Senin, 06 Februari 2017

A STOLEN HEART (21+) - BAB 10


BAB 10


     Suasana menjadi canggung. Ted menatap tajam Elena, sedangkan Rico dan Sasha terdiam sambil berdiri menatap kedua orang itu. Sasha benar-benar tidak tahu apa yang ada dalam pikiran Ted, yang pasti saat ini pria itu benar-benar mengejutkan Sasha.

     Dengan mudahnya pria itu mengatakan kalau Sasha adalah pasangannya, calon istrinya. Ted menarik Sasha semakin masuk ke dalam pelukan tubuhnya, seakan-akan berusaha melindunginya dari orang jahat. “Aku harap kamu bisa menerima kenyataan ini,” kata Ted pada Elena dan mereka pun beranjak pergi meninggalkan Rico dan Elena yang terdiam menyaksikan kepergian mereka.

     Ted mengiring Sasha ke salah satu meja yang berada tidak jauh dari lantai dansa. Mereka duduk di kursi dan Ted memandang ke arahnya dengan senyuman lembut. “Apa yang kamu lakukan tadi? Kenapa kamu mengatakan hal itu pada mereka?” tanya Sasha dengan suara kecil ke arah telinga Ted, setengah berbisik.

     Pria itu hanya tersenyum geli sambil mengangkat gelas berisi air minum. Ted meneguk minum-annya hingga gelas itu kosong. Sasha memperhatikan Ted dengan seksama. Apa yang ada dipikiran pria ini? Apa yang pria ini rencanakan? Pikir Sasha.

     Suara alunan musik berubah menjadi alunan lembut dan halus. Beberapa pasang orang melangkah ke lantai dansa, lalu berdansa diiringi alunan lagu. Ted mendorong kursinya dan mengulurkan tangannya pada Sasha.

     “Maukah kamu berdansa denganku, tuan putri?” tanya Ted dengan lembut.

     Sasha merasa tersanjung setiap kali pria itu memperlakukannya dengan lembut bak seorang putri. Tak ada seorang pria pun yang melakukan hal itu, kecuali ayahnya. Sasha menyambut uluran tangan itu dan pria itu pun mengiring Sasha ke lantai dansa.

     Alunan lagu yang romantis, membuat semua orang larut dalam suasana. Lagu-lagu yang Sasha persiapkan untuk acara ini ternyata sangat disukai oleh para tamu yang hadir saat itu. Ted meletakkan kedua tangannya di pinggul Sasha setelah pria itu meletakkan kedua tangan Sasha melingkari leher Ted, lalu mereka pun berdansa dengan pelan mengikuti irama alunan lagu.

     “Apakah aku sudah bilang kalau kamu malam ini tampak sangat mengagumkan?” tanya Ted sambil menarik Sasha semakin dekat dengan tubuh pria itu.

     Aroma tubuh pria itu begitu harum dan memabukkan. Sasha bisa merasakan jantungnya berdebar dengan cepat. Wajahnya seketika merona dan di dalam hatinya ia berharap pria ini tidak merasakan kuatnya debaran jantung Sasha.

     “Ya. Kamu sudah mengucapkannya,” jawab Sasha, tapi ia tidak sanggup menatap Ted.

     “Kamu benar-benar mengagumkan,” ucap Ted lagi.

     “Dan itu adalah ketiga kalinya kamu mengatakannya,” ucap Sasha sambil tertawa kecil.

     Ted menghentikan langkah dansa mereka dan menengadahkan wajah Sasha. Pria itu menatap Sasha dengan penuh kehangatan. Sasha membalas tatapan Ted dengan senyum kecil menghiasi wajahnya.

     “Aku senang mendengarmu tertawa,” ucap Ted sambil tersenyum, “tertawa karena bahagia, bukan tertawa karena menertawakan masa lalumu.”

     Tubuh Sasha langsung menegang saat Ted mengucapkan kata-kata itu. Ia mengingat kembali betapa lepasnya ia menertawakan masa lalunya yang kelam saat bercerita pada Ted. Ia menertawakan keluguan, kepolosan serta kebodohan dirinya saat masih remaja.

     “Aku akan berusaha membuat bibir itu tertawa bahagia,” ucap Ted sambil menyentuhkan ibu jarinya ke bibir Sasha.

     Perlahan namun pasti, Ted mendekatkan bibirnya dan menyentuh bibir Sasha dengan kecupan ringan. Sasha menikmati kecupan itu dan hatinya terasa begitu senang. Bagaikan hembusan angin pantai menembus tubuhnya dan memberikannya kesegaran yang tak terkira.

     Lama kelamaan, kecupan itu berubah menjadi sebuah ciuman. Sasha menyambut ciuman itu tanpa ragu dan Ted pun memperdalam ciuman itu. Tubuh Sasha yang menegang berubah menjadi lemah, terhanyut dalam manisnya ciuman itu. Ted sangat ahli dalam mencium, membuat seluruh syaraf di tubuhnya meronta kegirangan.

     Ia benar-benar hanyut dalam kenikmatan ciuman itu. Lalu Ted melepas ciuman itu dan menatap langsung ke mata Sasha yang berkabut, penuh gairah. Oktaviana_viviIa harus memadamkan gairah ini. Ia tidak ingin ini hanya menjadi persinggahan sementara. Ia tidak ingin membuat Ted hanya sebagai pria yang hadir sebagai penghiburnya atau apa pun itu sebutannya.

     “Ted... Lusa aku akan balik ke Jakarta,” kata Sasha tiba-tiba. Ia ingin menyadarkan Ted, selain itu ia juga ingin menyadarkan dirinya dari mimpi indah ini.

     Bertemu dengan Ted, menceritakan semuanya pada pria itu, menikmati ciuman yang memabukkan dan berdansa di bawah sinar rembulan. Semuanya bagaikan mimpi indah yang tidak ingin ia lupakan. Seakan ia tidak ingin terbangun dan terus tenggelam dalam mimpi indah itu.

     Tapi ini bukanlah sebuah mimpi dan Sasha sadar akan hal itu. Sasha harus kembali ke dunia nyata, kembali menjalani hidupnya dan kembali dengan statusnya sebagai seorang wanita singel. Dia tidak tahu apakah ia akan bertemu lagi dengan Ted, tapi ia sangat berterima kasih untuk tiga hari yang sangat berkesan ini.

     “Aku juga akan kembali ke Jakarta,” ucap Ted, kedua tangannya melingkar di pinggang Sasha. Mendekatkan dirinya dengan tubuh Ted.

     “Kapan?” tanya Sasha sambil menatap langsung ke mata Ted.

     “Lusa,” jawab Ted singkat.

     “Penerbangan jam berapa?” tanya Sasha lagi.

     “Jam sepuluh malam,” jawab Ted sambil terus bergerak membawa Sasha berdansa mengikuti alun-an lagu.

     “Aku juga jam sepuluh malam,” kata Sasha tampak terkejut.

     “Kalau begitu kita akan berangkat bersama dari sini. Apa pun yang terjadi setelah kita tiba di Jakarta, biarkanlah semuanya mengalir apa adanya. Aku tidak akan memaksa atau menuntut apapun darimu,” ucap Ted dengan santai, “tapi sekarang ijinkan aku melewati malam ini bahkan sisa hariku di sini bersamamu. Aku ingin menikmati Bali denganmu. Apakah kamu mau?”

     Mendengar kata-kata itu, seakan-akan menyadarkan Sasha bahwa semua ini bukanlah sekedar mimpi indah. Ini adalah kenyataan yang benar-benar indah. Ia akan menikmati setiap menit, bahkan setiap detik yang mereka lalui bersama. Sasha sangat bersyukur bisa bertemu dengan pria seperti Ted.

     Pria yang bisa menerima masa lalunya dan memperlakukannya bak seorang putri. Pria yang menatapnya dengan hangat. Pria yang selalu mencoba membuatnya tertawa. Ia tidak tahu apakah ia akan bertemu lagi dengan Ted, yang pasti ia akan selalu mengingat saat-saat indahnya bersama pria ini.

     Sasha menganggukkan kepalanya, mengiyakan pertanyaan Ted. Pelukan pria itu semakin erat dan Sasha mulai memberanikan dirinya untuk merebahkan kepalanya di dada Ted yang bidang. Mereka menikmati sisa malam itu dengan berdansa di bawah sinar rembulan dan suara deburan ombak yang begitu lembut.

∞∞∞∞∞∞∞∞

     Sinar matahari pagi menyilaukan matanya yang sedang terpejam. Ia terbangun dan menyadari bahwa pintu kaca itu terbuka lebar dan angin meniup gorden itu dengan kencang. Sasha bangun dan duduk di tempat tidurnya sambil menggosok matanya yang masih terasa sedikit lelah.

     “Good morning, my princess.”

    Sasha terkejut mendengar suara Ted, dengan cepat ia memandang ke arah dimana suara itu berasal. Oktaviana_viviTed bersender di daun pintu kaca itu sambil tersenyum dan menatap lurus ke arahnya. Pria itu berdiri bertelanjang dada dan celana boxer-nya yang terlihat begitu pas di bokong pria itu, sambil menggenggam secangkir kopi di tangannya.

     “Apa kita... apakah??” tanya Sasha sedikit panik. Sasha tidak tahu harus bertanya apa dulu. Ia tidak mengingat sama sekali apa yang terjadi semalam. Apakah mereka bercinta semalam? Apakah mereka melakukannya?

     Sasha sama sekali tidak ingat. Rasanya semalam Sasha tidak terlalu banyak minum. Ia hanya ingat kalau mereka berdansa dengan mesra, lalu kembali ke meja mereka dan meminum beberapa gelas wine merah yang sangat nikmat. Setelah itu, dia benar-benar tidak ingat lagi.

     “Tenang, Sasha. Kita tidak melakukan apa-apa,” jawab Ted sambil berjalan ke arahnya.

     Wajah Sasha merona karena malu. Lalu ia pun menarik selimut itu, berusaha menutup tubuhnya yang masih mengenakan pakaian tidur yang cukup tipis. “Kamu yakin?” tanya Sasha lagi mencoba memastikan semuanya.

     “Aku bukanlah pria yang suka tidur dengan sembarang wanita,” ucap Ted sambil duduk di atas tempat tidur, tepat di hadapan Sasha.

     Ia pun menghela nafasnya lega. “Syukurlah kalau begitu. Karena aku sama sekali tidak ingat apa yang terjadi setelah kita minum-minum,” ucap Sasha sambil menyisir rambutnya dengan jemarinya, “yang aku ingat hanyalah aku minum beberapa gelas wine dan... Tidak ada. Aku tidak bisa mengingat apa-apa lagi.”

    “Tenang, Sasha. Yang pasti kita tidak melakukan apa yang kamu pikirkan,” ucap Ted sebelum ia menyerupu kopinya yang wangi.

     “Aku membawamu ke kamar, karena kamu terlalu lelah dan lemah sampai kamu tidak bisa berdiri dengan benar di atas kakimu. Dan aku yakin sekali kalau kamu melepas pakaianmu sendiri di kamar mandi dan tanpa sadar kamu tertidur di dalam kamar mandi.

     Aku menunggu cukup lama di sini sampai aku menyadari kalau kamu mungkin pingsan di kamar mandi. Aku membuka pintu kamar mandi, yang ternyata tidak kamu kunci, lalu menemukanmu terduduk dan terlelap di atas lantai. Aku mengangkatmu ke atas tempat tidur dan membiarkanmu tidur dengan nyenyak,” jelas Ted mencoba membuatnya tenang.

     “Ya, kamu terlelap bagaikan bayi mungil. Wajahmu tampak sangat menggemaskan ketika tidur,” kata Ted sambil bergerak mendekat ke arah Sasha. Dengan cepat Sasha bergerak mundur, menjauh dari Ted.

     “Aku hanya ingin memberikan ciuman selamat pagi,” ucap Ted dengan tawa kecil melihat reaksi Sasha.

     “Aku belum sikat gigi,” jawab Sasha sambil menutup mulutnya dengan telapak tangannya.

     Sasha beranjak dari tempat tidur dan melesat cepat masuk ke dalam kamar mandi. Ia langsung melepaskan pakaiannya dan dengan cepat ia pun mandi dan membersihkan dirinya. Setelah mandi dan menyikat giginya, ia pun langsung mengeringkan tubuhnya dan melilitkan handuk besar menutupi tubuhnya.

     Ia membuka pintu kamar mandi itu dengan perlahan. Mengintip ke arah tempat tidur dan ia tidak menemukan Ted di sana. Sasha menjulurkan kepalanya dan tubuhnya sedikit keluar dari kamar mandi, berusaha mencari keberadaan Ted.

     Pria itu berdiri di balkon sambil menatap ke arah laut. Dengan cepat Sasha keluar dari kamar mandi menuju lemari pakaiannya. Ia membuka pintu itu dan mengambil pakaian yang akan ia kenakan, lalu dengan cepat ia pun masuk lagi ke dalam kamar mandi. Mengenakan pakaiannya dan menyisir rambutnya dengan rapih.

     Ia menatap dirinya melalui cermin. Wajahnya merona, jantungnya berdebar dengan kencang. Ia sama sekali belum pernah seintim ini dengan seorang pria. Tidak ada seorang pun pria yang pernah sedekat ini dengannya setelah Jack.

     Sasha menarik nafasnya dalam-dalam kemudian menghelanya dengan cepat. Ia harus bisa me-ngontrol dirinya. Ia tidak boleh bersikap bodoh. Ia adalah seorang wanita dewasa sekarang. Dan ia tidak ingin merusak waktu indahnya bersama Ted.

     Ia pun membuka pintu kamar mandi dan sangat terkejut saat melihat Ted yang berdiri tepat di hadapannya. “Boleh aku pinjam kamar mandimu?” tanya Ted dengan suaranya yang berat.

     “Silahkan,” jawab Sasha singkat.

     Pria itu pun langsung masuk ke dalam kamar mandi. Ia berjalan ke arah balkon dan menemukan secangkir kopi hangat dan sepiring roti panggang. Ia mengambil roti itu lalu menggigitnya, mengunyahnya lalu menelannya dengan dorongan kopi hangat itu.

     Sasha hampir menghabiskan roti kedua, yang ada di tangannya, saat Ted keluar dari dalam kamar mandi. Pria itu tampak begitu segar dan wangi. Ted masih mengusapkan handuk ke kepalanya, berusaha mengeringkan rambutnya yang basah.

     Tampaknya pria itu baru saja selesai mandi. Sasha memperhatikan setiap gerak-gerik Ted. Ter-utama dada bidang dan perutnya yang ramping. Pria ini benar-benar membuat mata Sasha tidak bisa berkedip. Begitu menggoda dan menggairahkan.

     Tatapan mereka saling bertemu dan dengan cepat Sasha memalingkan pandangannya ke arah lain. Ia bisa mendengar langkah kaki Ted di belakangnya. “Kamu sudah sarapan?” tanya Ted santai.

     “Sudah,” jawab Sasha singkat.

     “Maaf, aku tadi mandi di kamar mandimu. Apakah tidak masalah buatmu?” tanya Ted lagi.

     “It’s OK,” jawab Sasha singkat mencoba untuk santai.

     “Apa rencanamu hari ini?” tanya Ted sambil duduk di kursi yang berada tepat di seberang Sasha.

     Pandangan Sasha tidak bisa lepas dari tubuh Ted. Entah apa yang merasuki dirinya, tapi pria ini benar-benar membuat Sasha tidak bisa mengontrol dirinya. Bahkan sisi gelap dalam diri Sasha, setidaknya kali ini, mendukung dan terlena dengan Ted.

     Sasha meneguk kopinya lalu meletakkan cangkir itu di meja. “Aku ada janji temu dengan vendorku. Aku harus melakukan proses pembayaran,” jawab Sasha yang dengan susah payah memalingkan pandangannya dari tubuh Ted ke arah laut.

     “Setelah itu?” tanya Ted lagi.
  
     “Aku tidak ada kegiatan. Aku belum merencanakan apa pun,” jawab Sasha berusaha terlihat santai.

   “Kalau begitu aku akan menunggumu di sini. Setelah itu, aku akan mengajakmu berjalan-jalan. Bagaimana?” usul Ted sebelum pria itu meneguk kopinya.

     “Baiklah,” jawab Sasha.

     “Oh iya,” ucap Sasha teringat akan sesuatu.

     “Kenapa?”

     “Kita sudah empat hari bersama, tapi aku sampai saat ini belum tahu nama lengkapmu. Bukankah itu sangat aneh?” tanya Sasha mencoba mengorek identitas pria itu. Ia harus menyelidiki pria ini, walaupun hal itu tidak merubah perasaannya pada Ted, tapi setidaknya ia harus tahu siapa pria ini.

     Ted menjulurkan tangannya, mencoba untuk menjabat tangan Sasha. Ia menjabat tangan itu dengan wajah berkerut karena bingung. “Kenalkan. Namaku Theodore Amadius.”

      Pria itu tersenyum sebelum ia mencium punggung tangan Sasha. “Apakah kamu selalu bersikap seperti ini pada setiap wanita?” tanya Sasha sambil menarik tangannya dengan perlahan, menahan debaran jantungnya yang begitu cepat.

     Ted tertawa kecil sambil menyisir rambutnya yang masih lembab dengan jemarinya. “Kenapa kamu malah tertawa? Apakah kamu sudah gila?” tanya Sasha lagi.

   “Apakah kamu sadar kalau kamu sekarang sedang membangun tembok besar itu lagi? Tembok besar yang selalu kamu gunakan untuk menjauhkan pria darimu?” ucap Ted, tatapannya mengunci mata Sasha, membuat dirinya membeku. Dia tidak tahu apakah kata-kata itu atau tatapan itu yang membuat dirinya membeku.

     “Aku tidak...”

     “Ya, kamu baru saja melakukannya,” sanggah Ted.

   “Hah, sudahlah. Aku sedang tidak ingin berdebat denganmu," ucap Sasha sambil menghela nafasnya.

   “Aku bukan seperti Jack dan aku akan menunjukkan padamu seperti apa pria sejati yang sebenarnya. Jadi, jangan bangun tembok itu lagi dan nikmatilah sisa harimu di sini bersama denganku,” jelas Ted sebelum pria itu mengambil cangkir kopinya dan meneguk habis isinya.

    “Aku juga belum tahu siapa nama lengkapmu,” ucap Ted sambil meletakkan cangkirnya di atas meja.

     “Sasha Clarisa,” jawab Sasha singkat.

     “Nama yang indah,” ucap Ted sambil menopang wajahnya dengan tangannya, menatap ke arah-nya, dan tersenyum. Sasha membalas senyuman itu sebelum ia memasukkan sisa roti panggang yang ada di atas meja ke dalam mulutnya.

     Sasha melirik ke arah Ted. Memperhatikan setiap gerak geriknya, lalu ia pun menarik nafasnya dengan pelan. Mungkin Ted benar. Mungkin pria itu bukanlah pria jahat seperti Jack. Tapi sebelum semua ini berlanjut, aku akan memeriksa data pria ini sedetail mungkin. Aku tidak akan gegabah kali ini. Tidak. Tak akan pernah lagi.

∞∞∞∞∞∞∞∞

Jumat, 03 Februari 2017

A STOLEN HEART (21+) - BAB 9



BAB 9


     Ted menatap Sasha dengan lembut. Akhirnya ia mengetahui apa yang membuat wanita itu begitu misterius. Begitu rapuh dan tertutup. Ted terluka saat mendengar cerita itu keluar dari bibir indah itu. Ingin rasanya ia menghentikan cerita itu, tapi ia harus mengetahui semuanya dengan jelas.

     Sasha menatapnya dengan pandangan penuh tanya. Ted tahu wanita itu pasti terkejut saat me-nyadari bahwa Ted sama sekali tidak takut dan tidak pergi begitu saja. Dia tidak ingin menjauh dari wanita ini, bahkan hal ini membuatnya menjadi semakin ingin lebih dekat dengannya. Semakin ingin mengenalnya lebih jauh.

     Sifat protektifnya muncul begitu saja dan Ted sama sekali tidak mengerti mengapa perasaan ini tiba-tiba menerpanya. Ia tidak pernah merasakan peraasan sebesar ini. Perasaan ingin menjaga dan melindungi seorang wanita.

     Saat ia bersama dengan Na, bukan perasaan ini yang ada di dalam dirinya. Ia ingin menjaga Na, tapi dengan Sasha terasa berbeda. Bukan hanya ingin menjaga, tapi ingin melindungi dan perasaan aneh lain yang belum pernah ia rasakan. Apakah mungkin aku...? Mungkinkah?

     “Kamu tahu? Setiap manusia memiliki sisi gelap dan masa lalu yang kelam. Tergantung bagaimana orang itu melaluinya,” ucap Ted sambil menatap Sasha dengan lembut.

     “Aku juga memiliki masa lalu. Aku tahu masa laluku tidak sekelam masa lalumu, tapi sangat di-sayangkan jika masa lalumu itu membuatmu menjauh dari setiap pria yang mendekatimu. Kamu adalah seorang wanita yang pantas untuk dicintai dan dilindungi. Dan kamu salah jika kamu berpikir kalau kamu adalah wanita yang kotor.

     Kamu tidak kotor, Sasha. Para pria itulah yang kotor. Dan kamu tahu? Kamu adalah wanita yang sangat layak untuk diperjuangkan. Wanita yang kuat dan tegar. Tidak semua wanita bisa setegar dirimu. Aku sangat bangga dan senang bisa mengenalmu,” ucap Ted sambil menatap wanita itu dengan senyum bangga padanya, tangannya menggenggam tangan Sasha dan membelai punggung tangannya dengan ibu jarinya.

     Sasha tampak begitu terkejut dan air matanya tiba-tiba jatuh membasahi pipinya. Ted tahu betapa sakit dan hancurnya diri wanita itu. Ted mengerti betapa kelam masa lalunya. Ia langsung menarik Sasha masuk ke dalam pelukannya.

     Pelukannya begitu erat. Tubuh wanita itu tampak kaku dalam pelukannya, namun lama-kelamaan tubuh itu seperti mencair dan Sasha pun menangis dengan kencang. Tangisan kelegaan, bukan tangisan karena sakit hati dan malu. Suara tangisan itu membuat hati Ted tersayat, perih dan sakit. Wanita ini butuh seorang pria yang kuat. Seorang pria yang mampu melindunginya dan menjaganya.

     Ya. Aku sanggup melakukan hal itu. Aku akan melakukan hal itu. Aku akan melindunginya dan menjaganya. Batin Ted tiba-tiba. Ia sendiri terkejut dengan perasaannya itu.

     Ted melonggarkan pelukannya, mengangkat tangannya ke wajah wanita itu lalu menengadahkan wajahnya. Ia menyeka air mata itu dengan ibu jarinya., lalu ibu jari itu berjalan dan menyentuh bibir bawah Sasha. Tanpa ragu, ia mengecup bibir itu. Bibir yang hangat dan bergetar karena tangisan. Ted mengecup bibir itu beberapa kali hingga tangisan itu melambat dan berhenti.

     Ia mengatupkan kedua tangannya di pipi Sasha, menatap mata Sasha dalam-dalam dan tersenyum lembut pada wanita itu. “Kamu cantik dan kamu harus bersyukur dengan kecantikanmu,” ucap Ted dengan suaranya yang berat namun menenangkan.

     Sasha tidak menjawab apa-apa. Wanita itu hanya menganggukkan kepalanya. Ted mengecup bibir indah itu sekali lagi kemudian ia melepaskan tangannya dari wajah Sasha. Ted berdiri, lalu berbalik ke arah wanita itu dan mengulurkan tangannya pada Sasha yang masih duduk di atas batang kayu besar itu. Tanpa ragu, Sasha langsung menyambut uluran tangannya.

     Dengan suara cegukan karena menangis, wanita itu mengikuti langkah kaki Ted menuju ke arah hotel. Mereka berjalan sambil bergandengan tangan dan langkah mereka pun membawa mereka ke depan pintu lift. Sasha menatap Ted dengan pandangan bingung. Pintu lift terbuka dan mereka pun masuk ke dalam lift itu.

     “Kamu harus memperbaiki riasanmu. Aku ingin kamu tampil cantik malam ini,” ucap Ted sambil menekan tombol di dalam lift.

     “Tapi acara itu...”

     “Tenang saja. Aku yakin semua akan berjalan lancar,” ucap Ted sambil melingkarkan tangannya di pinggang Sasha.

     “Aku ingin saat ini kamu menjadi pasanganku di acara itu. Bukan sebagai pelaksana acara, tapi sebagai pasanganku. Kamu mau?” tanya Ted sambil menatap lembut wanita itu.

     Sasha memalingkan pandangannya dari Ted. Ia tahu wanita itu pasti sedang berpikir tentang sesuatu. Ted akan berusaha agar Sasha melupakan masa lalunya sejenak. Kembali menjadi Sasha yang ia kenal. Sasha yang menyenangkan.

     “Baiklah,” ucap Sasha dengan suara pelan.

     Ted tersenyum lembut saat mendengar jawaban itu. Mereka pun terdiam sambil menunggu pintu lift itu terbuka. Tak lama kemudian pintu itu terbuka dan mereka melangkahkan kaki mereka menuju pintu kamar Sasha.

     Sesampainya di depan pintu kamar Sasha, wanita itu mengeluarkan kartunya dan membukakan pintu untuk Ted. “Apakah kamu mau menemaniku sebentar di dalam sini?” tanya Sasha dengan suara pelan, wajah wanita itu tampak merona.

     “Baiklah,” jawab Ted santai. Ia berjalan masuk ke dalam kamar itu dan menutup pintu di belakang-nya. Sasha berjalan menuju lemari pakaiannya dan mengeluarkan sebuah gaun malam. Wanita itu melangkah masuk ke dalam kamar mandi dan meninggalkan Ted sendirian di dalam kamar itu.

     Ia berjalan ke arah pintu kaca, menggeser pintu itu dan melangkah ke tepi balkon. Ia bisa melihat acara pernikahan itu masih berlangsung dengan lancar. Suara alunan musik yang lembut dan beberapa orang yang sedang menari di lantai dansa terasa bagaikan boneka hiasan yang sedang menari-nari.

     Malam itu langit tampak cerah. Bintang-bintang bertaburan di langit, membuat suasana malam itu terasa begitu indah. Ia mengingat kembali setiap cerita yang Sasha ceritakan padanya. Ia merasa kasihan pada wanita itu.

     Wanita yang begitu cantik dan mempesona. Ia bisa membayangkan bagaimana cantiknya Sasha saat ia masih remaja. Karena saat ini Sasha tampak sangat mengagumkan dan begitu mempesona, dan ia yakin wanita itu pasti sama mempesonanya saat masih remaja.

     Tak salah jika semua pria mendekatinya dan mencoba merayunya. Namun pria yang bernama Jack itu menyalahgunakan kecantikan Sasha. Entah kenakalan apa yang pria jahat itu pernah lakukan. Tapi baginya, apa yang pria itu lakukan pada Sasha bukanlah sebuah gurauan dan kenakalan remaja pada umumnya.

     Sikap pria itu tidak jauh beda dengan para bajingan dan pemerkosa lainnya. Yang lebih kejam lagi adalah saat itu mereka masih berusia remaja dan sudah bisa berpikiran untuk berbuat seperti itu. Hal yang sangat tidak masuk akal. Hal itu benar-benar merusak Sasha. Merusak kecantikan dan kesucian Sasha.

     Rasa amarah menyelimuti dadanya saat membayangkan kejadian itu. Ingin rasanya ia membunuh para bajingan itu. Genggaman tangan Ted pun semakin kuat mencengkram pinggiran balkon. Ia sama sekali tidak menyangka hal itu bisa menimpa wanita secantik Sasha.

     “Aku sudah siap,” ucap Sasha saat wanita itu keluar dari kamar mandi.

     Ted membalikkan badannya dan menatap langsung ke arah Sasha yang tampak begitu mem-pesona. Wanita itu mengenakan gaun malam berwarna hitam yang sangat elegan. Gaun malam itu melekat sempurna di tubuhnya. Korset berwarna hitam, yang menopang dan menekan bagian payudara itu, membuat tatapan Ted tidak bisa beralih dari tubuh indah itu.

     Gaun itu menunjukkan lekukan tubuh Sasha dengan indah. Punggungnya yang terbuka dan rok gaunnya yang jatuh tepat di atas pahanya yang mulus, menempel serta melekuk di tiap lekukan pinggung dan bokongnya. Membuat tubuh Sasha tampak begitu mengiurkan.

     Rambutnya yang ia gulung ke atas dan sebuah kalung mutiara yang melingkari leher indah itu, membuat Sasha tampil sangat sempurna. Riasan wajah yang tidak terlalu mencolok semakin mempercantik wajah Sasha yang sudah mempesona.

     “Kamu... you look so...” ucap Ted dengan terbata-bata. Kata-kata dari bibirnya seakan-akan malu untuk keluar karena melihat kecantikan Sasha yang begitu memabukkan.

     “Apakah aku tampak aneh?” tanya Sasha dengan wajah merona, malu dengan tatapan Ted yang memperhatikan wanita itu tanpa berkedip sedikit pun.

     Ted berjalan menghampiri Sasha, menarik pinggang Sasha dan melingkarkan kedua tangannya di pinggang itu. “Kamu tampak mengagumkan dan membuatku tak bisa berkata apa-apa,” ucap Ted sebelum ia mencium bibir merah merekah itu dengan lembut.

     Ia tidak akan mengikuti gairah yang saat ini sedang berkobar dalam dirinya. Ia tidak ingin menyakiti Sasha. Ia tidak ingin mengecewakan Sasha. Sekarang ia akan mengenalkan sosok Ted yang sebenarnya. Ia akan memperlakukan Sasha layaknya seorang putri. Oktaviana_viviYa, dia akan membuat Sasha tidak akan melupakan malam ini. Dan Ted akan berusaha membuat Sasha melupakan masa lalunya dan melangkah menuju masa depan yang cerah.

     I promise.

∞∞∞∞∞∞∞∞

     Mereka berdua melangkah bersama menuju acara pernikahan itu. Ted sama sekali tidak mele-paskan tangannya dari tangan Sasha. Ia terus menggenggam tangan itu seakan-akan ia tidak ingin kehilangan kehangatan dari tangan Sasha.

     Wanita itu tampak mengagumkan. Semua mata pria, bahkan wanita pun menatapnya dengan pan-dangan kagum. Ted membawa Sasha melangkah menuju singgasana sang pengantin, melewati puluhan pasang mata yang memandang takjub ke arah Sasha.

     Wajah wanita itu merona merah. Dengan cekatan, Ted melepaskan tangannya dan melingkarkan salah satu tangannya di pinggul Sasha. Membuat wanita itu tersentak karena terkejut. Bahan gaun ini begitu lembut dan Ted yakin wanita itu bisa merasakan sentuhan dan kehangatan tangan Ted di pinggulnya.

     Ted mengiring Sasha dengan lembut, berjalan menghampiri singgasana sang pengantin. Sesam-painya di sana Ted bisa melihat Na yang tampak terkejut melihat dirinya menggandeng seorang wanita. Ted tahu ini bukanlah saat yang tepat dan ia tidak bermaksud untuk merusak acara itu.

     Tapi ia ingin menunjukkan pada Na kalau ia sudah bisa melangkah dan merelakan Na untuk Rico. Ia ingin Na menerima wanita yang akan bersanding dengannya. Seperti ia bisa menerima pria yang bersanding dengan Na.

     Mereka berdua mendekati pengantin dan Rico yang pertama kali berdiri menyambut kedatangan mereka. “Hai Ted, dari tadi aku mencarimu. Ke mana saja, bro?” tanya Rico sambil menjabat tangan Ted.

     “Aku sedang ada urusan tadi. Selamat ya untuk pernikahan kalian,” ucap Ted dengan penuh senyuman.

     “Hai, Sasha. Ternyata kamu bersama Ted, ya?” goda Rico sambil menjabat tangan Sasha. Mata Rico berkedip nakal ke arah Sasha, membuat perasaan Ted sedikit cemburu. Ia langsung menarik Sasha semakin masuk ke dalam pelukannya.

     “Aku...,” jawab Sasha ragu.

    “Ya. Aku sedang menjalin hubungan dengan Sasha sekarang,” jawab Ted langsung, mencoba memberi penjelasan tentang kebersamaan yang sedang mereka tampilkan saat ini.

     Sasha menatapnya dengan pandangan terkejut, begitu juga dengan Na. Ted bisa melihat Na yang dengan reflek membuka mulutnya saat mendengar ucapan Ted. Tapi Ted berusaha tidak memperhatikan hal itu. Oktaviana_viviTed menjulurkan tangannya ke arah Na dan wanita itu pun menjabat tangan Ted dengan cepat. “Elena... Perkenalkan ini adalah Sasha, sepupuku yang mengatur semua acara pernikahan kita,” ucap Rico sambil memperkenalkan Na pada Sasha.

     Wanita itu menjulurkan tangannya ke arah Na, tapi Na sama sekali tidak menyambut tangan Sasha. Ada rasa kesal dalam diri Ted saat melihat sikap Na pada Sasha. Wanita itu menarik tangannya kembali dan berusaha untuk tidak peduli dengan sikap Na yang sinis padanya.

     “Aku sudah mengenalmu,” jawab Na dengan nada sedikit sinis.

     “Aku juga tahu siapa dirimu sebenarnya,” lanjut Na dengan pandangannya yang tajam. Sasha tam-pak terkejut mendengar apa yang Na ucapkan.

     Ted tidak menyukai hal ini. Ia tahu Na pasti akan menyerang setiap wanita yang berada di dekat-nya. Dan sekarang ia berusaha untuk menyerang Sasha. Ted tahu siapa Na, dan ia juga tahu kalau Sasha mempunyai sisi jahat dan gelap dalam dirinya.

     Ia tidak ingin ini menjadi sebuah pertikaian. “Perkenalkan, ini Sasha. Dia adalah calon istriku,” ucap Ted dengan lantang.

     Dengan cepat Sasha menengadahkan wajahnya dan menatap Ted dengan pandangan tidak per-caya. Begitu juga dengan Na. Bahkan Rico pun memandangnya dengan mulut terbuka dan raut wajah terkejut, seakan-akan bola matanya ingin melompat dari kepalanya. Ted mempererat lingkaran tangannya di pinggul Sasha.

     “Kau tidak bercanda kan, Ted?” tanya Rico mencoba memastikan.

     “Tidak. Aku serius dengan ucapanku,” jawab Ted santai. Tersenyum lebar.

     “Bagaimana bisa?” tanya Na dengan nada sedikit tinggi.

     “Cinta pada pandangan pertama. Ya, aku jatuh cinta padanya sejak pertama kali aku melihatnya, menatap matanya dan berbicara dengannya.”

     Ted menjelaskan sambil menatap Sasha dengan lembut. Pandangan penuh kehangatan dan ke-kaguman pada seorang wanita. Tatapan Sasha yang tadinya tampak terkejut, berangsur-angsur melembut dan bibirnya pun mulai tersenyum ke arahnya. Aku suka dengan senyum itu, batin Ted.

     “Baiklah kalau begitu,” kata Rico sambil menyodorkan tangannya untuk memberikan selamat pada Ted.

     “Selamat, ya. Aku harap kamu tidak mempermainkan Sasha, karena dia adalah wanita yang sangat baik,” ucap Rico sambil menjabat tangan Ted dengan antusias.

     “Dia bukan wanita baik-baik!” sanggah Na langsung dengan nada marah, setengah berteriak. Untung alunan musik cukup keras hingga bisa meredam suara Na yang cukup keras itu.

     “Elena!” panggil Rico dengan suara agak sedikit membentak.

     “Dia tidak pantas untuk Ted!!” lanjut Na lagi, wajahnya memerah karena amarah.

     “Hentikan!!”

     Ted menatap Na dengan pandangan penuh amarah. Dia tidak menyukai sikap Na pada Sasha. Na tidak berhak mengaturnya dan Ted pun tidak suka melihat Sasha dipermalukan di depan umum. “Hentikan aku bilang!” lanjut Ted dengan api amarah yang membara di matanya.

     “Aku mencintainya. Dan kau,” ucap Ted sambil menunjukkan jari telunjuknya ke arah Na, “kau tidak boleh menyakitinya sedikit pun.”

     Wajah Na begitu terkejut mendengar kata-kata itu keluar dari mulut Ted. Ya. Aku harus melakukan ini. Demi Na, demi Sasha dan demi kebaikan semuanya. Aku tidak ingin Na menyakiti Sasha. Aku memang mencintai Na, tapi aku sedang berusaha mengubur perasaan itu dalam-dalam. Kehadiran Sasha sangat membantuku melewati semua ini. Tak ada seorang pun yang bisa menyanggah hal itu. Bahkan Na sekalipun.

∞∞∞∞∞∞∞∞

Kamis, 02 Februari 2017

A STOLEN HEART (21+) - BAB 8



BAB 8


     “Aku menyukainya. Aku suka saat kau menciumku,” jawab Sasha lagi, nadanya begitu santai dan wajahnya tersenyum dengan sangat lebar.

     Raut wajah Ted berubah seketika. Sasha tidak tahu apakah wajah itu menunjukkan rasa terkejut atau senang atau marah. Yang Sasha yakin hanya satu, ucapannya itu membuat Ted berpikir tentang sesuatu.

     “Kamu tahu? Sikapmu ini membuatku tidak tenang,” kata Ted sambil mengerutkan alisnya.

     “Beberapa saat yang lalu kamu meneteskan air mata tanpa suara tangis sedikit pun, dan dari artikel yang pernah kubaca, saat seseorang meneteskan air mata tapi tidak mengeluarkan tangis sedikit pun berarti ada masalah dan beban yang begitu berat hingga membuatmu tampak seperti mati rasa.

     Kemudian kamu menangis dengan begitu kencangnya, seakan-akan kamu melepaskan semua bebanmu. Setelah itu kamu terdiam dan tak lama kemudian dengan mudahnya kamu tersenyum lebar di hadapanku.

     Aku tidak tahu harus berkata apa. Tapi aku tahu kamu memiliki suatu beban yang begitu berat yang membuatmu menjadi sosok wanita seperti ini,” jelas Ted sambil menggenggam kedua tangan Sasha.

     Sasha terkejut saat mendengar kata-kata itu keluar dari bibir Ted. Ia menatap pria itu dan dengan perlahan ia melepaskan genggaman pria itu. “Aku... Aku baik-baik saja,” ucap Sasha agak terbata-bata, namun ia tetap memaksakan senyum di wajahnya.

     “Jangan tersenyum seperti itu!” kata Ted dengan nada agak tinggi seperti membentaknya. Kedua tangan pria itu berada di pundak Sasha. Tangan itu terasa sedikit mencengkram dan mengguncang tubuh Sasha.

     “Semakin kamu tersenyum, semakin aku yakin kalau ada yang salah dengan dirimu. Kamu tidak bisa menutupi hal itu,” lanjut Ted, wajahnya semakin khawatir.

     Sasha tidak berkata apa-apa. Dia hanya menatap lurus ke arah Ted. Memperhatikan setiap perubahan ekspresi pria itu. Mendengarkan setiap kata yang pria itu ucapkan. Wajah tersenyum Sasha pun seketika berubah menjadi datar. Sinar matanya tampak gelap dan mencekam.

     “Apakah kamu masih mau bicara denganku jika kamu mengetahui betapa kotornya aku? Betapa rusaknya diriku?” tanya Sasha dengan nada yang begitu dalam dan menegangkan. Raut wajahnya begitu datar dan tak terbaca.

     “Apakah kamu masih mau mengenalku jika kamu mengetahui siapa aku yang sebenarnya?” tanya Sasha lagi, kali ini kedua tangannya menyentuh kedua tangan Ted yang berada di pundaknya. Membawa kedua tangan itu menjauh dari tubuhnya.

     “Apa maksudmu?” tanya Ted, wajahnya tampak tidak mengerti dengan apa yang Sasha ucapkan.

     “Aku ini wanita kotor, Ted. Dan aku yakin kamu tidak akan menemuiku lagi setelah kamu menge-tahui siapa diriku sebenarnya,” ucap Sasha sambil memalingkan pandangannya dari Ted.

     Pria itu menarik tangan Sasha, membuatnya kembali menghadap ke arah Ted. Cengkraman Ted membuat tangan Sasha merasakan sakit di pergelangannya. Tenaga pria itu begitu besar dan kuat. “Jelaskan padaku!” pinta Ted dengan nada memerintah.

     Sasha menatap mata Ted dengan tajam, penuh amarah dan kebencian. Semua pria sama saja. Kasar, suka menuntut dan memperlakukan wanita seperti pelayan seksnya. Semua pria sama saja. Batin Sasha penuh kebencian.

     Sisi gelap dalam diri Sasha mulai bangkit dan seketika itu juga mendominasinya. Sosok Sasha yang riang dan menyenangkan hilang begitu saja. Yang ada sekarang adalah Sasha yang penuh kegelapan, misteri dan kejam.

     “Kamu... sama... seperti... Jack!” ucap Sasha dengan perlahan namun penuh amarah.

     “Jack? Siapa Jack? Apa maksudmu?” tanya Ted, wajahnya tampak semakin tidak mengerti dengan apa yang Sasha ucapkan.

     “Ya... Jack... kalian semua sama saja,” ucap Sasha sambil tersenyum sinis.

    “Ada apa denganmu, Sha? Apa yang membuatmu menjadi seperti ini?” tanya Ted dengan nada agak tinggi, pria itu tidak melepaskan tangan Sasha sama sekali.

     Tatapan Sasha begitu tajam dan sinis. Ted pun tidak gentar sedikit pun dengan tatapan itu, bahkan pria itu semakin keras dan berusaha kuat untuk membuat Sasha membuka aibnya pada Ted. Sasha berpikir mungkin ia harus berusaha lebih keras dari biasanya. Pria ini memang berbeda dengan pria yang pernah ia kenal.

     Setiap kali Sasha menunjukkan sisi gelapnya, menatap pria-pria itu dengan tajam dan tersenyum layaknya seorang psikopat, para pria itu pasti mundur dengan sendirinya. Meninggalkannya dan lari ketakutan. Setelah itu Sasha hanya bisa tertawa kencang dan tak lama kemudian ia akan mengurung dirinya di kamar, menangis sekencang-kencangnya.

     Tapi Ted tidak melakukan hal itu. Pria ini tetap di sampingku, terus berusaha membuat ku bercerita dan tidak tampak takut sedikit pun. Mungkin aku harus menggunakan cara lain untuk membuat pria ini pergi dari sisinya. Ucap sisi gelap Sasha dalam hatinya.

    “Apakah kamu siap mengetahui siapa aku sebenarnya?” tanya Sasha dengan suara sinis dan tatapan tajam.

     “Terserah! Selama hal itu bisa membuatmu kembali menjadi Sasha yang ku kenal, aku akan siap.”

     Sasha menatap pria itu sekali lagi, menatapnya dengan tajam dan tak tampak sedikit pun ketakutan di mata pria itu. Ya, dia harus melakukan hal ini untuk membuat Ted menjauh darinya.

     “Aku adalah seorang wanita yang kotor, yang sudah tidak suci dan tidak pantas untuk dimiliki oleh pria manapun. Seorang pria telah merebut semuanya dariku.”

     Ia berhenti sejenak, menarik nafas. Dadanya terasa sesak. “Ya. Jack. Pria itu bernama Jack. Pria bejat yang dengan mudahnya mengambil kesucianku hanya dengan tipu muslihatnya."

     "Apakah kamu masih ingin mendengar kelanjutannya?” tanya Sasha sambil meneliti dan membaca raut wajah Ted. Tapi pria sama sekali tidak berubah. Masih sama seperti sebelumnya.

     “Baiklah, aku akan lanjutkan,” ucap Sasha sambil terus menatap Ted.

     “Aku mencintainya. Aku bertemu dengannya saat aku masih berusia tujuh belas tahun. Saat itu aku masih sekolah di Australia. Pria itu begitu tampan dan mempesona. Tak seorang wanita pun yang dapat menolak ketampanannya.

     Dia tahu aku menyukainya dan rela memberikan segalanya. Ya. Dia tahu. Dan dia memperalatku. Hehehehe,” ucap Sasha sambil tertawa kecil. Tawa yang sinis dan dingin.

     “Dan kamu tahu? Begitu polosnya aku saat pria itu mengatakan betapa cantiknya diriku dan betapa ia mencintaiku. Ya, dia mengatakan hal itu. Dan aku sangat membenci diriku yang cantik sehingga membuat pria itu mempunyai pikiran jahat padaku.”

     Sasha menghentikan kata-katanya sejenak, mencoba mengatur setiap kata yang akan ia ucapkan. Berusaha membuat kata-kata yang membuat Ted menjauh darinya. Tangan pria itu terus menggenggam pergelangan tangan Sasha. Bahkan semakin erat.

     “Aku tahu Jack adalah seorang perayu ulung dan aku sudah mendengar rumor tentang dirinya. Dan kamu tahu? Aku tidak memperdulikan hal itu. Aku terlalu mencintainya dan percaya padanya. Kami menjalin hubungan selama hampir satu tahun, sampai tiba saatnya dimana dia mengajakku pergi ke pesta kelulusan. Aku begitu bahagia. Semua teman-temanku memujiku karena aku bisa membuat seorang player sejati takluk padaku.

     Saat itu kami sedang asik menghadiri acara pesta kelulusan, kemudian ia mengajakku keluar dari ruangan itu. Jantungku berdebar dengan sangat cepat, karena aku tahu aku akan bercinta dengannya. Ya. Aku tahu hal itu akan terjadi. Dan betapa bodohnya diriku, aku sangat senang. Aku begitu menantikan hal itu. Kami berjalan ke tempat di mana bus sekolah diparkir. Ada beberapa bus di sana.

     Aku melihat sebuah bus yang sudah dipersiapkan untuk kami. Jack membawaku mendekati bus itu dan membukakan pintunya untukku. Di dalam sana sudah tersedia sebuah karpet panjang berwarna biru tua dan beberapa lilin indah bersinar lembut di dalam bus itu.

     Aku begitu bahagia karena berpikiran betapa romantisnya saat itu. Hahahahaha, bodohnya diriku.” Sasha tertawa lepas. Menertawakan dirinya sendiri. Menertawakan kebodohan dan keluguannya. Tapi Ted tak bergeming sedikit pun. Pria itu tetap diam dan mendengarkan setiap ceritanya.

     “Kenapa kamu tidak tertawa? Itu adalah hal yang lucu, iya kan?” ucap Sasha lalu ia pun tertawa lagi hingga air matanya keluar. Ted tidak tertawa dan Sasha langsung menghentikan tawanya itu. Ia menarik nafas dalam-dalam dan menghelanya dengan cepat.

     “Oh iya, sampai mana tadi aku bercerita?” tanya Sasha mencoba untuk membuat pria itu berbicara.

     “Bus dan hal romantis lainnya,” jawab Ted cepat.

     “Kamu menyimak rupanya. Baiklah, akan kulanjutkan.”

     Sasha menarik nafasnya sekali lagi. “Setelah semua hal romantis yang sangat memabukkan itu, ia memberikanku sebuah minuman. Jack mengatakan itu adalah sebuah wine yang sangat mahal dan terkenal. Aku begitu penasaran dan meneguknya begitu saja. Dan yang aku tahu selanjutnya adalah aku terbangun keesokan paginya, telanjang dan sendirian.”

     Sasha menghentikan kata-katanya. Kilatan akan kejadian itu terpampang jelas di dalam pikirannya. Ia ingin menangis namun kehampaan dalam dirinya membuat ia bagaikan mayat hidup. Tidak bisa merasakan kesedihan atau pun sakit hati. Yang ia rasakan hanya kehampaan.

     Ted tidak mengatakan sepatah kata pun. Pria itu menunggu dengan sabar. Entah apa yang sedang Ted pikirkan saat ini, Sasha tidak peduli sama sekali. Yang ia inginkan hanya satu. Pria ini menjauh dan melupakan dirinya.

     “Aku langsung mengenakan pakaianku, keluar dari dalam bus itu. Saat aku berjalan menuju pintu keluar sekolah, aku mendengar suara beberapa anak pria sedang berbicara di balik tembok besar. Mereka tertawa keras sambil menyebut-nyebut namaku.

     Aku menghampiri mereka dan betapa terkejutnya aku saat melihat Jack bersama beberapa teman-nya sedang melihat video diriku yang sedang pingsan, telanjang dan tak berdaya. Pria itu mempermainkan tubuhku layaknya sebuah boneka.

     Dalam video itu terlihat jelas setiap jengkal tubuhku. Payudaraku, wajahku, bahkan bagian kewani-taanku pun terpampang jelas di sana. Aku begitu marah dan malu. Oktaviana_viviLalu salah satu temannya menyadari kehadiranku dan menghampiriku yang sedang mengintip di balik tembok itu. Laki-laki itu menarikku dan memojokkan diriku. Pria itu membanting tubuhku yang lemah hingga menghantam sebuah tembok yang sangat keras.

     Tubuhku begitu kesakitan dan mereka malah menertawakanku. Mereka semua berencana untuk memperkosaku. Aku benar-benar takut dan tidak tahu harus berbuat apa. Dan kamu tahu? Sisi gelap dalam diriku muncul begitu saja. Ya. Diriku yang jahat muncul begitu saja.

     Yang kuingat saat itu adalah aku melihat salah seorang dari mereka berlumuran darah dan tampak pucat. Tubuhnya kaku dan yang lainnya melihatku dengan tatapan penuh ketakutan padaku. Mereka semua berlari dengan sangat cepat dan menghilang begitu saja dari hadapanku.”

     Sasha tertawa lagi. Ia tertawa begitu kencang, meluapkan semua perasaannya. Air matanya mene-tes namun ia sama sekali tidak merasakan sedih sedikit pun. Yang ia rasakan hanya perasaan puas dan senang.

     “Ya... mereka lari begitu saja...hahahaha,” cerita Sasha diiringi tawanya yang kencang.

    “Mereka tampak sangat lucu. Lucu sekali. Tapi setelah kejadian itu, aku sama sekali tidak ingat,” jelas Sasha sambil mengangkat bahunya, “aku terbangun di dalam ruangan rumah sakit keesokan harinya dan tak ada seorang pun yang berani bercerita tentang apa yang terjadi padaku, bahkan kedua orang tuaku.

     Aku kembali ke rumah beberapa hari kemudian. Kedua orang tua ku sama sekali tidak pernah membahas ataupun menceritakan apa-apa padaku. Yang aku tahu semua masalahku sudah beres dan pengacara orang tuaku sudah mengurus semuanya. Tapi mereka tidak bisa menyembunyikan hal itu selamanya.

     Salah seorang temanku bertemu denganku di salah satu mall, dan ia menceritakan semuanya padaku. Video tentang diriku dan kematian salah satu pria itu telah diketahui oleh seluruh warga sekolah.

      Orang tua pria itu menuntutku dan dengan keahlian pengacara dari orang tuaku, aku terbebas dari segala tuduhan. Mereka mengatakan bahwa aku membela diriku karena para pria itu hendak memperkosaku. Aku mengatakan bahwa hal itu benar adanya, namun temanku tidak mau percaya padaku.

    Aku tidak tahu cerita apa lagi yang tersebar tentang diriku. Namun kematian pria itu dan video tentang diriku benar-benar merusak semuanya. Tak ada yang mau berteman denganku lagi dan jika pun ada pria yang mendekatiku, mereka hanya penasaran dengan tubuhku. Bahkan mereka dengan beraninya bertanya apakah tubuhku semulus yang ada di video.

     Lalu aku memutuskan untuk pindah ke Indonesia, mengubah diriku dan penampilanku. Aku menye-lesaikan kuliahku dan membangun usaha di Indonesia bersama sahabatku. Sahabat yang sama sekali tidak mengetahui masa laluku.”

     Sasha menghentikan ceritanya. Ia merasa hal itu sudah cukup untuk diketahui oleh Ted, dan ia berharap pria itu menjauh darinya. Sasha menatap Ted dengan tajam, raut wajahnya begitu sinis dan dingin. Namun Ted tak bergeming sedikit pun.

     “Hanya itu?” tanya Ted dengan ringan.

     Sebuah pukulan keras menghujam dadanya saat Ted mengatakan hal itu. Sasha terkejut bukan main. Pria ini tampak tidak takut bahkan tidak menjauh sedikit pun. Genggaman tangan Ted pun mulai melonggar. Sasha bisa merasakan dinginnya angin laut menyentuh bekas genggaman tangan Ted.

     Ada apa dengan pria ini? kenapa Ted tidak mundur sedikit pun? Kenapa pria ini tidak pergi dan menjauh dariku? KENAPA??
∞∞∞∞∞∞∞∞