BAB 3
Secangkir ekspreso dengan
aroma pekat yang menyeruak dan memenuhi indra penciumannya, terasa begitu
menyegarkan. Jack duduk di salah satu sudut restoran, tempat di mana ia selalu
bertemu dengan salah satu informannya. Berselang beberapa menit kemudian,
seorang pria yang sudah sangat ia kenal, masuk melalui pintu restoran yang
dibukakan oleh seorang pelayan berseragam hitam putih.
Pria itu pun langsung
berjalan ke arah Jack, tanpa perlu mencari-cari lagi. "Bagaimana?"
tanya Jack langsung saat pria itu tiba di samping mejanya.
"Saya sudah menemukan
tempat tinggal dan lokasi di mana wanita itu bekerja, Sir," jawab pria itu
sambil menarik kursi dan meletakkan bokongnya dengan cepat. Pria itu
mengeluarkan map berwarna hitam dari tas kerjanya, lalu menaruh dan
menyodorkannya ke hadapan Jack. Ia membuka map itu dan menemukan sebuah foto
yang terpampang jelas di halaman paling depan.
Foto itu seakan
mengembalikan Jack ke delapan belas tahun yang silam. Saat di mana ia masih
bisa merasakan dan menerima kehangatan cinta dari seorang wanita. Saat di mana
ia masih bisa tersenyum hangat dan memeluk tubuh wanita itu dengan penuh kasih
sayang. Juga saat di mana ia melakukan hal terbodoh dalam hidupnya yang
membuatnya selalu mengutuki dirinya sendiri sampai saat ini.
Ia menatap foto itu dengan
seksama, diperhatikannya setiap jengkal wajah yang terpatri di foto itu. Wanita
itu tetap terlihat cantik, bahkan semakin terlihat cantik dan memesona
bersamaan dengan bertambahnya usia. Bibir yang merekah dan yang sangat ia
rindukan, membuatnya mengingat kembali betapa manis dan lembutnya bibir itu.
Jack mengangkat foto itu,
menggesernya ke samping agar bisa melihat lembaran berikutnya. Sasha Clarisa.
Nama itu seakan memberikan sebuah pukulan yang sangat kuat di ulu hatinya,
membuat Jack menelan air liurnya dengan cepat. Tatapannya kembali tertuju pada
foto Sasha yang sedang tersenyum, seakan senyum itu ditujukan padanya. Senyum
yang begitu cantik dan tulus.
Wanita ini memang sudah
menaklukkan dirinya, membuat hatinya terus menolak setiap wanita dan setiap
cinta yang berusaha untuk masuk ke dalam kehidupannya. Delapan belas tahun
sejak kejadian itu dan ia tidak akan pernah melupakan apa yang sudah ia lakukan
pada Sasha. Jack tahu apa yang ia perbuat pada Sasha begitu melukai bahkan
membuat dan mengubah wanita itu menjadi sosok wanita yang sangat berbeda.
Delapan belas tahun, ya delapa belas tahun sudab berlalu dan baru
sekarang ia berani mencari keberadaan Sasha.
"Wanita itu bekerja
di salah satu perusahaan EO, Sir," jelas informannya tanpa ditanya.
"EO?" tanya Jack
balik.
"Yes, Sir.
Nona Sasha membangun usaha Event Organizer bersama kedua
kerabatnya dan –"
"Kembali ikuti dia
dan jangan lupa laporanmu setiap tiga hari," perintah Jack memotong
penjelasan pria itu. Mendengar berita bahwa Sasha sekarang memiliki EO membuat
sebuah ide terbersit di pikirannya. Sebuah ide yang mampu melancarkan semua
rencananya agar bisa bertemu dengan Sasha. Informannya, yang sudah mengerti
watak dan sifat Jack, langsung beranjak dari kursi dan meninggalkannya
sendirian bersama map berisi informasi tentang Sasha.
Ponselnya pun bergetar
dengan sangat kuat. Jack mengeluarkan ponsel dari saku jasnya, lalu menatap
layar ponsel yang menampilkan nomor kantor. "Halo," jawab Jack datar.
"Aku sudah siap di
ruanganmu," jawab wanita itu dengan suara yang sudah ia kenal.
"Tunggu di sana dan
lakukan apa yang harus kau lakukan," perintah Jack.
Ia pun menutup map itu dan
membawanya seraya ia beranjak dari kursi tanpa menyentuh kopinya sedikit pun.
Jack berjalan keluar dari restoran, masuk ke dalam mobil yang sudah siap
menunggu kedatangannya, dan ia pun segera kembali ke kantornya.
∞∞∞∞∞
Semua yang ada di kedua
map itu sudah selesai ia kerjakan. Waktu jam makan sudah berlalu, tapi Clara
memutuskan untuk tetap berada di ruang kerjanya, mencari kesibukan yang tak
berarti, dan mencoba membiasakan diri di ruang kerjanya yang baru. Clara
memutuskan untuk menyusun serta mempelajari beberapa map binder tebal yang
tersusun rapi di lemari buku, yang berada di salah satu sudut ruangannya yang
berbentuk kotak. Ia membuka salah satu map dan tercengang saat melihat isi map
yang begitu berantakan dan tidak beraturan.
Kemudian, ia menarik satu
map binder yang lain, membukanya, dan kembali tercegang. Sama seperti map
sebelumnya, semua isi lembaran di dalam map itu tidak tersusun sesuai pada
tempatnya. Clara berinisiatif untuk mengambil beberapa map lagi, meletakkannya
di bawah meja kerjanya, dan mulai membongkar map itu satu per satu.
Tak terasa waktu cepat
berlalu. Clara, yang sedang sibuk dengan map-map di mejanya, menoleh dengan
cepat saat melihat pintu ruangannya terbuka. Tatapannya bertemu dengan mata
berwarna hitam pekat yang tampak terkejut melihat kehadiran Clara di ruangan
itu.
"Mr. Golden sedang
tidak ada di tempat. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Clara dengan sopan.
"Kamu sekretaris
barunya?" tanya wanita itu memastikan.
"Iya. Nama saya
Clara," jawab Clara dengan senyum ramah.
Tapi, wanita itu tidak
menyambut senyumnya, malah melenggang begitu saja melewati meja kerjanya, dan
membuka pintu ruang kerja atasannya. Clara langsung beranjak dari kursi
kerjanya, mengejar wanita itu, dan menarik tangan yang terasa begitu lembut di
bawah genggamannya. "Kamu mau apa?" tanya Clara tegas. Ini hari
pertamanya bekerja dan ia tidak mau dicap tidak becus.
Wanita itu menaikan satu
alisnya yang tebal dan terukir sempurna, lalu menatap Clara dengan tatapan
tersombong yang pernah ia terima. "Lepaskan tanganmu atau aku akan
menyuruh Mr. Golden untuk memecatmu," perintah wanita itu dengan geram.
"Maaf, saya bukannya
nggak sopan. Tapi, Mr. Golden sedang tidak di tempat dan beliau tidak berpesan
apa-apa pada saya," bela Clara berusaha menjaga pekerjaannya yang baru
saja ia terima dan yang sangat ia idam-idamkan selama ini. Clara pun melepaskan
genggamannya dengan terpaksa. Matanya meneliti setiap kecantikan yang terpancar
dari wajah dan penampilan wanita itu. Untuk kedua kalinya dalam satu hari, ia
merasa minder dengan penampilannya. Meskipun dengan pakaiannya yang super
seksi, tapi tidak dapat mengalahkan penampilan wanita yang terlihat jauh lebih
cantik dari dirinya.
"Kembali duduk di
kursimu dan jangan ganggu aku lagi," cibir wanita itu sambil menutup pintu
di hadapan Clara dengan sangat kencang.
Clara tersontak kaget,
mulutnya terbuka seperti ada sebuah bola yang singgah di mulutnya. Ia
benar-benar tidak mengenal wanita itu, tapi dengan perlakuan dan sikap yang
sangat sombong itu sangat mengintimidasi Clara. Ia masih berdiri menatap pintu
yang tertutup di hadapannya saat pintu di belakangnya terbuka. Ibu Yona
melangkah masuk dengan senyuman yang hangat, membuat Clara sedikit bingung
karena saat pertama kali ia bertemu, Ibu Yona terlihat begitu dingin dan
menakutkan.
"Mr. Golden sudah
kembali?" tanya Ibu Yona.
"Belum, Bu. Tapi tadi
ada wanita yang –"
"Biarkan saja,"
potong Ibu Yona santai, "ayo, ikut aku."
Mendengar ajakan Ibu Yona
dan sikap wanita itu yang terlihat begitu santai, semakin membuat Clara
bingung. Ada apa dengan perusahaan ini? Beberapa jam yang lalu wanita
ini terlihat begitu ketus dan sekarang ia mengajakku layaknya seorang teman
lama, batin Clara.
"Bagaimana kalau Mr.
Golden datang dan saya tidak ada di tempat, Bu?" tanya Clara takut,
berusaha untuk menolak. Ia pun berhenti tepat di depan meja kerja saat Ibu Yona
melangkah mendekatinya.
"Tenang saja, dia
pasti sibuk dengan wanita itu," jawab Ibu Yona sambil menunjukkan jari
telunjuknya yang lurus dan ramping ke arah pintu ruangan Mr. Golden.
Clara masih bimbang dan
takut untuk keluar dari ruangannya, tapi Ibu Yona langsung menarik tangan Clara
dengan lembut dan membawanya pergi meninggalkan ruangan itu. Clara berjalan
sambil setengah menyeret kakinya. Ia masih ragu untuk keluar dari ruangannya,
tapi sedetik kemudian ia mulai mengerti apa maksud dari jawaban Ibu Yona saat
mengatakan 'sibuk dengan wanita itu'.
Tanpa perlu penjelasan,
Clara mulai mengambil kesimpulan sendiri. Mungkin karena ketampanan atau karena
kekayaan yang dimiliki oleh atasannya, sehingga pria itu mampu memiliki setiap
wanita dan menyuruh wanita-wanita itu menjadi pemuas nafsunya. Clara
benar-benar tidak menyangka bahwa ternyata apa yang selama ini sahabatnya
katakan tentang 'si kaya dengan nafsu besar' itu memang ada. Dan dahsyatnya,
hal itu terjadi pada atasannya sendiri.
Clara tahu ini bukanlah
urusannya dan ia pun sudah bertekad sejak dulu kalau ia tidak akan pernah
berurusan dengan pria seperti Mr. Golden. Seorang pria yang kaya, tampan,
berkuasa, dan arogan. Tapi, Clara tidak menyalahkan wanita-wanita itu jika
dengan mudahnya jatuh ke dalam pelukan atasannya yang tampan itu. Clara sudah
berjanji pada dirinya sendiri untuk terus menjaga diri, hati, dan kewarasannya sampai
ia berhasil memenuhi janjinya kepada almarhum ayahnya.
Pantry. Papan nama itu
terpasang tepat di tengah-tengah pintu berwarna putih. Ibu Yona membuka pintu
dan segera masuk. Di dalam ruangan itu terdapat tiga orang wanita yang sedang
asik dengan minuman mereka masing-masing. "Hai," sapa Ibu Yona kepada
tiga wanita yang berada di dalam ruangan itu, yang langsung menyambut sapaan
Ibu Yona dengan senyuman hangat, lalu melemparkan pandangan menyelidik ke arah
Clara.
"Ini yang baru?"
tanya wanita pertama. Ibu Yona menganggukkan kepala, lalu mempersilakan Clara
duduk di kursi yang mengitari sebuah meja bundar berwarna putih. Ibu Yona
meletakkan secangkir teh manis hangat di hadapan Clara.
"Saya Clara,
sekretaris Mr. –"
"Aku Lisa,"
potong wanita yang tadi bertanya pada Ibu Yona, lalu menjulurkan tangannya ke
arah Clara dan ia pun menjabat tangan itu.
"Aku Niken,"
ucap wanita yang satu lagi seraya menjabat tangan Clara.
"Aku Martha,"
ucap wanita yang duduk tepat di samping kanan Clara, lalu menjabat tangannya
dengan lembut.
"Bagaimana atasanmu?
Bagaimana pekerjaanmu? Mudah? Kamu sudah punya pacar? Apa kamu tertarik sama
Mr. Golden? Apa –"
"Lisa! Tenang dulu,
jangan mencecarnya seperti itu. Dia ketakutan, tuh," potong Ibu Yona
sambil menarik kursi yang berada tepat di samping kirinya.
"Ini ... ada apa,
ya?" tanya Clara bingung dengan senyum terpaksa dan kaku.
"Sudah, tenang saja.
Kita di sini nggak jahat, kok," sahut Niken sebelum menyeruput kopinya.
"Tapi, bukannya ini
masih jam kerja?" tanya Clara lagi, berusaha menegur wanita-wanita itu
dengan nada halus. Karena selama Clara bekerja, ia sama sekali tidak pernah
pergi diam-diam dari meja kerjanya dan bersantai-santai di saat jam kerja.
Ia tidak mengerti
bagaimana sistem bekerja di kantor ini, bagaimana sifat dan loyalitas kerja di
tempat ini. Tapi, sepertinya para wanita ini tidak terlalu menghargai apa yang
seharusnya mereka lakukan dan kerjakan, termasuk Ibu Yona yang merupakan
seorang kepala HRD. "Tenang saja. Mr. Golden sedang sibuk, jadi sekarang
saatnya kita santai," jawab Ibu Yona, yang malah membuat Clara
menggelengkan kepala.
"Gimana kesan
pertamamu waktu ketemu sama Mr. Golden?" tanya Lisa yang terlihat tidak
sabar ingin menggali informasi darinya. Dan ia tidak tahu kenapa wanita itu
begitu antusias, padahal mungkin wanita itu sudah bekerja di tempat ini lebih
lama darinya.
"N-nggak
gimana-gimana. Biasa saja," jawab Clara gugup. Ia mencoba untuk tidak
terpancing dengan pertanyaan-pertanyaan itu. Ia adalah seorang sekretaris.
Menjaga nama baik atasannya adalah tugasnya.
"Apa kamu nggak
tertarik sama dia? Nggak ngerasain gimanaaa gitu?" tanya Niken menimpali,
sambil menggerak-gerakkan salah satu alis matanya dengan genit saat mengucapkan
kata 'gimanaaa'.
Clara menggelengkan
kepala, tersenyum lemah, dan terus mencoba untuk mengunci mulutnya agar tidak
membicarakan atasannya sendiri. Ia harus menjaga loyalitasnya dan selalu
berjanji untuk tidak membicarakan atasannya sendiri. "Jangan bilang kamu
nggak suka sama laki-laki," protes Martha yang sedari tadi diam
mendengarkan pertanyaan-pertanyaan para temannya.
"Hah? N-nggak kok.
Saya masih normal, masih suka sama laki-laki," jawab Clara kaget mendengar
pertanyaan itu.
"Terus? Kenapa kamu
nggak bereaksi sedikit pun dengan ketampanan Mr. Golden?" protes Niken
tidak percaya.
"Ya ... nggak
kenapa-kenapa. Saya ... ini sepertinya –"
"Dia itu tampan,
kaya, memesona, dan aku nggak peduli dengan sikapnya yang arogan. Pokoknya di
mataku dia itu sempurna," potong Lisa cepat. Wajah wanita itu tampak merona
dan pandangannya yang melayang entah ke mana membuat wanita itu seakan
menerawang dan membayangkan wajah Mr. Golden di dalam pikirannya.
"Kamu harus pintar
jaga diri, jangan sampai mudah terayu Mr. Golden," pesan Ibu Yona padanya.
Clara menoleh ke arah Ibu
Yona. Wanita itu terlihat santai dengan cangkir teh di tangannya. Ia tidak tahu
harus bersikap seperti apa saat ini, yang ia tahu hanyalah bekerja dengan baik
dan mengumpulkan uang. Ia pun mengalihkan pandangannya ke arah jam tangannya,
hampir jam dua siang. Clara teringat akan perintah Mr. Golden saat pria itu
memberikan map-map itu padanya. "Saya permisi dulu, ya," pamit Clara
cepat, beranjak dari kursi dan berjalan menuju pintu pantry.
"Jangan lupa
kirim-kirim info, ya," pesan Lisa yang terlihat begitu antusias mengenai
Mr. Golden sebelum ia menutup pintu di belakangnya.
Clara mencoba untuk tidak
memedulikan permintaan itu dan langsung berjalan cepat menuju ruangannya. Ia
membuka pintu ruang kerjanya, menutup pintu itu, kemudian berjalan menuju meja
kerjanya. Waktu sudah mulai menunjukkan jam dua kurang lima menit. Clara
memeriksa kembali berkas-berkas yang harus ia serahkan pada Mr. Golden sekali
lagi dan memastikan semuanya sudah tersusun dengan sempurna.
Ia pun membawa kedua map
itu di tangannya, lalu berjalan menuju pintu ruangan Mr. Golden. Ia mengetuk
tiga kali, tapi tak ada sahutan dari dalam ruangan itu. Clara mencoba mengetuk
pintu itu lagi, tapi tetap saja tidak ada jawaban. Sepertinya Mr.
Golden belum juga tiba dan wanita yang tadi sepertinya sudah pergi dari ruangan
ini, pikir Clara. Ia pun berinisiatif untuk meletakkan map-map itu di atas
meja, berusaha memberikan kesan baik terhadap pekerjaannya yang cepat.
Clara menekan tuas pintu
itu, membukanya lebar-lebar, melangkahkan kakinya dengan penuh keyakinan, lalu
menutup pintu di belakangnya. Baru saja ia membalikkan tubuhnya dan betapa
terkejutnya ia saat melihat bokong pria yang terlihat begitu jelas di matanya,
bergerak cepat bagaikan sebuah mesin, menghujam seseorang yang ada di hadapan
pria itu.
Oh, God, batin Clara
sambil menutup mulutnya. Sekali lagi, ia menyaksikan atasannya melakukan
hubungan intim dengan seseorang. Dua kali dalam sehari, Mr. Golden sudah
menyajikan tontonan yang begitu menggairahkan sampai ia kembali terpaku menatap
bokong indah itu bergerak memuaskan si empunya bokong. Suara desahan yang keras
dan suara hentakan keras yang begitu nyata membuat Clara tersadar bahwa ini
adalah cobaan terberat dari gaji lima belas jutanya.
Adegan erotis itu membuat
jantung Clara berdegup dengan sangat cepat, gairahnya pun mulai terpancing, dan
tanpa sadar ia mulai merapatkan kakinya. Clara bisa merasakan kedutan nikmat di
daerah selangkangannya dan untuk yang kedua kalinya ia merasakan kelembaban
hangat di sana. Clara mencoba memejamkan mata, namun pemandangan itu seakan
memaksanya untuk terus mengamati setiap detik, setiap gerakan, bahkan setiap
desahan yang keluar saat kedua sejoli itu melakukan adegan erotis tersebut. Ia
benar-benar tidak menyangka ada pria seperti Mr. Golden, yang tak pernah puas
bercinta dengan satu wanita, bahkan melakukannya kapanpun dan di manapun pria
itu inginkan.
Lagi, Clara mendengarkan
suara erangan yang hampir menyerupai teriakan saat wanita itu mencapai
klimaksnya, tapi Mr. Golden masih terus bergerak maju-mundur, menghujamkan
dirinya semakin kuat, dan membuat wanita yang sedang membungkuk membelakangi
Mr. Golden tampak lemah namun tetap menikmati setiap hujaman tersebut. Clara
mengatupkan kedua rahangnya rapat-rapat, mencoba menahan gairah yang semakin menggelora
di dalam dadanya, dan mencengkram kedua sisi map-map tersebut dengan sangat
kuat. Tak lama kemudian, ia mendengar suara erangan puas dari bibir Mr. Golden
yang masih terus bergerak sedikit dan bergetar kecil sambil menahan kedua
tangannya yang kekar di bokong wanita itu.
Tanpa aba-aba, Mr. Golden
terlihat seperti sedang mengeluarkan kejantanannya dan menarik kondom,
mengikatnya, lalu membuangnya begitu saja ke tempat sampah yang tampak seperti
sudah disiapkan sebelum mereka melakukan hubungan intim tersebut. Dengan
secepat kilat, Mr. Golden merapikan penampilannya. Clara bisa mendengar suara
resleting yang di tarik ke atas, sedangkan wanita yang terlihat terkulai lemas
dan puas itu mulai menaikkan pakaian dalamnya.
"Mr. Golden,"
panggil Clara dengan suara serak, berusaha terlihat tenang, kemudian berdeham
kecil sebelum ia melangkahkan kakinya menghampiri sepasang sejoli yang baru
saja saling memuaskan tersebut. Mr. Golden menatapnya dengan tatapan tajam,
tapi Clara tetap berusaha untuk tenang. Ia pun mengalihkan pandangannya begitu
saja, bahkan lebih terkesan datar dan sinis.
"Ini berkas yang
sudah saya bereskan, Sir," ucap Clara sambil meletakkan map-map itu di
meja atasannya.
"Saya permisi
dulu," pamit Clara tanpa menunggu diusir.
Ia pun berjalan dengan
langkah pasti, berusaha tetap kuat meskipun ia tahu selemah apa kakinya
berpijak. Ini benar-benar gila, batin Clara sambil menarik tuas
pintu dan menutupnya dengan cepat.
∞∞∞∞∞
Tidak ada komentar:
Posting Komentar