dan raut wajah merah padam bergairah, wanita ini menontonnya sedang melakukan seks kilat dengan salah satu karyawannya, yang langsung ia usir dengan penuh amarah.
            Sekarang, wanita ini kembali berdiri di hadapannya, menatapnya dengan mata hitam pekat yang penuh rasa takut, wajah merona merah muda, dan ternyata wanita bernama Clara ini adalah sekretaris barunya. Jack terus memerhatikan Clara, matanya meneliti setiap jengkal pakaian kerja yang tampak sederhana dan murah, dengan rambut hitam tergerai begitu saja, dan wajah yang terlihat cukup cantik meski tanpa polesan make up tebal.
            Jack menatap dan mengunci tatapan Clara, membuat wanita itu merasa gelisah. Ia tahu apa yang ada di pikiran wanita itu, apa yang wanita itu rasakan, bahkan ia tahu kalau wanita itu ingin sekali keluar dari ruangan ini sekarang juga.
            "Clara akan mulai bekerja hari ini, Sir," jelas Ibu Yona.
            Jack memerhatikan perubahan raut penolakan di wajah Clara yang langsung menoleh dan menatap wajah Ibu Yona dengan mata yang terbelalak. Clara begitu terkejut dan terlihat seperti ingin mengucapkan kalimat penolakan. Tapi, sedetik kemudian Clara mengatupkan kedua bibir indah itu dan mengurungkan niatnya. Tanpa disadari, Jack menyunggingkan senyum kecil di ujung bibirnya. Jack terus memerhatikan Clara yang akhirnya menundukkan kepala, menyerah dan pasrah akan nasibnya.
            "Kau tahu apa yang harus kau lakukan," ucap Jack datar pada Ibu Yona, yang langsung mengangguk halus.
            "Permisi, Sir," pamit Ibu Yona, lalu beranjak menuju pintu.
            Clara, yang terlihat kebingungan, berdiri diam di tempatnya sampai akhirnya Ibu Yona menarik tangan wanita itu. "Tapi -" Clara tidak sempat melanjutkan kalimatnya karena Ibu Yona sudah menarik tangan wanita itu, hingga tubuh itu membelakangi Jack, dan menghilang di balik pintu. Ia pun kembali berkutat dengan laptopnya yang masih menyala.
∞∞∞∞∞
            Jack masih berkutat dengan berkas-berkasnya saat suara ketukan di pintu memecahkan konsentrasinya. "Masuk," sahut Jack sambil menutup layar laptop dan map yang ada di hadapannya.
            Ibu Yona muncul dari balik pintu, masuk ke ruangannya dengan wajah datar seperti biasanya. Pandangan Jack tertuju pada sosok Clara yang tetap berjalan di belakang Ibu Yona. Ia tidak tahu kenapa wanita itu senang sekali bersembunyi di belakang tubuh orang lain, terlihat sepeti seorang wanita yang lemah dan pemalu. Jack memenggemeretakkan giginya, berdeham kecil, lau membuang napas panjang, berusaha menenangkan dirinya. Jack yakin sekali kalau wanita ini tidak akan bertahan lama di sini. Maksimal seminggu, batin Jack.
            Tangan Ibu Yona menarik Clara ke samping. Wanita itu sudah mengenakan seragam yang memang ia pesankan khusus untuk para sekretarisnya. Jack sangat menjunjung tinggi kecantikan, keindahan, dan kesempurnaan. Mungkin lebih tepatnya, ia sangat menjunjung keseksian seorang wanita. Mata Jack menilai penampilan Clara dari ujung rambut hingga ujung kaki, dan tentu saja wanita itu terlihat lebih berkelas dibandingkan sebelumnya.
            Rok super mini berwarna hitam melekat sempurna dan melekuk di tempat yang pas, menampilkan paha Clara yang putih, mulus, dan bersih. Sebuah blazer berwarna hitam berlengan pendek, yang didesain khusus sesuai permintaan Jack, membuat si pemakai tidak perlu mengenakan tanktop di balik blazer itu. Potongan kerah blazer yang cukup rendah dengan ruang terbuka di bagian tengah, membuat payudara itu terlihat menyembul, seperti ingin tumpah. Sebuah logo "G" berwarna keemasan tersulam sempurna di bagian dada sebelah kiri. Sepatu heels tertutup berwarna hitam mengkilap serta rambut hitam yang tergerai indah, membuat penampilan Clara tampak sempurna dan menggoda.
            "Kamu akan mengunakan pakaian ini saat jam kerja dan kamu bisa mengenakan kembali pakaianmu saat jam kerja berakhir," ucap Ibu Yona pada Clara.
            Wajah Clara masih merona, terlihat tidak nyaman dengan seragamnya. Sebuah anggukan kecil membuat Jack mengerutkan dahinya. Ia tahu wanita ini tidak menyukai seragam itu. Ia juga tahu kalau sebenarnya wanita ini berusaha untuk pergi dari tempat ini. Tapi, kenapa wanita ini sepertinya terlalu memaksakan dirinya untuk tetap bekerja di sini. Kenapa? pikir Jack.
            "Saya pamit, Mr. Golden," ijin Ibu Yona sebelum meninggalkan mereka berdua di ruangannya.
            Cukup lama ruangan itu terasa sunyi dan sepi. Jack menunggu reaksi Clara atau apapun itu yang bisa menunjukkan kalau wanita itu siap untuk bekerja dengannya. Tapi, bukan Jack namanya kalau harus sabar  menunggu, ia sangat membenci kata 'menunggu'. Clara terus menundukkan kepala, tidak berani menatapnya. Jack pun mendengus kencang sebelum ia memajukan posisi duduknya dan meletakkan kedua tangan di atas meja. "Maju," perintah Jack singkat dan datar.
            Clara mendongakkan kepala dengan cepat, tapi tidak langsung bergerak maju. Jack mulai tidak bisa menahan kesabarannya dan langsung beranjak dari kursi kerajaannya, menghampiri Clara. Mata hitam pekat itu mengikuti langkah Jack yang berjalan memutar dan berhenti tepat di depan meja kerjanya. "Maju," perintah Jack untuk yang kedua kalinya sambil mengarahkan jari telunjuknya ke lantai di depannya.
            Mata Jack tertuju pada kaki Clara yang tampak bergetar ketakutan, ragu untuk bergerak, hingga akhirnya wanita itu mengangkat sedikit tumitnya tampak ingin melangkah, kemudian meletakkan kakinya kembali, dan tetap berdiri diam di tempat. Jack mulai kehabisan kesabaran. Ia pun menghampiri Clara, menarik tangan wanita itu dengan cepat. "Di sini!" ucap Jack tegas dengan rasa geram yang seakan ingin membuatnya menggigit wanita itu.
            Clara masih terus menundukkan kepala, benar-benar tidak berani menatapnya. "Kau menikmatinya?" tanya Jack, mencoba membuat sebuah percakapan dengan sekretaris barunya, tapi tampaknya wanita ini tidak ingin berbicara dengannya.
            "Kau suka melihat adegan tadi?" tanya Jack lagi.
            Clara mendongakkan wajah lalu menatap Jack dengan mata terbelalak kaget. Jack bisa melihat rona merah mudah yang begitu kontras di kulit putih itu. Jack juga memerhatikan ibu jari Clara bergerak gelisah sambil menggosok-gosokkan ibu jari itu di jari telunjuk, terlihat benar-benar gugup.
            "Sudah baca kontrak kerjamu?" tanya Jack datar, melipat kedua tangan di depan dadanya.
            Clara menganggukkan kepala setelah termenung sesaat. Anggukan itu tampak lemah dan ragu. Jack bisa membaca apa yang terjadi di sini. Ia yakin sekali kalau wanita ini pasti menandatangani surat perjanjian kontrak kerja begitu saja tanpa membacanya dengan jelas. Tapi, ia tidak peduli, yang ia butuhkan saat ini hanyalah seorang sekretaris yang bisa bekerja dengan cepat, pintar, dan tanggap.
            Jack meninggalkan Clara yang masih berdiri kaku di depan meja, lalu membuka laci mejanya yang paling bawah, dan mengeluarkan dua map berwarna hitam. Ia membawa map itu ke hadapan Clara dan menyodorkannya begitu saja. Jack bisa melihat tangan Clara yang tampak bergetar hebat saat mengambil map-map itu darinya. "Kembali ke mejamu dan berikan padaku tepat jam dua siang," perintah Jack.
            Dengan langkah cepat, Clara menghilang di balik pintu. Jack menggelengkan kepala sambil tersenyum kecil melihat tingkah laku sekretaris barunya yang tampak gugup, ketakutan, dan pemalu.
∞∞∞∞∞
            Clara menyalakan layar komputer di hadapannya, membuka kedua map hitam yang tadi diberikan padanya, lalu menarik napas, dan menghembuskannya dengan cepat. Ia harus segera menenangkan dirinya agar bisa mengerjakan tugasnya dengan cepat. Di map pertama terdapat beberapa jadwal penerbangan, jadwal pertemuan, dan pesta relasi yang harus Mr. Golden hadiri. Semuanya berantakan dan ia harus menyusun semua jadwal itu dengan cepat.
            Ia pun membuka map kedua dan melihat beberapa lembar berisi data dan nomor-nomor telepon penting. Di dalamnya juga terdapat beberapa berkas penting seperti lembar presentasi yang tidak tersusun dengan baik dan beberapa surat yang masih berada dalam amplop. Clara mulai mengerjakan pekerjaannya satu per satu, dimulai dari menyusun jadwal pertemuan Mr. Golden. Ia menyusun semua jadwal itu dengan cepat dan dalam waktu satu setengah jam saja ia sudah bisa menyusun semua jadwal itu, lalu menyimpannya dalam bentuk excel.
            Matanya masih tertuju pada layar komputer dan menyadari bahwa hari ini Mr. Golden seharusnya bertemu dengan seseorang setelah makan siang di sebuah restoran. Clara menoleh ke arah kertas yang masih berada di dalam map, mengecek sekali lagi, dan di sana memang tidak tertera jelas dengan siapa dan di mana pria itu melakukan pertemuan, hanya tertera tanda 'penting' dalam kertas itu. Clara berpikir sejenak, menimbang apakah ia harus memberitahu hal ini pada Mr. Golden atau membiarkannya.
            Ia menenangkan jantungnya yang berdebar cepat membayangkan bagaimana sensasi saat suara Mr. Golden mengalun di telinganya. Akhirnya, dengan tangan yang bergetar gugup, ia pun memutuskan untuk mengangkat telepon yang ada tepat di samping keyboardnya, melihat daftar urutan nomor yang tersemat di atas atas tombol-tombol telepon, lalu menekan nomor yang menuju langsung ke ruangan Mr. Golden. Hanya sekali deringan dan pria itu langsung mengangkat teleponnya.
            "Siang, Mr. Golden. Hari ini ada pertemuan setelah makan siang," lapor Clara dengan nada formal dan teratur.
            "OK."
            Hanya itu jawaban Mr. Golden dan pria itu pun langsung memutuskan pembicaraan. Clara tersontak kaget, tapi ia berusaha menanggapi sikap dingin itu dengan tenang. Hari ini benar-benar berjalan di luar dugaannya. Selain karena ia sudah memergoki Mr. Golden yang sedang melakukan hubungan intim dengan seorang wanita dan mengetahui ternyata pria yang ia pergoki itu adalah atasannya, ia pun merasa kesal dan putus asa karena harus mengenakan seragam terseksi yang pernah ia kenakan. Clara pun tidak bisa menampik aura pesona Mr. Golden yang begitu kuat hingga dengan membayangkan wajah pria itu saja bisa membuat jantungnya berdebar tidak karuan.
            Kilatan akan kejadian antara Mr. Golden dengan wanita asing itu masih terus melekat di pikirannya. Ia pun menunduk dan memerhatikan pakaiannya yang begitu menonjolkan payudaranya yang terlihat begitu menantang. Clara tidak tahu apakah atasannya ini adalah seorang maniak seks atau seorang pria penggoda, tapi ia benar-benar tidak akan bisa bekerja dengan leluasa jika harus mengenakan seragam yang begitu pendek dan ketat.
            Ponselnya berbunyi dan ia pun mengeluarkan ponsel dari tas kerjanya. Clara melihat nama Tamara, sahabat terbaik yang pernah ia miliki. Ia dan Tamara berkenalan semenjak mereka bersama-sama bekerja di perusahaannya yang sebelumnya. Tamara merupakan salah satu asisten kepala keuangan, sementara ia menjabat sebagai sekretaris direktur perusahaan. Tamara merupakan pribadi yang ceria dan supel, tapi sahabatnya yang satu ini selalu mengincar pria kaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tidak seperti Clara, Tamara tidak pernah malu untuk menunjukkan keseksian dan memancarkan aura sensualnya.
            Tamara sangat cantik, bahkan ia terkadang ingin menjadi seperti Tamara. Begitu cantik dan mudah menaklukkan pria. Meskipun begitu, Tamara selalu menolak pria yang berusaha untuk melamarnya. Entah kenapa, Clara tidak pernah mencari tahu. Clara mengusap layar ponsel dan menjawab panggilan itu.
            "Gimana? Lo kapan mulai kerja?" tanya Tamara langsung tanpa menunggu sapaan dari Clara.
            "Ini gue lagi kerja, Tam," jawab Clara setengah berbisik.
            "ReallyWaw ... cepat banget," sahut Tamara kaget, "gimana bos baru lo?"
            "Ya gitu, deh," jawab Clara enggan.
            "Kenapa? Pasti bos lo yang sekarang tua bangka, ya?" ledek Tamara, "bener 'kan kata gue. Bos kita di sini tuh udah paling ganteng, lo pake resign segala. Si tampan merana tuh ditinggal sama lo," ledek Tamara. Clara mendengus geli saat mendengar kata 'tua' terucap dari bibir Tamara. Ia penasaran dengan reaksi temannya itu saat mengetahui bahwa ia memiliki atasan tertampan yang mungkin pernah dilihat oleh temannya itu.
            "Tam, nanti gue telepon balik, ya. Gue langsung dikasih kerjaan banyak, nih," gerutu Clara seraya menghentikan ocehan Tamara yang sangat ia rindukan.
            "Oh, OK. OK. Jam berapa lo pulang? Gue jemput, ya," jawab Tamara sembari menawarkan tumpangan untuknya.
            "Gue nggak tahu. Entar gue kabarin lagi, OK," jawab Clara terburu-buru.
            "OK. Kabarin gue, ya," pesan Tamara sebelum wanita itu memutuskan pembicaraan mereka.
            Tepat saat Clara memasukkan kembali ponsel ke tas kerjanya, pintu ruangan Mr. Golden pun terbuka. Pria itu berjalan cepat melintasi ruangan, melewati dirinya begitu saja seakan dirinya tidak ada di ruangan itu. Ia tidak pernah menerima perlakuan sedingin itu, bahkan dengan atasannya yang sebelumnya yang begitu hangat pada semua karyawannya. Clara pun hanya bisa duduk terpaku menatap kepergian atasannya yang tampan itu.
            Pintu ruangan itu pun berdebam cukup kencang saat Mr. Golden  menutup pintu itu. Clara hanya bisa menghembuskan napas panjang dan menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi. "Atasan gue tukang es," gerutu Clara sebelum ia kembali melanjutkan pekerjaannya.

∞∞∞∞∞

Tidak ada komentar: