Rabu, 27 Juli 2016

A HARD CHOICE - PART 10



PART 10

Waktu menunjukkan pukul sebelas malam. Desi masih berusaha untuk bisa tidur dengan nyenyak. Kehadiran Mike di rumah ini membuatnya tidak dapat tidur dengan tenang. Ia memeriksa lagi pintu kamarnya untuk yang ke tiga kalinya. Terkunci. Namun dia tetap saja tidak bisa tidur.
Desi bangun dari tempat tidur dan membuka pintu kamarnya. Ia berjalan menuju dapur, mengambil segelas air dan meminumnya hingga gelas itu kosong. Desi berjalan ke kamar tidurnya. Ia melirik ke arah ruang tamu, dimana Mike tertidur dengan nyenyak di atas sofa tamu.
Tanpa disadari, Desi melangkah ke arah Mike yang sedang tertidur. Ia memperhatikan wajah Mike yang terlelap. Wajahnya begitu tampan dan mempesona dalam tidurnya yang lelap. Ingin rasanya Desi mengecup bibir indah Mike, namun Desi tidak ingin membuat Mike beranggapan yang tidak-tidak.
Ia meninggalkan Mike dan melangkah masuk ke dalam kamar tidurnya. Desi memasang alarm kemudian dia berbaring di tempat tidurnya. Ia memejamkan matanya. Tak lama kemudian ia pun tertidur.
∞∞∞∞∞∞∞∞∞∞
Alarm berbunyi, Desi terbangun dari tidurnya dan langsung bergegas masuk ke kamar mandi. Dengan cepat ia membasuh tubuhnya, menyikat gigi lalu mengeringkan rambutnya yang basah. Ia pun mengenakan pakaian yang sudah ia siapkan semalam agar bisa mempersingkat waktunya.
Setelah ia berpakaian, ia memoleskan make up di wajahnya yang halus. Lalu menyisir rambutnya. Ia membiarkan rambutnya yang hampir kering, tergerai. Desi keluar dari kamarnya dan melihat Mike yang masih tertidur pulas.
Desi pergi ke ruang dapur dan mempersiapkan roti panggang dan segelas teh manis untuk sarapan. Jam masih menunjukkan pukul setengah tiga subuh. Setelah roti panggangnya siap, Desi menyajikannya di atas piring putih dan meletakkannya di atas meja makan.
Setelah mempersiapkan semuanya, Desi membawa koper kecil dan tas laptopnya ke ruang tamu. Desi pun menghampiri Mike yang masih tertidur nyenyak. "Mike. ", panggil Desi mencoba untuk membangunkan pria itu. "Mike.", panggil Desi lagi, tapi pria itu sama sekali tidak bergerak.
Mungkin suaraku terlalu pelan. Pikir Desi. "Mike!", panggil Desi lagi, kali ini sambil sedikit mengguncang tubuh pria itu. Mike pun membuka matanya dengan malas. Mike meregangkan tubuhnya, lalu bangun dan duduk di sofa itu. Desi pun duduk di samping Mike.

"Jam berapa ini?", tanya Mike. Suaranya berat. Wajahnya masih terlihat mengantuk dan sesekali menguap.
"Hampir jam tiga subuh.", jawab Desi sambil memperhatikan tingkah laku Mike. Pria itu menutup wajahnya dengan kedua tangannya yang besar. Mengusap wajahnya. Lalu salah satu tangannya mencoba merapihkan rambutnya yang berantakan. Lucu. Pikir Desi.
"Cepat sekali sudah subuh. ", kata Mike sambil menguap.
"Ya. Aku sudah menyiapkan roti panggang dan teh manis untukmu. Sebaiknya kamu mengisi perut sebelum kita berangkat. ", kata Desi.
"Bolehkah aku ke kamar mandi sebentar?", tanya Mike.
"Silahkan. Pakai saja kamar mandiku. Ada sabun cair kalau kamu mau pakai.", jawab Desi sambil beranjak dari sofa, lalu berjalan menuju ruang makan. Mike berdiri dan berjalan menuju kamar tidurnya lalu menghilang di balik pintu. Desi menarik kursi dan duduk sambil mengambil selembar roti panggang.
Desi mengoleskan selai coklat di atas roti panggang itu lalu mengambil lagi selembar roti panggang. Mike keluar dari kamar tidurnya lalu berjalan ke arahnya. "Maaf, apa aku bisa pinjam handuk?", tanya Mike. Wajahnya memerah saat bertanya kepada Desi. Malu.
"Oh...ada... Sebentar ya.", jawab Desi. Lalu ia pun berjalan menuju kamarnya dan Mike mengikuti dari belakang. Mike masuk lagi ke dalam kamar mandi, sedangkan Desi mencari handuk yang pantas untuk dia berikan pada Mike.
Desi mengambil selembar handuk berwarna biru, lalu menutup lemarinya. Desi mengetuk pintu kamar mandi, berniat memberikan handuk pada Mike. Tidak ada jawaban. Desi mengetuk pintu kamar mandi untuk yang kedua kalinya dan tidak ada jawaban juga.
Apa yang dia lakukan? Pikir Desi. Ia mencoba mengetuk pintu lagi, namun tidak ada jawaban juga. Desi menekan gagang pintu dan mendorong pintu itu sedikit. Dia melihat Mike, yang sedang berendam dalam bathtub dan tertidur.
Pantas saja dari tadi aku mengetuk pintu tidak ada jawaban. Kata Desi dalam hati. Desi menghampiri pria itu dan menatap dada bidang Mike yang telanjang. Benar-benar indah dan seksi. Wajahnya yang tertidur membuat dirinya semakin mempesona.
Pria ini kliennya. Pria ini menciumnya. Dan sekarang, pria ini sedang berendam dan tertidur di dalam bathtub-nya. Apa yang sedang mereka lakukan sekarang? Apa yang mereka jalani saat ini? Dan kenapa ia merasa tenang dan senang saat melihat pria itu dengan kondisi seperti ini? Pikir Desi.
Semua berjalan begitu cepat. Gejolak dan penolakan yang dia berikan malah membuat pria ini semakin hari semakin dekat dengan dirinya. Apakah Desi mulai membuka hatinya untuk pria ini? Jika hal itu benar, ia harus menjaga agar perasaannya tidak mengacaukan pekerjaannya. Pikirnya lagi.
"Mike.", panggil Desi sambil terus memandang pria itu. Matanya tidak bisa berhenti mengamati pria itu.
"Mike.", panggil Desi lagi. Mike pun membuka matanya dan terkejut melihat Desi yang berdiri di hadapannya.
"What the.... Apa yang kau lakukan?", tanya Mike. Wajahnya merona. Mike mencoba menutupi tubuhnya dengan gumpalan busa yang ada di dalam bathtub itu.
"Tenang saja. Aku hanya ingin memberikan handuk ini.", jawab Desi, wajahnya pun merona. Matanya masih terus memandangi Mike.
"Apa yang kau lihat?", tanya Mike kesal bercampur malu.
"Nggak ada.", jawab Desi. Ia memalingkan wajahnya dan beranjak dari tempat itu. Ia pun meletakkan handuk di atas wastafel kecil di samping bathtub.
"Sebaiknya kau jangan tidur lagi di dalam sana. Kita mau berangkat.", kata Desi sambil meninggalkan Mike di dalam kamar mandi. Desi menutup pintu kamar mandi dan berdiri diam di balik pintu. Jantungnya berdegup dengan kencang.
Situasi ini benar-benar membuat gairah Desi bergelora, jantungnya berdegup sangat kencang. Mike begitu mempesona dan menggoda. Dadanya yang bidang dan tangannya yang terbentuk indah, membuat Desi membayangkan dirinya berada dalam dekapan pria itu.
Hufff ... Hufff... Desi menghembuskan nafasnya, berusaha untuk menenangkan dirinya. Terdengar suara cipratan air dari balik pintu. Tampaknya Mike sudah selesai mandi. Desi berjalan cepat keluar dari kamarnya. Dia menutup pintu kamar itu dan berjalan menuju meja makan.
Tak lama kemudian, Mike keluar dari kamar tidurnya. Wajahnya segar, rambutnya agak basah namun tampak sensual. Pria itu masih mengenakan pakaian yang sebelumnya. Mike berjalan menuju meja makan, Desi mencoba untuk tidak menatap pria itu.
"Terima kasih sudah ijinin aku pakai kamar mandinya.", kata Mike sambil menarik kursi.
"Sama-sama. Nih, sarapan dulu. Biar kita bisa berangkat.", balas Desi sambil menyodorkan piring yang berisi roti. Desi berdiri dan mengisi teh manis ke dalam gelas Mike. "Thanks...", kata Mike sambil meminum minumannya. Desi duduk kembali di kursinya dan melanjutkan sarapannya.
Mereka berdua melahap roti panggang itu dengan tenang. Tak ada kata-kata basa basi. Desi berusaha tidak menatap mata Mike, ia takut bayangan Mike dalam bathtub kembali muncul dalam pikirannya. Mike pun asik dengan santapannya.
"Terima kasih untuk sarapannya.", kata Mike sambil mengangkat piring dan gelasnya. Mike berjalan menuju tempat cuci piring. Pria itu mencuci piring dan gelasnya.
"Apa yang kau lakukan?", tanya Desi yang masih asik mengunyah.
"Nyuci piring.", jawab Mike singkat.
"Jangan. Biar aku saja.", gumam Desi sambil beranjak dari kursinya, mulutnya masih mengunyah roti yang ada di dalam mulutnya. Ia membawa piring dan gelas kotor, lalu berjalan ke arah Mike yang sedang mencuci piring. Desi melihat Mike yang begitu telaten mencuci piring.
"Kau bisa nyuci piring?", tanya Desi kaget.
"Memang ada yang aneh?", tanya Mike
"Kau kan seorang 'TUAN'. Biasa hidup santai dan selalu dilayani.", kata Desi mengejek
"Aku hidup sendiri saat kuliah di Amerika. Jadi mau nggak mau, ya aku harus mengurus hidupku sendiri.", kata Mike sambil tertawa kecil, kedua tangannya asik menyuci piring.
"Kedua orang tuaku tidak pernah mendidikku menjadi anak manja, yang selalu mendapatkan semuanya dengan mudah. Mereka selalu mengajarkanku nilai kemandirian dan tanggung jawab. Walaupun orang tuaku memiliki kekayaan, tapi aku tidak pernah menerima sesuatu dengan mudah. Aku harus belajar, berusaha dan bekerja keras dengan keringatku sendiri.", jelas Mike.
Desi terpana mendengar penjelasan Mike. "WAW... Orang tua yang hebat.", ucap Desi. "Sini piringnya.", kata Mike sambil meminta piring dan gelas yang Desi bawa.
"Orang tuaku, terutama ayahku. Selalu mendidikku dengan lembut dan penuh pengertian. Dia selalu mengajarkan bahwa kami sebagai laki-laki bukan hanya sebagai kepala. Tapi kita juga harus bisa menjadi tangan, kaki dan tubuh bagi keluarga. Seorang pria yang hebat harus bisa menjadi penolong, pekerja dan pelindung bagi keluarganya. Karena itu, ayahku selalu mendidikku untuk mandiri dan bertanggung jawab.", jelas Mike.
"Ketika kedua orang tuaku meninggal, mereka mewarisiku seluruh aset dan semua kekayaan mereka. Tapi mereka tidak semudah itu memberikan semua ini kepadaku. Ada beberapa syarat yang mereka berikan padaku agar aku benar-benar bisa memiliki semuanya.", lanjut Mike. Desi mendengarkan dengan baik.
"Hampir semua persyaratan mereka dapat aku penuhi. Dan aku akan terus berusaha sampai semua warisan itu benar-benar jatuh ke tanganku dan bukan ke tangan orang yang tidak bertanggung jawab. Aku tidak ingin kekayaan yang dibangun dengan susah payah oleh kedua orang tuaku, hancur dan hilang begitu saja.", kata Mike sambil meletakkan piring ke raknya.
"Dan diumurku yang sekarang, masih ada satu syarat lagi yang belum bisa aku penuhi. Hal itu sangat berpengaruh kepadaku. Karena saat aku berusia tiga puluh dan belum memiliki istri, maka rumah kediamanku, tempat di mana aku dibesarkan, akan diberikan kepada salah satu panti sosial yang ditunjuk oleh ayahku.", kata Mike kesal sambil berjalan ke arah ruang tamu.
"Memang sekarang umurmu berapa?", tanya Desi sambil mematikan lampu dapur dan lampu ruang tamu. Mereka pun keluar dari rumah itu.
"Masih dua puluh sembilan tahun. Lima bulan lagi aku akan berumur tiga puluh tahun.", jawab Mike sambil mengangkat koper Desi dan memasukkannya ke dalam mobil.
"Apa? Dua puluh sembilan?", tanya Desi memastikan. Desi mengunci pintunya dan berjalan ke arah Mike yang sedang menutup pintu mobilnya.
"Ya. Apa ada yang salah?", tanya Mike bingung.
"Ternyata aku lebih tua darimu, ya. Hahaha...", kata Desi sambil tertawa kegirangan.
"Memang umurmu berapa?", tanya Mike sambil membukakan pintu untuk Desi.
"Tahun ini masuk ke tiga puluh tiga.", jawab Desi. Wajahnya tersenyum malu, pipinya merona. Mike menatap Desi dan rautnya keheranan.
"Masa?", tanya Mike memastikan.
"Iya. Memangnya kenapa?", tanya Desi balik
"Aku kira kau seusia denganku. Bahkan aku kira dirimu lebih muda dariku. Wajahmu tidak menunjukkan kalau kau berusia kepala tiga.", jawab Mike.
"Kenapa? Apakah masalah?", tanya Desi. Wajahnya tiba-tiba cemberut, tidak suka.
"Nggak... Tidak masalah sama sekali.", jawab Mike sambil tersenyum. Mike menutup pintu Desi. Pria itu masuk ke dalam mobil, duduk dan menyalakan mesin mobilnya.
"Semua sudah siap?", tanya Mike.
"Sudah.", jawab Desi singkat.
"Kau benar-benar tidak seperti berusia kepala tiga.", ucap Mike sambil memperhatikan Desi dari ujung kaki ke kepala, dan tersenyum.
"Mike! Kau ini...", ucap Desi kesal.
"Baiklah... baiklah...", balas Mike dan mereka pun berangkat menuju Hotel meninggalkan rumah Desi.

∞∞∞∞∞∞∞∞∞∞

Tidak ada komentar: