PART 5
"Akhirnya
bisa makan juga.", kata Doni sambil memasukkan sesendok nasi ke dalam
mulutnya. Mereka berdua makan siang di sebuah restoran sederhana yang berada
tepat di sebelah gedung bertingkat itu. Doni memesan sepiring nasi , seporsi iga
bakar dan semangkuk sop iga, sedangkan Desi hanya memesan sepiring nasi beserta
sate ayam.
"Maaf,
ya. Aku jadi maksa kamu untuk nemenin aku makan siang.", kata Doni sambil
mengunyah makanannya.
"Nggak
apa-apa, Mas. Kebetulan juga saya belum makan siang. Jadi sekalian saja.",
balas Desi sambil menikmati makanannya. Doni tersenyum mendengar jawaban Desi,
kemudian ia memasukkan lagi sesendok nasi beserta lauknya ke dalam mulutnya.
Hati Doni terasa begitu senang dan berbunga-bunga.
Doni
menghabiskan makanannya dengan begitu cepat. Sedangkan Desi masih asik
menikmati makanannya. "Wawww... makannya cepat juga, ya.", kata Desi
sambil tersenyum melihat Doni yang kekenyangan. Desi meneguk minumannya
kemudian memasukkan sesendok makanan lagi ke dalam mulutnya.
"Makanannya
enak?", tanya Doni santai
"Enak.",
jawab Desi singkat, lalu ia kembali menikmati makanannya.
"Kamu
makan sedikit sekali. Diet, ya?", tanya Doni
"Hah?
Oh...ini... Nggak kok, saya memang sedikit makannya.", jawab Desi
"Sorry
banget nih, aku jadi nggak enak sama kamu. Jangan-jangan nanti pacar kamu marah
kalau tahu kita makan berdua.", kata Doni sambil meneguk minumannya.
"Nggak
kok. Lagi pula saya nggak punya pacar. Jadi tenang saja.", jawab Desi
dengan sopan.
"Oh
ya? Masa sih?", tanya Doni memastikan.
"Iya.
Ngapain juga saya harus bohong?", jawab Desi. Doni pun tersenyum dan
wajahnya begitu ceria.
"Hari
ini kamu cantik sekali.", kata Doni menatap mata Desi dengan lembut.
Dengan segera Desi memalingkan pandangannya. Wajah Desi merona dengan
sendirinya. Ia segera menyudahi makannya dan menghabiskan es teh manisnya.
"Terima
kasih.", jawab Desi singkat.
"Aku
senang setidaknya kita bisa makan berdua walaupun bukan di restoran yang bagus.
Tapi lain kali aku akan mengajak ke tempat yang lebih baik.", kata Doni.
Kemudian Doni memanggil seorang pelayan lalu meminta tagihan untuk makanannya.
"Ohh...
Nggak apa-apa. Tidak masalah kok untuk saya makan di mana saja.", kata
Desi sambil mengeluarkan dompetnya.
"Tunggu.",
kata Doni sambil mengeluarkan dompetnya.
"Biar
aku saja yang bayar.", kata Doni sambil membayar tagihan lalu
memberikannya kepada pelayan.
"Maaf,
tapi saya jadi nggak enak kalau begini.", kata Desi sambil memasukkan
dompetnya kembali ke dalam tasnya.
Tiba-tiba
ponsel Doni berbunyi dan dengan segera dia menjawabnya. "Halo... Ya...
Baiklah.", jawab Doni singkat kemudian dia menyudahi pembicaraannya dan
memasukkan ponselnya ke dalam kantong celananya.
"Sepertinya
kita harus kembali ke kantor. Para manajer sudah menunggu untuk membicarakan
acara hari sabtu ini.", kata Doni.
"Baiklah.",
jawab Desi. Kemudian mereka pun beranjak dari kursi mereka dan melangkah keluar
dari restoran itu.
∞∞∞∞∞∞∞∞∞∞
Mereka
pun tiba di depan meja resepsionis Perusahaan Zyro. Doni meminta Desi untuk
menunggunya sebentar, sementara Doni kembali ke meja kerjanya untuk mengambil
laptopnya. Setelah beberapa menit menunggu, akhirnya Doni keluar dari balik
pintu dan dengan segera mengiring Desi berjalan masuk ke sebuah lorong panjang.
Akhirnya
mereka pun tiba di depan pintu, yang jika tidak ada plang nama maka kita tidak
mengetahui kalau di balik dinding itu ada sebuah ruangan. Doni menekan tombol intercom dan
suara seorang pria keluar dari intercom itu.
"Siapa?",
jawab pria di seberang sana.
"Doni,
Pak. Dari divisi marketing.", jawab Doni dengan nada formal. Terdengar
bunyi klik dan sebuah pintu pun muncul dari balik
tembok itu. Mereka berdua pun segera masuk ke dalam ruangan. Di dalam ruangan
itu ada sebuah meja, dimana tiga orang yang duduk mengelilingi meja bundar
besar itu.
Di
sebelah kiri meja bundar itu terdapat barisan lemari buku yang besar. Di dalam
lemari itu tersusun dengan rapih berbagai macam buku. Membuat orang yang
melihatnya begitu tertarik untuk menghampiri lemari besar itu. Selain itu
terdapat juga puluhan, mungkin ratusan map binder yang juga tersusun dengan
rapih.
Di
sebelah kanan meja bundar itu terdapat sebuah meja kecil, sofa panjang dan
sebuah vas bunga yang berisikan bunga tulip segar. Sedangkan di ujung ruangan
terdapat sebuah meja kokoh dan besar. Di balik meja itu, seorang pria sedang
berdiri dengan tegap sambil berbicara melalui ponselnya. Pria itu berdiri tegap
menghadap kaca trasparan yang menampilkan pemandangan kota di luar gedung
bertingkat ini.
Doni
dan Desi berjalan menuju meja kokoh yang berada di ujung ruangan itu. Mereka
sama sekali tidak berkutik, menunggu sampai pria itu menyudahi teleponnya.
"Baiklah... OK... Setelah ini anak buah saya akan menuju ke
sana....OK.", kata pria itu dan ia pun menyudahi teleponnya. Pria itu
membalikkan badannya menghadap Doni dan Desi yang sedang berdiri di hadapannya.
Desi
terkejut melihat pria yang saat ini berdiri tepat di seberangnya. Mike Larosky
saat ini berdiri tepat di hadapannya, menatapnya dan tersenyum kepadanya. Wajah
Desi merona dan tubuhnya terasa kaku. "Selamat siang, Pak. Ini Mba Desi
dari Belle Organizer yang akan mengurus gathering kita
hari sabtu ini.", kata Doni sambil memperkenalkan Desi kepada Mike.
"OK.
Mari kita mulai.", kata Mike. Pria itu berjalan menuju meja bundar besar
itu dan langsung duduk di kursinya. Doni dan Desi pun segera duduk saat mereka
tiba di kursi kosong yang tersedia. Desi dengan gugup mengeluarkan laptop dan
catatannya. Dia sama sekali tidak menyangka bahwa hari ini dia akan meeting dengan
jajaran manajer. Bahkan dengan pria yang bernama Mike ini, yang dia tidak tahu
apa sebenarnya jabatannya di perusahaan Zyro ini.
Doni
langsung menyalakan laptopnya dan menampilkan sebuah gambar ke layar proyektor
yang sudah tersedia. Desi pun menyalakan laptopnya.
"Selamat
siang untuk para manajer dan Bapak Larosky selaku owner Perusahaan
Zyro. Sesuai dengan rencana gathering yang akan kita laksanakan pada hari sabtu
ini, maka saya perkenalkan terlebih dahulu salah satu rekan kerja yang akan
mengurusi acara gathering ini.", kata Doni memulai meeting nya.
"Perkenalkan
ini Mba Desi dari Belle
Organizer yang saat
ini kita pilih karena dapat rekomendasi dari Bapak Larosky. Seperti yang
kemarin saya laporkan kepada Bapak Rudi selaku Manajer Marketing, bahwa saya
bersama Mba Desi sudah menyusun dan menentukan beberapa poin penting untuk
acara hari sabtu ini.
Namun,
karena ada beberapa hal yang ingin dirubah, maka hari ini Bapak Rudi meminta
saya untuk mengadakan rapat ulang dengan Mba Desi. Maka dari itu saya akan
serahkan sepenuhnya kepada Bapak Rudi, jika ada hal yang ingin
ditambahkan.", kata Doni dengan nada formalnya. Kemudian Bapak Rudi
mengambil alih meeting itu.
Selama meeting, Mike
memperhatikan setiap kata-kata dan detail penjelasan yang diberikan. Wajahnya
tampak begitu serius, seakan dia merekam semua dalam pikirannya. Desi mencatat
beberapa tambahan detail untuk menu makanan. Selain itu ada perubahan besar
dalam susunan acara gatheringnya. Mike meminta bahwa gathering yang seharusnya
dilaksanakan di Hotel Oscar yang bertempat di Jakarta, harus di pindahkan ke
hotel milik Mike yang berada di Bogor.
Desi
begitu terkejut mendengar permintaan yang mendadak seperti ini. Mike menatap
ekspresi terkejut Desi dan senyum kecil terlihat di wajahnya. Selain itu, Mike
juga meminta agar gathering kali ini dilaksanakan selama tiga hari dua malam.
Hal ini dilakukan karena Mike ingin melakukan meeting internal bagi Perusahaan Zyro yang
berguna untuk kemajuan dan perkembangan perusahaan.
Entah
apa yang ada di pikiran Mike, yang pasti hal ini merupakan kejutan dan tantangan
baru bagi Desi. Mike meminta Desi sendiri yang mengurus semuanya, mulai dari
awal hingga akhir acara. Wajah Desi mendadak pucat mendengar permintaan itu.
Padahal sebelumnya Desi berencana memberikan project ini kepada Maira, sedangkan dia
ingin pergi ke taman kota untuk bersantai menikmati akhir minggunya dengan
tenang.
Namun
semua rencana Desi berantakan dan dia harus mengurus semua acara gathering ini
sendirian. Tatapan tajam Mike terasa membakar dirinya, menusuknya dari ujung
kepala hingga ke ujung kaki. Rasanya Mike begitu senang melihat kegugupan dan
ketakutan Desi yang terpancar begitu jelas di wajahnya.
"Baiklah.
Saya rasa cukup sekian dari saya. Apakah ada yang ingin ditambahkan, Pak
Larosky?", tanya Pak Rudi dengan nada formal.
"Tidak
ada.", jawab Mike singkat.
"Baiklah.
Kita sekarang bisa kembali ke meja kita masing-masing. Selamat sore.",
ucap Pak Rudi sambil melihat jam tangannya. Tak terasa waktu berlalu begitu
cepat dan sekarang sudah pukul empat sore. Desi merapihkan laptop dan buku
catatannya dengan cepat, rasanya ia ingin sekali cepat-cepat kabur dari ruangan
ini. Pergi menjauh dari Mike dan meminta bantuan secepatnya kepada kedua
temannya.
"Oh
iya. Saya ingin berbicara sebentar dengan anda.", kata Mike sambil
menunjuk ke arah Desi. Gaya dan sikap arogannya terlihat begitu jelas. Desi
tersentak saat mendengar kata-kata Mike. Doni melihat ke arah Desi yang
terkejut, namun dia tidak bisa berbuat apa-apa.
"Saya?
Apakah masih ada yang kurang?", tanya Desi.
"Ada
yang ingin saya diskusikan dengan anda. Bisa anda tinggal sebentar?",
pinta Mike pada Desi. Pria itu berjalan ke arah mejanya yang besar. Mike duduk
di singgasananya dan menyalakan laptopnya. Matanya terpusat pada layar
laptopnya sedangkan jemarinya menari-nari di atas keyboard nya.
"Baiklah.",
jawab Desi singkat, mencoba untuk terlihat tenang walaupun sebenarnya hati Desi
berdegup tidak karuan. Doni beserta para manajer keluar dari ruangan itu dan
menghilang di balik pintu. Pintu ruangan itu pun tertutup dan terkunci
otomatis. Sedangkan Desi masih duduk terdiam di kursinya dan membiarkan tas
laptopnya berada di atas meja bundar.
Desi
menunggu dan menunggu. Mereka terdiam beberapa saat, suasana ruangan itu terasa
begitu sunyi. Mike masih serius dengan laptopnya sedangkan Desi bingung apa yang
harus dia lakukan. Akhirnya Desi mengambil ponselnya dari dalam tasnya dan
mencoba mengirimkan pesan kepada kedua temannya. Namun, tanpa di sadari Mike
sudah berdiri tegak di depannya.
"WAW!
Anda mengagetkan saya.", ucap Desi dengan nada terkejut. Ponselnya hampir
saja terjatuh dari tangannya dan jantungnya berdetak semakin kencang. Kehadiran
Mike di hadapannya membuat Desi menjadi sangat gugup. Mike menarik kursi yang
berada di samping Desi, memutar kursi itu menghadap ke Desi dan duduk tepat di
sampingnya. Mike membawa secarik kertas dan meletakkannya di atas meja bundar
itu.
Desi
tidak bergerak dan menunggu apa yang akan dikatakan oleh Mike. Tangan dan
kakinya terasa begitu dingin. Bukan karena suhu ruangan ini yang terasa semakin
dingin, tapi karena kegugupan yang dirasakan olehnya membuat dirinya seperti
membeku.
"Ini.
Saya sudah buat semua rundown acara dan list yang
diperlukan untuk acara nanti. Saya tahu kamu masih baru dalam hal mengurus
teknis lapangan seperti ini. Jadi, kalau ada kesulitan atau masalah, anda bisa
langsung menghubungi saya.", kata Mike sambil mengeluarkan kartu namanya
dan meletakkannya di atas secarik kertas itu.
"Anda
tidak perlu melakukan ini, Pak Larosky. Saya bisa mengerjakan semuanya.",
jawab Desi. Ia berusaha setenang mungkin, mencoba untuk membunyikan
ketakutannya.
"Saya
ingin membantu anda. Apakah tidak boleh? Apakah anda melarang saya?",
tanya Mike dengan nada suara yang menuntut. Desi memalingkan wajahnya dan
menatap mata Mike dalam-dalam. Dalam hati Desi terus bertanya-tanya apa yang
saat ini ada dalam pikiran pria yang duduk di sampingnya itu.
Desi
melihat raut wajah pria tampan itu. Wajah, mata dan bibir yang sempurna.
Aromanya wangi dan mempesona. Namun pria ini memiliki aura yang sangat
menakutkan. Berada di dekatnya membuat bulu kuduk Desi berdiri. Pesonanya bisa
dengan mudah menaklukkan setiap wanita, namun di saat yang bersamaan bisa
membunuh dan menghancurkan hati wanita itu.
"Kenapa
anda melakukan hal ini?", tanya Desi kebingungan. Desi memutar otaknya dan
mencari alasan mengapa pria ini mau merepotkan dirinya mengurusi hal-hal
seperti ini. Bukankah
karena itu mereka membutuhkan bantuan dari dirinya untuk mengatur gathering
ini? Lalu apa gunanya dia jika Mike juga ikut membantunya mempersiapkan ini
semua? Pikir Desi.
Kerutan
di wajah Desi membuat pria itu tersenyum. Desi semakin tidak mengerti sikap
pria ini. "Apakah ada yang lucu?", tanya Desi lagi kepada Mike. Pria
itu menatap matanya. Kali ini pandangannya tidak setajam saat mereka meeting. Tatapan Mike kali ini lebih tenang dan sejuk.
Tidak ada sedikitpun arogansi ataupun kesombongan yang terpancar di matanya.
"Apakah
anda mau menjelaskan apa yang sedang terjadi sekarang? Karena saya sama sekali
tidak mengerti apa yang terjadi saat ini. ", tanya Desi lagi.
"Tahu
kah kau bahwa dirimu itu sangat menarik?", tanya Mike kepada Desi. Mulut
Desi ternganga mendengar pertanyaan yang diucapkan oleh Mike.
"Wajahmu
itu benar-benar ekspresif sekali, ya.", kata Mike sambil mendekatkan
wajahnya ke depan wajah Desi. Amarah dan rasa kesal kali ini menyelimuti
perasaan Desi. Entah apa yang saat ini dipikirkan oleh pria itu, yang pasti ini
sudah jauh dari batas profesionalisme-nya.
Dengan
cepat Desi menarik kertas dan kartu nama yang ada di atas meja itu dan
memasukkannya ke dalam tas. "Meeting sudah
selesai. Saatnya saya untuk pulang.", kata Desi dengan nada ketus, lalu
beranjak dari kursinya dan menarik tas laptopnya. Tiba-tiba tangan Mike menahan
kepergian Desi dan membuat Desi terduduk kembali ke kursinya.
"Hanya
saya yang bisa menentukan kapan saat untuk memulai dan berakhir.", kata
Mike sambil beranjak berdiri dari kursinya dan berdiri membungkuk tepat di
hadapan Desi. Wajah Mike mendekat dan mata mereka saling bertatapan. Mata Mike
yang tajam dan dingin menatap mata Desi yang ketakutan. Kedua tangan Mike
berada di kanan dan kiri Desi, seakan-akan memenjara Desi di kursinya.
"Biarkan
saya pergi atau saya akan teriak.", ancam Desi. Dia mencoba memberanikan
dirinya, walaupun ketakutannya terlihat sangat jelas di matanya.
"Teriak
saja. Tidak akan ada seorang pun yang mendengar teriakanmu.", kata Mike
dengan nada mengejek.
Tangan
Desi begitu dingin. Jantungnya berdetak begitu cepat. Dia harus memikirkan
bagaimana caranya agar bisa lepas dari Mike. Semakin lama, wajah Mike semakin
mendekat. Desi menutup matanya rapat-rapat dan terus berdoa dalam hati.
"Sore Pak
Larosky. Ada Nona Claris sedang menunggu Bapak di ruang tunggu.". Tiba-tiba terdengar suara seseorang
melalui intercom.
Mike
menggeram kesal. Dia memejamkan matanya dan mengatup bibirnya rapat-rapat.
Dengan seketika Mike melepaskan gengamannya dari kursi Desi, lalu ia pun
berjalan mundur dan terduduk di kursi yang berada di samping Desi.
"Kau
sangat beruntung.", kata Mike sambil tersenyum kecil.
"Terserah!
Tolong biarkan saya pulang sekarang!", pinta Desi sambil mendekap tasnya
erat-erat di dadanya. Wajahnya tertunduk, tidak ingin menatap mata pria itu
lagi.
Mike
pun beranjak dari kursinya dan berjalan menuju meja besarnya. Lalu ia menekan
sebuah tombol yang tersembunyi di bawah mejanya. 'klik'. Pintu itu pun
terbuka. "Can't
wait to see you again", ucap
Mike sambil menyunggingkan senyumnya.
Desi
sama sekali tidak menggubris perkataan Mike. Dia langsung beranjak dari
kursinya, berjalan keluar dan menghilang di balik pintu. Mike duduk di kursinya
sambil menatap pemandangan kota yang berada tepat di belakang mejanya. Permainan ini sangat menyenangkan.
Ucapnya dalam hati sambil tersenyum lebar.
∞∞∞∞∞∞∞∞∞∞
Tidak ada komentar:
Posting Komentar