PART 1
" Aku mencintaimu, Des. Percayalah padaku."
" Aku juga mencintaimu, Steve. "
Steve menatapnya dengan penuh cinta, kemudian memeluknya. Desi
menghirup dalam-dalam aroma tubuh Steve saat pria itu memeluknya dengan begitu
erat. Desi terbuai dalam pelukan Steve.
Namun, lama
kelamaan pelukan Steve semakin merenggang. Desi pun terkejut dan menatap mata
pria itu dalam-dalam. "Steve... kenapa?", tanyanya dengan lirih.
Steve semakin lama semakin menjauh darinya. Desi mengejar Steve yang berjalan
terus menuju sebuah titik.
Desi terus
berlari sambil memanggil nama pria itu. Air matanya mengalir begitu deras. Air
mata itu terasa begitu panas di wajahnya. Steve sama sekali tidak mencoba untuk
berhenti.
Desi
menghentikan langkahnya. Hatinya hancur. Dunianya runtuh. Desi menatap Steve
memeluk seorang wanita yang tersenyum begitu bahagia.
Desi tidak
percaya dengan apa yang dia lihat. Steve, pria yang dia cintai, memeluk seorang
wanita dengan begitu mesranya dan tidak memperdulikan keberadaan dirinya.
"Steve...", panggilnya dengan nada yang begitu pelan. Pria itu pun
memalingkan wajahnya dan memandang Desi yang berdiri di seberangnya. Tatapannya
kosong, berbeda sekali dengan tatapannya saat pria itu memeluknya.
"Kenapa?",
tanyanya lagi. Kali ini dengan nada penuh amarah. Namun Steve hanya tersenyum
kepadanya. Wanita yang berada dipelukan pria itu pun terus melingkarkan tangannya
di pinggang Steve, seakan tidak ingin kehilangannya.
"Aku
mencintai wanita lain. Maafkan aku.", kata Steve dengan singkat lalu
mereka berdua pun membalikkan badan dan melangkah pergi meninggalkan Desi yang
menangis tersedu. Hatinya hancur berkeping-keping. "STEVE !!!!",
teriaknya dalam tangis.
∞∞∞∞∞∞∞∞∞∞
Desi terbangun dari tidurnya. Perasaannya begitu lelah. Nafasnya
terengah-engah. Mimpi buruk itu terus menghantuinya. Sudah tiga tahun kejadian
buruk itu menimpanya, namun rasa hancur dan sakit yang dia rasakan tidak pernah
hilang. Steve, pria yang begitu dia puja dan dia harapakan, meninggalkannya
tepat sebulan sebelum acara pernikahan mereka dilangsungkan.
Keringat menetes di dahinya. Jantungnya berdebar begitu kencang.
Sampai saat ini pun, Desi masih memimpikan kejadian itu. Desi memejamkan
matanya dan memeluk tubuhnya sendiri dengan begitu eratnya. Air matanya
mengalir.
Butuh beberapa menit untuk mengembalikan dirinya ke dunia nyata.
Desi menghela nafas panjang dan mengusap air matanya. Aku harus
kuat. Katanya dalam hati, mencoba menguatkan dirinya untuk yang
kesekian kalinya.
Ia bangkit dari tempat tidurnya dan mencoba untuk berdiri. Desi
berjalan menuju pintu kamar kemudian membukanya dengan perlahan. Ditatapnya
seluruh ruangan yang ada di hadapannya.
Rumah ini seharusnya menjadi rumah impiannya bersama Steve. Ia
membeli rumah ini bersama dengan pria itu. Mereka berdua menabung cukup lama
dan akhirnya mereka sanggup membeli rumah impian ini.
Namun semua itu hancur. Steve meninggalkannya dan dengan berat
hati Desi harus menerima rumah ini. Keluarga Steve sangat kecewa dengan
kelakuan anak mereka dan dengan mudahnya mereka memberikan rumah ini kepada
Desi sebagai tanda permohonan maaf.
Desi tidak mau menerima rumah ini begitu saja, tapi ibu Steve
memaksa dan memohon kepadanya untuk menerima rumah ini. Namun Desi, dengan
penuh amarah dalam hatinya, mengembalikan uang Steve sesuai dengan jumlahnya
saat pria itu membeli rumah tersebut.
Sejak kejadian itu, Desi memutuskan untuk membiarkan rumah itu
kosong dan tetap tinggal di rumah kedua orang tuanya. Namun, satu tahun sejak
kejadian itu berlalu, kedua orang tuanya pun mulai mencoba untuk mengenalkan
dirinya kepada beberapa pria.
Pada awalnya, Desi mencoba untuk menolaknya dengan baik-baik. Tapi
semakin lama, kedua orang tuanya semakin genjar dan pantang menyerah. Hampir
setiap minggu ada satu pria yang datang ke rumah beserta kedua orang tuanya,
berusaha untuk diperkenalkan kepadanya. Orang tuanya berharap Desi mau membuka
hatinya dan melanjutkan hidup.
Ia mengerti bahwa kedua orang tuanya khawatir padanya. Tapi
tindakan ini sama sekali tidak dia butuhkan. Luka ini terlalu dalam. Tidak akan
semudah itu untuk mengembalikan dan membuka hatinya kembali untuk pria lain.
Sampai akhirnya Desi memutuskan untuk pindah dari rumah orang
tuanya. Dan di sini lah dia. Sendirian. Tanpa pasangan. ALONE.
Desi melangkahkan kakinya menuju dapur dan mengambil gelas
kemudian mengisinya dengan air lalu meneguk air tersebut hingga gelas itupun
kosong. Desi menatap bayangan dirinya yang terpantul di kaca jendela dapur. Ia
begitu hancur. Begitu sakit. Entah sampai kapan dia akan seperti ini.
Langit masih gelap, namun matanya sudah tidak merasakan kantuk. Ia
pun melangkah menuju sofa dan membaringkan tubuhnya di sana. Ia menyalakan TV
dan menekan tombol remote tanpa tahu apa yang ingin dia tonton.
Akhirnya dia pun mematikan TV tersebut dan mencoba untuk memejamkan matanya
kembali.
Matanya tertutup namun pikirannya sama sekali tidak bisa berhenti
berputar. Desi bangkit dari sofa dan berjalan menuju ruang kerjanya yang berada
tepat di samping kamar tidurnya. Ia pun duduk di kursinya dan menyalakan laptopnya.
Desi membuka email nya dan membaca satu persatu email yang
masuk.
Sebagai seorang wanita mandiri, Desi memutuskan untuk membuka
usaha kecil-kecilan. Dia mendirikan usaha sebagai seorang penyelenggara acara
atau event organizer bersama
dengan kedua sahabatnya. Pekerjaan ini sudah mereka jalani selama enam tahun
dan mereka memiliki beberapa klien yang sangat terkenal.
Mereka bertiga memutuskan untuk memindahkan kantor ke rumah Desi
daripada harus menyewa ruang kantor. Kedua temannya beranggapan hal ini bagus
untuk mereka. Selain menghemat biaya sewa, mereka pun menjadi lebih mudah untuk
menjaga Desi.
Desi merupakan seorang yang ulet, lihai dan teliti, maka dari itu
dia menjadi seseorang yang selalu mengurusi jadwal dan semua yang berkaitan
dengan keuangan. Sedangkan Maira dan Sasha, yang supel dan periang, memiliki
keahlian untuk bernegosiasi dengan klien dan mengatur setiap kegiatan di
lapangan.
Untuk minggu ini mereka memiliki sekitar dua acara gathering perusahaan.
Desi mencatatnya dalam buku catatannya. Kemudian dia membaca lagi beberapa email yang
tersisa. Setelah itu, dia mematikan laptop nya.
Tak terasa matahari pun mulai muncul. Saatnya untuk mandi dan
mempersiapkan dirinya untuk menjalani hari-harinya yang penuh dengan pekerjaan.
Desi berjalan menuju kamar tidurnya, lalu membuka pintu kamar mandinya. Dia
menuangkan sabun ke dalam bathtub dan
menyalakan kran airnya. Saat air sudah hampir penuh, Desi membenamkan dirinya
ke dalam bathtub indah kesayangannya sambil bersantai
sejenak.
∞∞∞∞∞∞∞∞∞∞
Tidak ada komentar:
Posting Komentar