BAB 9
Sebuah pesan yang masuk ke
ponselnya memecahkan konsentrasi Jack yang sedang serius menonton film. Ia
tidak menyangka ternyata film drama bercampur sedikit intrik dan pertikaian
bisa menarik perhatiannya. Jack menarik ponsel keluar dari saku celana, lalu
mengusap layarnya.
'Saya sudah berbicara
dengan Mba Sasha dan besok beliau akan datang ke acara rapat untuk membicarakan
persiapan ulang tahun perusahaan, Sir.'
Membaca pesan itu, pikiran
Jack langsung melayang pada Sasha. Jantungnya berdebar cepat dan ia bisa
merasakan antusias yang begitu besar di dalam dadanya.
'Good. Siapkan bahannya
dan besok saya akan hadir juga.'
Ia mengetik pesan dan
langsung mengirimkan pesan itu pada Alfons. Tak disadari seringai kecil
melengkung di wajahnya. Jack memasukkan ponsel ke sakunya dan kembali
memusatkan perhatiannya ke film yang sedang diputar.
Wanita, yang entah siapa
namanya, memeluk tangan Jack dengan mesra, dan merebahkan kepala mungil itu di
bahunya. Sesuatu yang berkobar dalam dirinya, tidak terlalu besar, tapi
setidaknya ia bisa merasakan sebuah percikan gairah yang seakan menghilang
selama beberapa hari ini.
Tanpa ragu, Jack menoleh
ke arah wanita yang duduk di sampingnya. Ia memerhatikan wajah yang terlihat
cukup cantik dengan rambut tertata rapi. Sebuah tanktop berwarna
cokelat dengan lingkar leher yang sangat rendah menunjukkan belahan payudara
yang sangat menantang. Hot pants sepangkal paha pun seakan
mengundang tangannya untuk mengelus dan merasakan betapa lembut kulit wanita
itu.
Jack pun mulai meletakkan
tangannya di paha wanita itu dan benar saja, wanita itu terlihat senang
sekaligus menunduk malu. Tidak menolak sedikit pun pada setiap belaian yang ia
berikan. Ia tahu apa yang ada di pikiran wanita itu dan Jack akan segera
memuaskan dirinya dengan tubuh indah ini.
Belaian tangan Jack pun
mulai naik ke atas, dari lutut ke paha hingga menyentuh lipatan daerah
selangkangan wanita itu. Ia mulai memainkan jemarinya, membelai serta menekan
jemarinya di daerah kewanitaan yang masih terhalang oleh celana dengan caranya
yang lihai. Tubuh wanita itu pun mulai mengejang sekaligus menikmati setiap
gesekan yang Jack berikan.
Suara erangan kecil pun
keluar begitu saja, membuat Jack menoleh dan menatap wajah wanita itu. Mata itu
terpejam, menikmati setiap belaiannya. Tangan Jack yang satunya pun mulai
membelai tengkuk wanita itu. Untung sekali Damian mengambil posisi tempat yang
paling sudut dan hanya berisi empat kursi sehingga Jack bisa melancarkan
kegilaannya yang sudah ia tahan sejak semalam.
Perlahan Jack menarik
turun resleting celana wanita itu, sedangkan tangannya yang lain mulai merambat
turun ke belahan payudara yang begitu menantang. Tubuh wanita itu mulai
menggeliat gelisah dan Jack semakin melancarkan tangannya dengan lihai. Jack
mulai menurunkan kedua tali tanktop dan membiarkannya terongok begitu saja di
lengan wanita itu.
Jack mulai menyelipkan
tangannya dari bawah dan masuk begitu saja di balik tanktop itu. Sama seperti
apa yang ia duga, wanita ini memang tidak menggunakan bra sama sekali, hanya
menggunakan penutup berupa silikon tipis untuk menutupi ujung payudaranya.
Tanpa banyak bertanya, Jack melepaskan penutup itu dan mulai bermain dengan
puncak payudara yang sudah menegang dan keras.
Desahan nikmat menunjukkan
betapa pasrahnya wanita itu di tangannya. Ia pun mulai membuka kaitan celana
wanita itu, memasukkan jarinya ke dalam celana, kemudian membuka sedikit tali
G-String itu, lalu jemarinya pun mulai bermain di puncak kewanitaan yang sudah
terasa lembab dan basah.
Seakan terbiasa di
gerayangi oleh pria, wanita itu pun mulai membuka kakinya, memberikan jalan
masuk pada jari Jack agar bisa bergerak dengan leluasa. Jack pun mulai
memperdalam sentuhannya dan memasukkan jarinya tanpa ragu ke dalam kewanitaan
itu.
Suara film yang begitu
menggelegar menutupi desahan nikmat yang keluar dari bibir wanita itu.
Tangannya yang lain pun semakin liar dan menurunkan tanktop itu semakin ke
bawah hingga memperlihatkan salah satu payudara yang begitu tegang dan
menantang. Jack memiringkan posisi duduknya dan tanpa pikir panjang, Jack
langsung bermain dengan payudara itu, mengulum dan mengisapnya hingga membuat
wanita itu menggeliat kenikmatan.
Wanita ini pun mulai
menurunkan seluruh tanktop dan membuat kedua payudara itu terbuka bebas. Wanita
itu begitu terangsang hingga tangan wanita itu bermain-main dengan payudaranya
sendiri, menarik dan memilin puncak payudara sendiri sementara Jack bermain
dengan payudaranya yang lain.
Jari Jack yang masih
berada di dalam kewanitaan yang sangat basah itu terus bergerak tanpa henti.
Jack benar-benar menikmati saat-saat seperti ini. Saat di mana wanita bertekuk
lutut dan menyerahkan diri padanya dengan pasrah.
Gerakan tangan Jack pun
semakin liar dan ia tahu sebentar lagi wanita itu akan mencapai klimaksnya. Dengan
cepat Jack mengeluarkan tangannya dari kewanitaan itu dan membiarkan wanita itu
terperangah menatapnya. Terengah-engah.
"Slowly, Baby. I
don't wanna make you scream here. I wanna feel you, too. I wanna make you
scream again and again," bisik Jack di telinga wanita itu.
Dengan cepat, wanita itu
membereskan pakaiannya dan menempelkan payudaranya di lengan Jack saat wanita
itu memeluk tangannya. "Bagaimana kalau kita pergi sekarang?" bujuk
wanita itu.
Jack langsung berdiri,
menarik tangan wanita itu, dan mencoba keluar dari barisan kursi mereka.
"Ke mana?" tanya Damian denga wajah penasaran.
"I wanna
fuck her," jawab Jack singkat.
Damian melemparkan senyum
bangga pada Jack dan ia pun melenggang keluar dari ruangan bersama dengan
wanita asing itu. Ia benar-benar harus menyalurkan gairahnya atau ia akan
kembali ke rumah dan bermain dengan dirinya sendiri. Hal yang sangat ia benci.
∞∞∞∞∞
Film yang berlangsung
hampir dua jam tersebut benar-benar membuat Clara tersentuh. Pengorbanan dan
cinta yang tulus membuat film yang diisi dengan sedikit intrik dan pertikaian
tersebut terasa begitu indah. Setidaknya film itu membuat Clara berharap agar
dapat menemukan seorang pria yang mampu berkorban demi mempertahankan dirinya.
Lampu ruangan pun menyala
dan satu per satu para penonton berjalan keluar. Mereka pun keluar dari ruangan
itu. Kejadian yang tidak terduga saat ia bertemu dengan Mr. Golden benar-benar
membuat Clara tertunduk malu. Bukan karena popcorn-nya yang
berserakan, tapi karena Pak Timothy menarik tangannya seakan menegaskan kalau
ia adalah milik pria itu.
Ingin rasanya Clara
menghempaskan tangan Pak Timothy saat itu, tapi saat ia melihat wanita yang
berdiri bergelayut manja di tangan Mr. Golden membuat Clara melemparkan
jauh-jauh rasa malunya dan melenggang begitu saja dari hadapan Mr. Golden.
Clara tidak peduli, benar-benar tidak peduli dengan siapa Mr. Golden pergi
karena pria itu bukanlah miliknya.
Ia juga tidak peduli apa
yang akan pria itu lakukan dengan wanitanya. Dan saat ini, Clara benar-benar
bertekad kuat untuk tetap menutup hatinya dan memegang teguh sikap
profesionalismenya. Clara berjanji ini terakhir kalinya ia memikirkan Mr.
Golden.
Clara harus tetap fokus
pada tujuan utamanya dan berusaha sekuat mungkin agar tak ada hal apapun atau
seorangpun yang mampu mengacaukan pikirannya. Mereka pun keluar dari ruangan
dan Clara sudah tidak melihat Mr. Golden ataupun temannya itu. Kejadian tadi
membuat Pak Timothy seakan begitu melindunginya. Menjaga ke manapun ia
berjalan, bahkan semakin menempel padanya.
Hari mulai gelap, waktu
menunjukkan hampir jam enam sore, dan Clara merasa lelah. Besok ia harus segera
bangun lebih awal agar bisa menyelesaikan beberapa berkas yang masih belum
sempat ia rapikan. "Gue capek, Tam. Pulang, yuk," ajak Clara saat
mereka berada di eskalator.
"Busettt ... ini
masih pagi. Si Pak Timothy mau ngajakin kita ke klub malam," celoteh
Tamara dengan cepat.
"What??"
sahut Clara cepat sambil menatap Tamara dengan tatapan paling sinisnya.
Seakan menyadari kesalahan
karena sudah bicara terlalu jujur, Tamara langsung mengalihkan pandangan ke
arah lain. "See? Masih mau bilang kalau kalian nggak rencanain ini
semua dari awal?? Bener, 'kan?" tuduh Clara kesal.
Mereka pun menuruni
eskalator, lalu berjalan menyusuri barisan toko di sebelah kiri mereka.
"Gue kecewa sama lo, Tam," ucap Clara sebelum ia berjalan cepat
meninggalkan Tamara di belakangnya.
"Tunggu, Ra. Please,
dengerin gue dulu," mohon Tamara sambil menyusul Clara dan menarik
tangannya.
Clara pun menghentikan
langkahnya dan menatap Tamara dengan perasaan jengkel. "Apa? Lo mau
jelasin apa lagi?" tanya Clara dengan nada menuntut.
"Gue terpaksa, Ra. I
need money, just like you," jawab Tamara.
Clara menoleh ke arah Pak
Timothy dan teman pria Tamara yang berhenti beberapa langkah dari mereka.
Tampaknya para pria itu berusaha menjauh dari mereka dan menyadari bahwa telah
terjadi sebuah pertengkaran di antara Tamara dan Clara yang disebabkan oleh Pak
Timothy. Sedangkan pria itu terlihat sedang melindungi diri dari luapan
kekesalan Clara dengan cara berbincang dengan teman Tamara. Dasar Pengecut!
gerutu Clara semakin kesal.
"You are not like
me, Tam. Gue butuh uang, ya gue kerja. Bukannya mengharapkan uang
dengan cara mengorbankan teman sendiri!" semprot Clara yang langsung
membuat Tamara terperangah.
Wajahnya tampak terluka
saat mendengar apa yang Clara lontarkan. Ia tahu ini adalah tamparan yang keras
bagi Tamara, tapi ia harus melakukan hal ini. Sejak awal, Tamara tahu apa yang
selalu ia jaga dari sikap profesionalisme kerja. Tapi, sepertinya Tamara tidak
menghargai keputusannya dan tetap menyodorkan Clara pada pria beristri itu.
Clara benar-benar marah dan kecewa.
Tanpa banyak bicara, Clara
meninggalkan Tamara begitu saja dengan wajah terperangah. Tapi, tak lama
kemudian Clara mendengar suara derap kaki yang mendekat ke arahnya. Clara
langsung memutar tubuhnya menatap Tamara yang masih berusaha menyusulnya.
"Stop, Tam!
Gue butuh waktu untuk sendiri," tolak Clara dan melanjutkan perjalanannya.
Ia berjalan cepat dan
berharap segera sampai di pintu keluar mall. Clara menoleh sekali ke belakang
dan terkejut melihat Pak Timothy yang ternyata berjalan cepat sedikit berlari
mendekatinya. Clara semakin mempercepat jalannya, tapi pria itu memiliki
langkah yang lebih besar dan menarik tangan Clara, berusaha menghentikannya.
"Clara, jangan marah.
Ini semua –“
"Lepaskan!"
bentak Clara memotong kalimat pria itu sambil menghempaskan genggaman tangan
Pak Timothy.
"Aku menyukaimu,
Clara. Aku benar-benar menyukaimu," ucap Pak Timothy jujur.
Bukannya merasa
tersanjung, ia malah semakin merasa jijik mendengar ungkapan perasaan itu.
"Maaf, saya tidak bisa membalas perasaan Anda, Pak," tolak Clara
tegas.
"Aku akan memberikan
apa saja untukmu, Clara," bujuk Pak Timothy dengan wajah memelah.
"Tapi, Anda memiliki
istri! Apa Anda tidak memikirkan perasaan istri Anda??" tanya Clara tegas
sambil menunjukkan raut wajah ketidaksukaannya pada pria itu.
Ucapan Clara seakan
memberikan tamparan hebat di wajah Pak Timothy. Ia harus melakukan hal ini agar
pria itu sadar masih ada wanita di rumahnya yang menunggu suaminya pulang.
Clara sudah tidak peduli dengan penilaian mantan bos-nya ini. Sekarang
atau tidak sama sekali, pikir Clara dengan penuh tekad.
"Aku akan
menceraikannya, jika itu yang kamu inginkan, Clara," balas Pak Timothy
terlihat begitu jujur.
Mata Clara terbelalak
lebar mendengar keputusan gila yang pria itu lontarkan hanya demi memiliki
dirinya. Bajingan! gerutu Clara dengan penuh kebencian. Clara
langsung membalikkan tubuh,melanjutkan langkahnya.
"Clara, tunggu!"
panggil Pak Timothy sambil mengikuti langkahnya.
"Berhenti atau saya
teriak!" bentak Clara penuh amarah.
Clara pun kembali menuju
pintu utama, memanggil taksi, dan pulang ke apartemen dengan perasaan campur
aduk.
∞∞∞∞∞
Jack terduduk di pinggir
tempat tidur saat wanita asing - yang sampai saat ini sama sekali tidak ia
ketahui namanya - sedang berada di kamar mandi. Jack benar-benar bingung dengan
dirinya sendiri. Bukannya rasa lega yang ia dapat setelah melakukan hubungan
seks dengan wanita itu, tapi rasa hampa dalam dadanya terasa semakin kuat dan
sangat menyiksa.
Ia tidak mengerti apa yang
salah dengan dirinya dan apa yang harus ia lakukan untuk menghapus kekosongan
yang begitu mendominasi dirinya. Jack menikmati hubungan seks dengan wanita
manapun, tapi ia terus merasa bahwa ada yang tidak lengkap. Seperti ada sesuatu
yang hilang dari dalam dirinya dan ia tidak tahu apa itu.
"Kamu nggak
mandi?" tanya wanita itu dengan lembut saat melangkah keluar dari kamar
mandi dengan handuk yang membalut tubuhnya.
Jack menoleh ke arah
wanita itu dan melihat handuk yang melingkar rendah hingga ia bisa melihat
lekukan serta belahan payudara yang bulat dan menantang. Ia tidak terangsang lagi
dan itu sangat aneh. Jack mengalihkan pandangannya begitu saja dari tubuh wanita
itu dan menarik celananya yang tergeletak di lantai.
Ia beranjak dari tempat
tidur lalu dengan cekatan Jack mengenakan celananya. "Kamu sudah mau
pergi?" tanya wanita itu sambil menghampiri Jack yang sedang sibuk dengan
celananya.
Tangan wanita itu
melingkar di pinggang Jack tanpa rasa malu sedikit pun. Wanita itu mulai
membelai perut Jack yang ramping dan merasakan setiap lekuk tubuhnya. Seperti
di sengaja, handuk yang melilit tubuh wanita itu pun terlepas dan terongok di
lantai.
Jack bisa merasakan
payudara wanita itu menempel di punggungnya dan sesekali menggesek-gesekkan
payudara itu hingga Jack bisa merasakan betapa cepatnya debaran jantung wanita
itu. Jack menghentikan belaian wanita itu yang mulai terasa begitu liar hingga
bergerak ke arah kejantanannya.
Tangan Jack menggenggam
kedua tangan itu lalu melepaskan dirinya dari pelukan wanita itu. "Kamu tidak
menginap di sini?" tanya wanita itu lagi sambil memberikan raut wajah
kecewa.
Jack menggelengkan kepala,
lalu melepaskan genggamannya dari tangan wanita itu, kemudian melangkah menuju
sisi lain kamar, dan mengambil bajunya yang tergeletak di lantai. Wanita ini
sepertinya tidak rela membiarkan Jack pergi dan kembali menghampirinya.
"Tapi, aku masih ingin bersamamu, Jack,"
"But, i don't,"
tolak Jack dengan tegas.
Wanita ini lebih tegar
dibandingkan dengan beberapa wanita yang pernah tidur dengannya. Wanita ini
tampaknya masih ingin berhubungan seks dengannya. Dengan kepercayaan diri yang
begitu besar sebesar payudara yang terlihat begitu menantang, wanita itu
menghampirinya dan menarik tangan Jack lalu mengarahkan tangannya ke arah
payudara yang terasa lembut.
"I want you. Again
and again," bujuk wanita itu.
Jack menangkis dan
menghempaskan tangan wanita itu dengan kasar, lalu menatap wanita itu dengan
tatapan tajam dan penuh hina. "I don't!" tolak Jack, kali ini
suaranya sangat tegas dan sedikit membentak.
Ia sama sekali tidak
pernah berhubungan seks dengan wanita yang sama lebih dari sekali kecuali
dengan karyawan genitnya yang sudah menandatangani surat perjanjian dengannya.
Tidak akan pernah.
Jack membiarkan wanita itu
terpaku dan menatapnya dengan tatapan terluka, tapi Jack benar-benar tidak
peduli. Meskipun wanita itu menangis darah dan bersujud di hadapannya, ia tetap
tidak akan peduli. Jack berjalan ke arah pintu kamar hotel tersebut dan
mengenakan sepatunya dengan cepat.
Wanita itu masih berdiri
telanjang menatap Jack yang tidak memedulikan perasaan wanita itu. Aku
hanya menggunakannya untuk kepuasanku sesaat, jadi jangan pernah berharap
lebih, batin Jack sambil sesekali melirik ke arah wanita yang terus
memerhatikannya.
"Thank you for the
sex. It's quite fun," ucap Jack datar tanpa perasaan sama sekali
sebelum ia keluar dari ruangan itu dan meninggalkan wanita itu sendirian.
I don't care about other
woman's feeling. I only care about Sasha and i can't wait to see her tommorow.
Jack melangkah dengan
pasti dengan seringai kecil mengembang di wajahnya.
∞∞∞∞∞
Tidak ada komentar:
Posting Komentar