Minggu, 14 Januari 2018

BEAUTIFUL MADNESS (21+) - BAB 5



BAB 5

            Jack melempar jasnya begitu saja di lantai. Ia benar-benar kesal dan marah hari ini. Jack menyisirkan jemari di rambutnya dengan kasar. Pertemuan di hotel dengan pemilik perusahaan yang ingin ia akuisisi tidak berjalan sesuai dengan yang ia harapkan. Mereka meminta harga di atas yang ia tawarkan, hal yang tidak masuk akal karena perusahaan itu masih merupakan perusahaan kecil yang sedang mengalami kesulitan keuangan. 
            Hal lain yang membuatnya kesal karena tadi, saat ia dalam perjalan menuju kantor, adik perempuan satu-satunya memberi kabar yang sangat tiba-tiba. Sebuah pernikahan.
            Dua minggu ke depan, ia harus mempersiapkan kedatangan adiknya yang bermaksud ingin bertunangan dengan pria pujaan hatinya dan akan segera melaksanakan acara pernikahan besar dalam waktu dekat. Yang artinya, orangtuanya juga datang ke Jakarta dan kembali menerornya dengan tuntutan yang selalu menghantuinya selama ini. Bukannya ia tidak senang bertemu dengan keluarganya, tapi kehadiran mereka di Jakarta sama saja seperti sebuah alarm yang akan terus berbunyi dan mengingatkan tentang usianya yang semakin matang. Terlalu matang, kalau kata adiknya.
            Ia memutar badannya lalu mengangkat gagang telepon yang berada di atas mejanya, kemudian menekan nomor yang langsung menuju ke ruangan salah satu karyawannya. "Ke ruangan saya, sekarang," perintah Jack pada karyawannya yang ada di seberang sana.
            Gagang telepon itu ia letakkan kembali ke tempatnya, lalu menatap ke arah dinding kaca. Ia menoleh ke arah jam tangan, saat ini sudah hampir pukul lima sore dan ia harus segera menjalankan semua rencananya, berharap Sasha kembali ke pelukannya sebelum keluarganya tiba di Jakarta.
            Tak lama kemudian, telepon di atas mejanya berdering. Jack langsung mengangkatnya. "Ada Pak Alfons ingin bertemu, Sir," jelas Clara tanpa menunggu sapaan darinya.
            "Suruh masuk," balas Jack singkat.
            Pintu pun terbuka. Alfons, yang merupakan salah satu orang kepercayaannya, melangkah masuk dan berjalan menuju meja kerjanya. Pria bertubuh gempal dan memiliki loyalitas kerja yang begitu tinggi padanya, membuat Jack memposisikan Alfons sebagai Manajer Marketing di perusahaannya. "Acara ulang tahun perusahaan akan dilaksanakan kurang dari dua minggu. Urus acara itu dan gunakan EO ini," kata Jack sambil memberikan sebuah kartu nama pada pria itu.
            "Baik, Sir," sahut Alfons.
            "Satu lagi. Saya hanya mau wanita bernama Sasha yang mengurus acara itu, bukan orang lain. Kau mengerti apa yang terjadi kalau tidak sesuai dengan apa yang saya perintahkan, kan?" ucap Jack memperingati.
            Alfons mengangguk cepat. "Kembali ke tempatmu. Saya tunggu laporanmu besok sore," kata Jack lagi. Alfons mengangguk sekali lagi sebelum pria itu pamit dan menghilang di balik pintu. 
            Jack sangat berharap apa yang sudah ia rencanakan untuk bertemu dengan Sasha bisa berjalan lancar. Hanya ini cara yang tepat dan ia berharap Sasha bisa kembali ke pelukannya. Jack bertekad untuk melakukan segala macam cara untuk mendapatkan Sasha kembali. Ia tidak akan kehilangan wanita itu lagi. Tidak akan.
            Jack berjalan menuju sofa panjang yang ada di ruangan itu, lalu merebahkan tubuhnya di sana. Ia memejamkan matanya, mencoba untuk menenangkan dirinya. Tapi, pikirannya terus tertuju pada Sasha dan kenangan delapan belas tahun yang lalu itu kembali menghantuinya. Seakan menegur dan mencoba menyadarkannya akan segala kesalahannya pada Sasha.
            Delapan belas tahun lalu, ketika ia berusia tujuh belas tahun, saat di mana dengan mudahnya ia menaklukkan setiap wanita yang ia inginkan. Berbekal ketampanan yang ia warisi dari Papanya, membuat wanita-wanita itu jatuh ke dalam pelukannya tanpa usaha berlebih.
            Begitu pula yang ia lakukan pada Sasha. Jack tahu saat pertama kali ia mengenal Sasha, tatapan penuh cinta itu selalu menyapanya setiap kali Jack menatap wanita itu. Tapi, Jack tidak bisa memungkiri bahwa Sasha merupakan sosok wanita yang berbeda dari semua wanita yang ia kenal. Sasha begitu polos, lugu, penuh kehangatan, dan cahaya mata yang terus memancarkan cinta yang begitu besar padanya. Hal itu membuat Jack merasa begitu nyaman dan setia pada Sasha.
            Tapi, saat itu gejolak remaja masih menyelimutinya. Sifat ingin tahu dan rasa setia kawan yang lebih tinggi daripada rasa cintanya pada Sasha membuat Jack mudah untuk dipengaruhi oleh hal-hal buruk.
            Para sahabatnya saat masih sekolah dulu, membuat sebuah pertaruhan yang melibatkan pasangan mereka masing-masing. Mereka bertaruh siapa yang terlebih dulu mendapatkan video telanjang dari wanita mereka, maka akan dianggap sebagai seorang laki-laki yang berani, jantan, dan hebat. Tanpa pikir panjang, ia menuruti ajakan teman-temannya dan menyetujui persyaratan gila yang mereka ajukan. Meskipun di dalam lubuk hatinya ingin ia menolak hal itu, tapi akhirnya Jack mengorbankan rasa cinta Sasha padanya demi segala pamor dan gengsinya.
            Jack mulai melancarkan segala cara untuk memikat dan menarik Sasha ke dalam perangkapnya. Ia menyiapkan sebuah makan malam indah yang sudah ia susun di dalam bus sekolah yang terparkir di belakang gedung sekolah. Ia sangat bersyukur Sasha begitu mempercayainya dan mengikuti setiap rayuannya. Akhirnya, setelah Sasha pingsan Jack mulai melakukan semua yang sudah ia rencanakan.
            Ia mulai merekam Sasha dalam kondisi telanjang, bahkan merekam setiap jengkal tubuh wanita itu tanpa terlewatkan sedikit pun. Setelah itu, ia membiarkan Sasha sendirian di bus sekolah. Jack sempat berhenti dan berpikir untuk mengurungkan niatnya memberikan video itu pada teman-temannya. Tapi, ia teringat kembali akan taruhan itu dan sedetik kemudian ia kembali yakin untuk terus melanjutkan taruhan itu.
            Ia tahu Sasha sangat membencinya dan tidak mungkin melupakan kejadian itu. Bahkan sebuah luka di pangkal pahanya merupakan bukti betapa besar kebencian yang wanita itu rasakan padanya. Delapan belas tahun, sudah selama itu kejadian itu berlalu dan Jack berharap Sasha sudah melupakan kejadian itu. Sehingga ia bisa mendapatkan rasa cinta itu lagi.
            Aku harus bisa mendapatkan Sasha kembali. Harus! tekad Jack dalam hati.
            Bunyi ketukan di pintu langsung memecahkan lamunannya. Ia pun langsung terbangun dan duduk di sofa. "Masuk," sahut jack dengan nada malas. Hari ini suasana hatinya benar-benar sedang tidak baik dan ia butuh sesuatu untuk menyegarkan perasaannya lagi.
            Pintu itu terbuka dan Clara masuk ke ruangannya dengan wajah kaku. Mata Jack meneliti setiap gerak gerik wanita yang saat ini berjalan ke arahnya. Jack bisa melihat betapa besar kegugupan yang ada di dalam diri wanita itu. Ia pun bisa melihat kalau sebenarnya wanita itu sangat-sangat terpaksa bekerja di perusahaan ini. Ingin rasanya Jack mencari tahu apa sebenarnya yang membuat Clara begitu memaksakan diri.
            "I-ini sudah saya bereskan, Sir," ucap Clara gugup sambil meletakkan map di meja kopi yang ada di depan sofa.
            Jack melirik ke arah jam tangannya, lalu mengerutkan dahinya. "Hanya membereskan berkas seperti itu saja memakan waktu satu jam lebih?" kata Jack dengan nada sedikit mengintimidasi.
            "T-tapi, Sir. Maaf, ini -"
            Jack melemparkan tatapan dingin dan tajam ke arah Clara, lalu mengunci tatapan itu hingga membuat Clara menghentikan kalimat pembelaannya dan membeku. Jack beranjak dari sofa, melepaskan kancing pergelangan kemejanya, lalu menggulungnya begitu saja hingga sampai ke siku.
            "Kau ikut aku sekarang," perintah Jack pada Clara.
            Wanita itu menatapnya dengan mata terbelalak dan bibir merah merekah terbuka seakan mengundang untuk dikecup. Jack tidak tahu kenapa kata-kata perintah itu keluar dari mulutnya. Satu hal yang pasti, ia butuh sesuatu yang baru.
            Sesuatu yang mungkin bisa membuat dirinya merasa tenang dan melupakan sejenak masalah Sasha ataupun tuntutan keluarganya. Jack tahu mungkin ini hal yang tepat. Mengajak sekertaris baru untuk menemaninya melepas penat mungkin tindakan yang gegabah. Tapi, setidaknya ia harus mencari cara untuk mengembalikan gairah dan semangat kerjanya lagi.
            "Tapi, Sir –"
            Clara menghentikan ucapannya saat Jack melempar pandangan tajam ke arah wanita itu. "Bereskan mejamu. Saya tunggu di pintu lobi dalam lima belas menit," perintah Jack sambil melangkah keluar melewati Clara yang masih berdiri kaku di tempat, tampak kebingungan.
            Jack tidak peduli apa yang ada di benak wanita itu. Ia benar-benar harus mencari hiburan untuk menghilangkan penatnya. Mungkin wanita ini bisa membantunya.
∞∞∞∞∞
            Ponselnya bergetar hebat, Clara langsung mengambil ponsel dari dalam tas kerjanya dan menatap nama Tamara yang tertera jelas di layar ponselnya.
            "Kenapa, Tam?" tanya Clara langsung. Ia menjepit ponselnya dengan bahu sambil terus merapikan meja yang masih terlihat berantakan.
            "Mau gue jemput?" tanya Tamara balik.
            Ingin sekali ia menerima tawaran tersebut, tapi saat ini Mr. Golden sedang menunggunya di pintu lobi dan ia harus segera turun dalam waktu kurang dari sepuluh menit. Ia tidak ingin atasannya itu menilainya lambat. Mendengar komentar Mr. Golden tadi seakan menunjukkan betapa lama ia mengerjakan suatu pekerjaan dan hal itu membuat Clara tampak buruk. Ia tidak pernah dinilai lambat oleh atasannya dan cibiran tadi benar-benar menohoknya.
            "Nggak bisa, Tam. Gue masih ada kerjaan," tolak Clara dengan berat hati.
            "Lembur?" tanya Tamara penasaran.
            "Iya. Banyak berkas yang harus gue beresin," jawab Clara berbohong.
            "Lembur atau dilemburin?" ledek Tamara riang dengan nada menggoda.
            "Apaan sih? Udah, ah. Gue buru-buru, nih," protes Clara sambil mengerutkan dahi.
            "Jangan lupa pakai pengaman, OK," pesan Tamara yang membuat wajah Clara merona dan pikiran kotor pun kembali mengisi kepalanya.
            "Astaga, Tam! Emang lo kira gue mau ngapain? Gue kerja, Tam. Bukan dikerjain," sanggah Clara cepat, menutupi rasa malunya.
            "OK. OK. Salam buat tuan ganteng, ya," ucap Tamara sebelum mengakhiri pembicaraan singkat mereka.
            Clara mematikan komputernya, menatap layar ponselnya sekali lagi sebelum ia beranjak daei ruangannya. Ia berpikir sejenak untuk menghubungi Tamara dan meminta wanita itu untuk membantunya kabur dari ajakan atasannya itu. Tapi, sedetik kemudian ia mengurungkan niatnya. "Jangan mikir buruk dulu, Ra. Mungkin ini nggak seperti yang lo bayangin," kata Clara pada dirinya sendiri, berusaha menasehati dirinya yang mudah berpikir negatif.
            Ia berdiri di samping mejanya selama beberapa menit, menimbang dan membulatkan tekadnya untuk tetap melakukan pekerjaannya seprofesional mungkin. Akhirnya, ia memutuskan untuk mengikuti perintah Mr. Golden dan beranjak dari ruangannya. Masih dengan pakaian kerjanya yang super mini dan sangat menggoda, Clara melenggang dengan penuh percaya diri.
            "Lo bisa, Ra. Lo pasti bisa," ucap Clara pada dirinya sendiri, berusaha menguatkan diri dan mengusir pikiran-pikiran kotor yang sedang bermain-main di dalam otaknya.
            Clara menekan tombol lift, menunggu sesaat, dan melangkah masuk saat pintu lift terbuka. Sambil berdoa agar tidak terjadi hal yang tidak ia inginkan, Clara berdiri tegap seakan siap menghadapi rintangan yang mungki akan ia hadapi selanjutnya.
            Pintu lift mulai bergerak terbuka saat ia sampai di lantai dasar. Clara berjalan melewati meja resepsionis dan pandangannya tertuju pada sosok pria yang ia kenal. Mr. Golden menatapnya dengan mata cokelat tajam dan wajah yang tampak geram saat Clara bergerak semakin mendekat.
            "Kau. Lama," kata Jack sambil menekan suaranya di tiap kata. Pria itu berjalan cepat menuju mobil yang sudah menunggu kedatangan mereka. Clara mengikuti dari belakang dengan langkah cepat.
            "Maaf, Sir. Tadi saya -"
            "Masuk!" perintah Mr. Golden tegas dan Clara langsung masuk ke dalam mobil tanpa perlawanan.
∞∞∞∞∞
            Mereka tiba di rumah Jack sekitar pukul tujuh malam. Kemacetan jalanan yang cukup menyita waktu benar-benar membuat Jack semakin kesal. Jack langsung keluar dari mobil tanpa menunggu supir untuk membukakan pintunya. "Ayo, turun," ajak Jack dengan nada sedikit tegas.
            Tapi, sepertinya Clara enggan keluar dari mobil. "Keluar atau kau akan mengganti pakaian di sini sekarang!" ancam Jack yang langsung membuat wanita itu bergerak cepat keluar dari mobilnya.
            Jack langsung berjalan menuju pintu besar di mana Triam, seorang wanita berusia lima puluh yang menjadi kepala pelayannya, sudah berdiri menunggu kedatangannya. "Berikan dia pakaian yang biasa," perintah Jack pada Triam.
            "Baik, Sir," jawab Triam cepat.
            "Kau, ikut dia," perintah Jack pada Clara yang menatapnya dengan tatapan paling polos yang pernah ia temui setelah Sasha. Tatapan itu seakan membuat tubuh Jack membeku dan jantungnya seakan berhenti berdetak.
            Jack memerhatikan Clara yang berjalan menuju sebuah ruangan. Matanya meneliti sekujur tubuh itu dari belakang, terlihat sempurna dan indah. Dengan cepat jack mengalihkan pandangannya dan menapakkan kakinya menyusuri tangga menuju kamar tidurnya yang berada di lantai dua.
            Ia melempar pakaiannya begitu saja di lantai, lalu mengambil kemeja santai dan celana jeans yang biasa ia kenakan saat ia sedang ingin pergi ke tempat di mana ia biasa menghabiskan waktu dan melepas kepenatannya. Jack meletakkan pakaiannya di atas tempat tidur, lalu masuk ke kamar mandi.
            Setelah membersihkan dan mengeringkan tubuhnya, aroma mint menyeruak memenuhi ruangan. Jack langsung mengenakan pakaian yang sudah ia siapkan, kemudian merapikan penampilannya, lalu beranjak keluar dari kamar tidur. Dengan langkah pasti, Jack menuruni setiap anak tangga. Saat tiba di lantai dasar, ia sama sekali belum melihat keberadaan Clara.
            Cukup lama ia menunggu di depan tangga hingga akhirnya pintu berwarna cokelat tua dengan ukiran kayu yang mewah, terbuka lebar. Triam keluar dari ruangan itu sedangkan Clara berjalan tepat di belakang tubuh Triam, seakan bersembunyi darinya.
            Ini kedua kalinya ia melihat Clara bersembunyi di belakang tubuh orang lain. Tampak seperti seorang gadis kecil yang takut dan malu bertemu dengan orang asing. "Dia sudah siap, Sir," lapor Triam datar yang langsung bergerak ke samping, memberi ruang pada Jack agar bisa melihat Clara dengan jelas.
            Cantik. Kata itu yang pertama kali melintas di pikirannya saat melihat Clara berdiri di hadapannya dengan gaun malam berwarna biru toska yang melekat sempurna di tubuh Clara. Dua tali kecil, yang menggantung dan menopang penutup dada, tampak begitu ringkih karena Jack baru menyadari bahwa wanita ini memiliki payudara yang sangat menantang. Mata Jack menjalar ke lekukan pinggul Clara yang begitu menggoda. Di kanan-kiri gaun yang terbuka bebas hanya dihiasi tiga tali tipis berwarna senada memperlihatkan pinggul Clara yang melekuk indah. Ujung gaun cukup mini menampilkan kemulusan paha dan kaki Clara.
            "Putar," perintah Jack pada Clara yang langsung memutar tubuhnya.
            Tepat seperti apa yang ia harapkan. Bagian belakang gaun yang sedikit terbuka, menunjukkan betapa lembut kulit wanita itu. Rambut yang tergerai indah dengan sedikit gelombang di bawahnya membuat tampilan Clara semakin cantik. Sepatu heels berwarna senada, kalung dan anting berlian, serta make up yang terpoles sempurna membuat Clara tampil seperti yang Jack inginkan.
            Jack melangkah mendekat, mengangkat rambut panjang itu dan menyampirkannya di bahu Clara. Tangan Jack tergelitik untuk membelai punggung itu dan tanpa ragu ia membelai tangannya di punggung Clara. Ia bisa melihat tubuh Clara yang menegang kaku karena sentuhannya. Jack menghirup aroma lavender yang berasal dari tubuh Clara, terasa begitu menenangkan. Beberapa saat kemudian, Jack menggenggam tangan Clara, lalu menarik wanita itu dengan lembut. "K-kita mau ke mana, Sir?" tanya Clara dengan suara bergetar.
            "A secret place," jawab Jack singkat masih terus menggenggam tangan itu menuju mobil yang sudah siap di depan pintu rumah.
            "T-tapi, Sir ... K-kita mau ngapain?" tanya Clara penasaran.
            Jack menghentikan langkahnya tepat di samping pintu mobil, memutar tubuh Clara agar menghadap dan menatapnya secara langsung. "Cheer me up and don't talk too much," jawab Jack tegas.
            Mata hitam itu tampak membesar dan terbelalak. Ia tahu apa isi pikiran Clara dan Jack hanya bisa menyeringai nakal menatap wajah polos itu. "T-tapi, Sir .... S-saya -"
            "Too much talking," potong Jack cepat.
            Clara mengatupkan bibir indah itu dan Jack menggemeretakkan giginya, menahan rasa gemas yang entah kenapa muncul begitu saja. Wanita ini benar-benar cantik dan Jack tahu kalau ini adalah kesalahan terbesar karena sudah mempermainkan wanita polos seperti Clara, sama seperti ia mempermainkan Sasha. 
            Ia tidak tahu kenapa wanita polos seperti Clara harus hadir dalam hidupnya saat ini. Tatapan mata itu begitu mengusiknya, hingga membuat Jack tidak bisa berpikir jernih saat ini. Ingin rasanya ia menyuruh wanita ini pulang dan pergi sendiri ke tempat rahasianya. Tapi, aku benar-benar butuh ini, batin Jack geram.
            "Masuk!" perintah Jack pada Clara, tidak memedulikan kerisauan yang semakin melanda dirinya.
            Wanita itu masih terdiam di tempatnya, seakan ada yang menahan kakinya untuk melangkah masuk. Jack memerhatikan raut wajah Clara yang mulai terlihat ragu dan ketakutan. Mungkin aku harus lebih lembut pada wanita ini agar dia mau menurutiku, pikir Jack. Ia menarik napas dan menghembuskannya dengan cepat.
            "I won't hurt you. I promise," ucap Jack dengan lembut.
            Akhirnya, Clara tampak melunak dan masuk ke mobil tanpa sepatah katapun. I hope i can hold my self or i can go crazy right now, geram Jack menyusul Clara masuk ke dalam mobil.

∞∞∞∞∞

Tidak ada komentar: