Minggu, 14 Januari 2018

BEAUTIFUL MADNESS (21+) - BAB 3



BAB 3
            Secangkir ekspreso dengan aroma pekat yang menyeruak dan memenuhi indra penciumannya, terasa begitu menyegarkan. Jack duduk di salah satu sudut restoran, tempat di mana ia selalu bertemu dengan salah satu informannya. Berselang beberapa menit kemudian, seorang pria yang sudah sangat ia kenal, masuk melalui pintu restoran yang dibukakan oleh seorang pelayan berseragam hitam putih.
            Pria itu pun langsung berjalan ke arah Jack, tanpa perlu mencari-cari lagi. "Bagaimana?" tanya Jack langsung saat pria itu tiba di samping mejanya.
            "Saya sudah menemukan tempat tinggal dan lokasi di mana wanita itu bekerja, Sir," jawab pria itu sambil menarik kursi dan meletakkan bokongnya dengan cepat. Pria itu mengeluarkan map berwarna hitam dari tas kerjanya, lalu menaruh dan menyodorkannya ke hadapan Jack. Ia membuka map itu dan menemukan sebuah foto yang terpampang jelas di halaman paling depan.
            Foto itu seakan mengembalikan Jack ke delapan belas tahun yang silam. Saat di mana ia masih bisa merasakan dan menerima kehangatan cinta dari seorang wanita. Saat di mana ia masih bisa tersenyum hangat dan memeluk tubuh wanita itu dengan penuh kasih sayang. Juga saat di mana ia melakukan hal terbodoh dalam hidupnya yang membuatnya selalu mengutuki dirinya sendiri sampai saat ini.
            Ia menatap foto itu dengan seksama, diperhatikannya setiap jengkal wajah yang terpatri di foto itu. Wanita itu tetap terlihat cantik, bahkan semakin terlihat cantik dan memesona bersamaan dengan bertambahnya usia. Bibir yang merekah dan yang sangat ia rindukan, membuatnya mengingat kembali betapa manis dan lembutnya bibir itu.
            Jack mengangkat foto itu, menggesernya ke samping agar bisa melihat lembaran berikutnya. Sasha Clarisa. Nama itu seakan memberikan sebuah pukulan yang sangat kuat di ulu hatinya, membuat Jack menelan air liurnya dengan cepat. Tatapannya kembali tertuju pada foto Sasha yang sedang tersenyum, seakan senyum itu ditujukan padanya. Senyum yang begitu cantik dan tulus.
            Wanita ini memang sudah menaklukkan dirinya, membuat hatinya terus menolak setiap wanita dan setiap cinta yang berusaha untuk masuk ke dalam kehidupannya. Delapan belas tahun sejak kejadian itu dan ia tidak akan pernah melupakan apa yang sudah ia lakukan pada Sasha. Jack tahu apa yang ia perbuat pada Sasha begitu melukai bahkan membuat dan mengubah wanita itu menjadi sosok wanita yang sangat berbeda. Delapan belas tahun, ya delapa  belas tahun sudab berlalu dan baru sekarang ia berani mencari keberadaan Sasha.
            "Wanita itu bekerja di salah satu perusahaan EO, Sir," jelas informannya tanpa ditanya.
            "EO?" tanya Jack balik.
            "Yes, Sir. Nona Sasha membangun usaha Event Organizer bersama kedua kerabatnya dan –"
            "Kembali ikuti dia dan jangan lupa laporanmu setiap tiga hari," perintah Jack memotong penjelasan pria itu. Mendengar berita bahwa Sasha sekarang memiliki EO membuat sebuah ide terbersit di pikirannya. Sebuah ide yang mampu melancarkan semua rencananya agar bisa bertemu dengan Sasha. Informannya, yang sudah mengerti watak dan sifat Jack, langsung beranjak dari kursi dan meninggalkannya sendirian bersama map berisi informasi tentang Sasha.
            Ponselnya pun bergetar dengan sangat kuat. Jack mengeluarkan ponsel dari saku jasnya, lalu menatap layar ponsel yang menampilkan nomor kantor. "Halo," jawab Jack datar.
            "Aku sudah siap di ruanganmu," jawab wanita itu dengan suara yang sudah ia kenal.
            "Tunggu di sana dan lakukan apa yang harus kau lakukan," perintah Jack.
            Ia pun menutup map itu dan membawanya seraya ia beranjak dari kursi tanpa menyentuh kopinya sedikit pun. Jack berjalan keluar dari restoran, masuk ke dalam mobil yang sudah siap menunggu kedatangannya, dan ia pun segera kembali ke kantornya.
∞∞∞∞∞
            Semua yang ada di kedua map itu sudah selesai ia kerjakan. Waktu jam makan sudah berlalu, tapi Clara memutuskan untuk tetap berada di ruang kerjanya, mencari kesibukan yang tak berarti, dan mencoba membiasakan diri di ruang kerjanya yang baru. Clara memutuskan untuk menyusun serta mempelajari beberapa map binder tebal yang tersusun rapi di lemari buku, yang berada di salah satu sudut ruangannya yang berbentuk kotak. Ia membuka salah satu map dan tercengang saat melihat isi map yang begitu berantakan dan tidak beraturan.
            Kemudian, ia menarik satu map binder yang lain, membukanya, dan kembali tercegang. Sama seperti map sebelumnya, semua isi lembaran di dalam map itu tidak tersusun sesuai pada tempatnya. Clara berinisiatif untuk mengambil beberapa map lagi, meletakkannya di bawah meja kerjanya, dan mulai membongkar map itu satu per satu.
            Tak terasa waktu cepat berlalu. Clara, yang sedang sibuk dengan map-map di mejanya, menoleh dengan cepat saat melihat pintu ruangannya terbuka. Tatapannya bertemu dengan mata berwarna hitam pekat yang tampak terkejut melihat kehadiran Clara di ruangan itu.
            "Mr. Golden sedang tidak ada di tempat. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Clara dengan sopan.
            "Kamu sekretaris barunya?" tanya wanita itu memastikan.
            "Iya. Nama saya Clara," jawab Clara dengan senyum ramah.
            Tapi, wanita itu tidak menyambut senyumnya, malah melenggang begitu saja melewati meja kerjanya, dan membuka pintu ruang kerja atasannya. Clara langsung beranjak dari kursi kerjanya, mengejar wanita itu, dan menarik tangan yang terasa begitu lembut di bawah genggamannya. "Kamu mau apa?" tanya Clara tegas. Ini hari pertamanya bekerja dan ia tidak mau dicap tidak becus.
            Wanita itu menaikan satu alisnya yang tebal dan terukir sempurna, lalu menatap Clara dengan tatapan tersombong yang pernah ia terima. "Lepaskan tanganmu atau aku akan menyuruh Mr. Golden untuk memecatmu," perintah wanita itu dengan geram.
            "Maaf, saya bukannya nggak sopan. Tapi, Mr. Golden sedang tidak di tempat dan beliau tidak berpesan apa-apa pada saya," bela Clara berusaha menjaga pekerjaannya yang baru saja ia terima dan yang sangat ia idam-idamkan selama ini. Clara pun melepaskan genggamannya dengan terpaksa. Matanya meneliti setiap kecantikan yang terpancar dari wajah dan penampilan wanita itu. Untuk kedua kalinya dalam satu hari, ia merasa minder dengan penampilannya. Meskipun dengan pakaiannya yang super seksi, tapi tidak dapat mengalahkan penampilan wanita yang terlihat jauh lebih cantik dari dirinya.
            "Kembali duduk di kursimu dan jangan ganggu aku lagi," cibir wanita itu sambil menutup pintu di hadapan Clara dengan sangat kencang.
            Clara tersontak kaget, mulutnya terbuka seperti ada sebuah bola yang singgah di mulutnya. Ia benar-benar tidak mengenal wanita itu, tapi dengan perlakuan dan sikap yang sangat sombong itu sangat mengintimidasi Clara. Ia masih berdiri menatap pintu yang tertutup di hadapannya saat pintu di belakangnya terbuka. Ibu Yona melangkah masuk dengan senyuman yang hangat, membuat Clara sedikit bingung karena saat pertama kali ia bertemu, Ibu Yona terlihat begitu dingin dan menakutkan.
            "Mr. Golden sudah kembali?" tanya Ibu Yona.
            "Belum, Bu. Tapi tadi ada wanita yang –"
            "Biarkan saja," potong Ibu Yona santai, "ayo, ikut aku."
            Mendengar ajakan Ibu Yona dan sikap wanita itu yang terlihat begitu santai, semakin membuat Clara bingung. Ada apa dengan perusahaan ini? Beberapa jam yang lalu wanita ini terlihat begitu ketus dan sekarang ia mengajakku layaknya seorang teman lama, batin Clara.
            "Bagaimana kalau Mr. Golden datang dan saya tidak ada di tempat, Bu?" tanya Clara takut, berusaha untuk menolak. Ia pun berhenti tepat di depan meja kerja saat Ibu Yona melangkah mendekatinya.
            "Tenang saja, dia pasti sibuk dengan wanita itu," jawab Ibu Yona sambil menunjukkan jari telunjuknya yang lurus dan ramping ke arah pintu ruangan Mr. Golden.
            Clara masih bimbang dan takut untuk keluar dari ruangannya, tapi Ibu Yona langsung menarik tangan Clara dengan lembut dan membawanya pergi meninggalkan ruangan itu. Clara berjalan sambil setengah menyeret kakinya. Ia masih ragu untuk keluar dari ruangannya, tapi sedetik kemudian ia mulai mengerti apa maksud dari jawaban Ibu Yona saat mengatakan 'sibuk dengan wanita itu'.
            Tanpa perlu penjelasan, Clara mulai mengambil kesimpulan sendiri. Mungkin karena ketampanan atau karena kekayaan yang dimiliki oleh atasannya, sehingga pria itu mampu memiliki setiap wanita dan menyuruh wanita-wanita itu menjadi pemuas nafsunya. Clara benar-benar tidak menyangka bahwa ternyata apa yang selama ini sahabatnya katakan tentang 'si kaya dengan nafsu besar' itu memang ada. Dan dahsyatnya, hal itu terjadi pada atasannya sendiri.
            Clara tahu ini bukanlah urusannya dan ia pun sudah bertekad sejak dulu kalau ia tidak akan pernah berurusan dengan pria seperti Mr. Golden. Seorang pria yang kaya, tampan, berkuasa, dan arogan. Tapi, Clara tidak menyalahkan wanita-wanita itu jika dengan mudahnya jatuh ke dalam pelukan atasannya yang tampan itu. Clara sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk terus menjaga diri, hati, dan kewarasannya sampai ia berhasil memenuhi janjinya kepada almarhum ayahnya.
            Pantry. Papan nama itu terpasang tepat di tengah-tengah pintu berwarna putih. Ibu Yona membuka pintu dan segera masuk. Di dalam ruangan itu terdapat tiga orang wanita yang sedang asik dengan minuman mereka masing-masing. "Hai," sapa Ibu Yona kepada tiga wanita yang berada di dalam ruangan itu, yang langsung menyambut sapaan Ibu Yona dengan senyuman hangat, lalu melemparkan pandangan menyelidik ke arah Clara.
            "Ini yang baru?" tanya wanita pertama. Ibu Yona menganggukkan kepala, lalu mempersilakan Clara duduk di kursi yang mengitari sebuah meja bundar berwarna putih. Ibu Yona meletakkan secangkir teh manis hangat di hadapan Clara.
            "Saya Clara, sekretaris Mr. –"
            "Aku Lisa," potong wanita yang tadi bertanya pada Ibu Yona, lalu menjulurkan tangannya ke arah Clara dan ia pun menjabat tangan itu.
            "Aku Niken," ucap wanita yang satu lagi seraya menjabat tangan Clara.
            "Aku Martha," ucap wanita yang duduk tepat di samping kanan Clara, lalu menjabat tangannya dengan lembut.
            "Bagaimana atasanmu? Bagaimana pekerjaanmu? Mudah? Kamu sudah punya pacar? Apa kamu tertarik sama Mr. Golden? Apa –"
            "Lisa! Tenang dulu, jangan mencecarnya seperti itu. Dia ketakutan, tuh," potong Ibu Yona sambil menarik kursi yang berada tepat di samping kirinya.
            "Ini ... ada apa, ya?" tanya Clara bingung dengan senyum terpaksa dan kaku.
            "Sudah, tenang saja. Kita di sini nggak jahat, kok," sahut Niken sebelum menyeruput kopinya.
            "Tapi, bukannya ini masih jam kerja?" tanya Clara lagi, berusaha menegur wanita-wanita itu dengan nada halus. Karena selama Clara bekerja, ia sama sekali tidak pernah pergi diam-diam dari meja kerjanya dan bersantai-santai di saat jam kerja.
            Ia tidak mengerti bagaimana sistem bekerja di kantor ini, bagaimana sifat dan loyalitas kerja di tempat ini. Tapi, sepertinya para wanita ini tidak terlalu menghargai apa yang seharusnya mereka lakukan dan kerjakan, termasuk Ibu Yona yang merupakan seorang kepala HRD. "Tenang saja. Mr. Golden sedang sibuk, jadi sekarang saatnya kita santai," jawab Ibu Yona, yang malah membuat Clara menggelengkan kepala.
            "Gimana kesan pertamamu waktu ketemu sama Mr. Golden?" tanya Lisa yang terlihat tidak sabar ingin menggali informasi darinya. Dan ia tidak tahu kenapa wanita itu begitu antusias, padahal mungkin wanita itu sudah bekerja di tempat ini lebih lama darinya.
            "N-nggak gimana-gimana. Biasa saja," jawab Clara gugup. Ia mencoba untuk tidak terpancing dengan pertanyaan-pertanyaan itu. Ia adalah seorang sekretaris. Menjaga nama baik atasannya adalah tugasnya.
            "Apa kamu nggak tertarik sama dia? Nggak ngerasain gimanaaa gitu?" tanya Niken menimpali, sambil menggerak-gerakkan salah satu alis matanya dengan genit saat mengucapkan kata 'gimanaaa'.
            Clara menggelengkan kepala, tersenyum lemah, dan terus mencoba untuk mengunci mulutnya agar tidak membicarakan atasannya sendiri. Ia harus menjaga loyalitasnya dan selalu berjanji untuk tidak membicarakan atasannya sendiri. "Jangan bilang kamu nggak suka sama laki-laki," protes Martha yang sedari tadi diam mendengarkan pertanyaan-pertanyaan para temannya.
            "Hah? N-nggak kok. Saya masih normal, masih suka sama laki-laki," jawab Clara kaget mendengar pertanyaan itu.
            "Terus? Kenapa kamu nggak bereaksi sedikit pun dengan ketampanan Mr. Golden?" protes Niken tidak percaya.
             "Ya ... nggak kenapa-kenapa. Saya ... ini sepertinya –"  
            "Dia itu tampan, kaya, memesona, dan aku nggak peduli dengan sikapnya yang arogan. Pokoknya di mataku dia itu sempurna," potong Lisa cepat. Wajah wanita itu tampak merona dan pandangannya yang melayang entah ke mana membuat wanita itu seakan menerawang dan membayangkan wajah Mr. Golden di dalam pikirannya.
            "Kamu harus pintar jaga diri, jangan sampai mudah terayu Mr. Golden," pesan Ibu Yona padanya.
            Clara menoleh ke arah Ibu Yona. Wanita itu terlihat santai dengan cangkir teh di tangannya. Ia tidak tahu harus bersikap seperti apa saat ini, yang ia tahu hanyalah bekerja dengan baik dan mengumpulkan uang. Ia pun mengalihkan pandangannya ke arah jam tangannya, hampir jam dua siang. Clara teringat akan perintah Mr. Golden saat pria itu memberikan map-map itu padanya. "Saya permisi dulu, ya," pamit Clara cepat, beranjak dari kursi dan berjalan menuju pintu pantry.
            "Jangan lupa kirim-kirim info, ya," pesan Lisa yang terlihat begitu antusias mengenai Mr. Golden sebelum ia menutup pintu di belakangnya.
            Clara mencoba untuk tidak memedulikan permintaan itu dan langsung berjalan cepat menuju ruangannya. Ia membuka pintu ruang kerjanya, menutup pintu itu, kemudian berjalan menuju meja kerjanya. Waktu sudah mulai menunjukkan jam dua kurang lima menit. Clara memeriksa kembali berkas-berkas yang harus ia serahkan pada Mr. Golden sekali lagi dan memastikan semuanya sudah tersusun dengan sempurna.
            Ia pun membawa kedua map itu di tangannya, lalu berjalan menuju pintu ruangan Mr. Golden. Ia mengetuk tiga kali, tapi tak ada sahutan dari dalam ruangan itu. Clara mencoba mengetuk pintu itu lagi, tapi tetap saja tidak ada jawaban. Sepertinya Mr. Golden belum juga tiba dan wanita yang tadi sepertinya sudah pergi dari ruangan ini, pikir Clara. Ia pun berinisiatif untuk meletakkan map-map itu di atas meja, berusaha memberikan kesan baik terhadap pekerjaannya yang cepat.
            Clara menekan tuas pintu itu, membukanya lebar-lebar, melangkahkan kakinya dengan penuh keyakinan, lalu menutup pintu di belakangnya. Baru saja ia membalikkan tubuhnya dan betapa terkejutnya ia saat melihat bokong pria yang terlihat begitu jelas di matanya, bergerak cepat bagaikan sebuah mesin, menghujam seseorang yang ada di hadapan pria itu.
            Oh, God, batin Clara sambil menutup mulutnya. Sekali lagi, ia menyaksikan atasannya melakukan hubungan intim dengan seseorang. Dua kali dalam sehari, Mr. Golden sudah menyajikan tontonan yang begitu menggairahkan sampai ia kembali terpaku menatap bokong indah itu bergerak memuaskan si empunya bokong. Suara desahan yang keras dan suara hentakan keras yang begitu nyata membuat Clara tersadar bahwa ini adalah cobaan terberat dari gaji lima belas jutanya.
            Adegan erotis itu membuat jantung Clara berdegup dengan sangat cepat, gairahnya pun mulai terpancing, dan tanpa sadar ia mulai merapatkan kakinya. Clara bisa merasakan kedutan nikmat di daerah selangkangannya dan untuk yang kedua kalinya ia merasakan kelembaban hangat di sana. Clara mencoba memejamkan mata, namun pemandangan itu seakan memaksanya untuk terus mengamati setiap detik, setiap gerakan, bahkan setiap desahan yang keluar saat kedua sejoli itu melakukan adegan erotis tersebut. Ia benar-benar tidak menyangka ada pria seperti Mr. Golden, yang tak pernah puas bercinta dengan satu wanita, bahkan melakukannya kapanpun dan di manapun pria itu inginkan.
            Lagi, Clara mendengarkan suara erangan yang hampir menyerupai teriakan saat wanita itu mencapai klimaksnya, tapi Mr. Golden masih terus bergerak maju-mundur, menghujamkan dirinya semakin kuat, dan membuat wanita yang sedang membungkuk membelakangi Mr. Golden tampak lemah namun tetap menikmati setiap hujaman tersebut. Clara mengatupkan kedua rahangnya rapat-rapat, mencoba menahan gairah yang semakin menggelora di dalam dadanya, dan mencengkram kedua sisi map-map tersebut dengan sangat kuat. Tak lama kemudian, ia mendengar suara erangan puas dari bibir Mr. Golden yang masih terus bergerak sedikit dan bergetar kecil sambil menahan kedua tangannya yang kekar di bokong wanita itu.
            Tanpa aba-aba, Mr. Golden terlihat seperti sedang mengeluarkan kejantanannya dan menarik kondom, mengikatnya, lalu membuangnya begitu saja ke tempat sampah yang tampak seperti sudah disiapkan sebelum mereka melakukan hubungan intim tersebut. Dengan secepat kilat, Mr. Golden merapikan penampilannya. Clara bisa mendengar suara resleting yang di tarik ke atas, sedangkan wanita yang terlihat terkulai lemas dan puas itu mulai menaikkan pakaian dalamnya.
            "Mr. Golden," panggil Clara dengan suara serak, berusaha terlihat tenang, kemudian berdeham kecil sebelum ia melangkahkan kakinya menghampiri sepasang sejoli yang baru saja saling memuaskan tersebut. Mr. Golden menatapnya dengan tatapan tajam, tapi Clara tetap berusaha untuk tenang. Ia pun mengalihkan pandangannya begitu saja, bahkan lebih terkesan datar dan sinis.
            "Ini berkas yang sudah saya bereskan, Sir," ucap Clara sambil meletakkan map-map itu di meja atasannya.
            "Saya permisi dulu," pamit Clara tanpa menunggu diusir.
            Ia pun berjalan dengan langkah pasti, berusaha tetap kuat meskipun ia tahu selemah apa kakinya berpijak. Ini benar-benar gila, batin Clara sambil menarik tuas pintu dan menutupnya dengan cepat.

∞∞∞∞∞

Tidak ada komentar: