Minggu, 14 Januari 2018

BEAUTIFUL MADNESS (21+) - BAB 8



BAB 8
           
            "Hai, Bro," sapa Damian di seberang sana.
            "Where are you now?" tanya Jack datar sambil mengusap-usap rambutnya yang basah sehabis mandi.
            "Em ... ini lagi ada kerjaan sedikit," jawab Damian sedikit gugup.
            "Really?" tanya Jack tidak percaya.
            "Yup. What's wrong?" tanya Damian.
            "Nggak ada apa-apa," jawab Jack datar.
            "Kenapa? Wanita yang semalam nggak memuaskan? 'Kan udah gue bilang buat gue aja, Jack. She is not –“
            "Gue ke tempat lo sekarang," potong Jack cepat. Ia tidak ingin membahas tentang Clara. Jack tidak butuh seseorang untuk mengingatkan dirinya betapa wanita itu bukanlah tipe wanitanya. Ia juga tidak butuh disadarkan tentang betapa bodoh hal yang ia lakukan sampai membuat wanita itu tak sadarkan diri. Ia tidak ingin, benar-benar tidak ingin membicarakan hal itu sekarang.
            "Tapi, gue lagi nggak di rumah," jawab Damian cepat.
            "Di mana? Gue ke sana sekarang," tanya Jack cepat. Ia sedang tidak ingin berbasa-basi, kalaupun pria itu sedang melampiaskan nafsunya pada para wanita simpanannya, Jack yakin Damian tidak akan membiarkan dirinya sendirian.
            "OK. OK. Gue lagi mau beli barang di mall dekat rumah gue. Kita ketemuan aja di restoran sushi yang biasa," jawab Damian cepat.
            "Great. Gue jalan sekarang," balas Jack cepat.
            Ia tahu temannya yang satu ini tidak akan membiarkannya merana ataupun sendirian. Persahabatan mereka sudah terjalin sejak mereka kecil, bahkan saat kejadian dengan Sasha menimpa dirinya, Damian adalah satu-satunya teman yang tidak pernah meninggalkan dirinya. Damianlah yang selalu mendukung dan mengatakan kalau kejadian itu bukanlah kesalahannya seorang dan seharusnya rasa salah itu ditanggung oleh teman-temannya yang lain juga.
            Jack melemparkan handuk kecil itu ke tempat tidur, lalu berjalan menuju lemari pakaian. Tanpa banyak memilih, ia mengambil polo shirt warna putih, celana panjang kasual berwarna cokelat berbahan katun yang terlihat sempurna saat ia kenakan, dan sepatu santai berwarna putih. Setelah mengenakan pakaian dan jam tangan yang selalu menghiasi pergelangan tangannya, ia langsung keluar kamar dan turun ke lantai dasar di mana mobil sudah menunggu kedatangannya.
            "Saya bawa sendiri," kata Jack pada supirnya yang langsung memberikan kunci mobil pada Jack.
            Ia pun melajukan mobil meninggalkan rumahnya yang megah dengan taman bunga yang tertata rapi.
∞∞∞∞∞
            "Lo. Gila. Asli, lo gila, Tam!" protes Clara geram saat mereka bertemu di salah satu toko pakaian yang ada di mall.
            "Why?" tanya Tamara dengan wajah polos yang dibuat-buat.
            "Dia udah punya bini. Lo mau jodohin gue sama dia? Lo mau bikin gue jadi simpanan dia? Lo gila, Tam!" protes Clara semakin histeris. Giginya gemeretak menahan amarah. Ingin sekali rasanya ia pulang ke apartemen dan meninggalkan temannya itu. Tapi, bukan Clara namanya kalau ia akhirnya mengalah dan mencoba untuk memendam rasa kesalnya sendiri.
            Di seberang sana, masih dalam satu toko, Pak Timothy terlihat sedang asik memilih baju di lorong pakaian pria. Clara melirik sesekali dan terpaksa melemparkan senyum ramah pada Pak Timothy yang ternyata selalu memerhatikannya dari jauh. Clara merasa risih, tapi – lagi dan lagi – ia mencoba menahan rasa risihnya tersebut hanya  karena pria itu sudah mengantarkannya ke tempat ini. Clara kembali melemparkan tatapan marah ke Tamara yang terlihat begitu santai memilih-milih baju.
            "Lo jangan negative thinking dulu, Ra. Gue sama sekali nggak ada rencana jodohin lo sama dia," sanggah Tamara santai sementara tangan dan matanya masih terus mengamati barisan pakaian yang tergantung di etelase.
            "Terus, apa maksud lo ninggalin gue sama dia berduaan di resto?" tanya Clara menuntut penjelasan.
            "Karena gue ketemu temen SMA gue. Tuh, orangnya," jawab Tamara masih dengan gaya santai sambil menunjuk ke arah seorang pria yang juga sibuk memilih pakaian.
            "Bullshit. Itu mah bisa-bisaan lo aja," tolak Clara.
            "Ya, sorry deh, Ra. Beneran, gue nggak ada maksud begitu," bujuk Tamara, mengelus punggung Clara seakan mencoba meredam kekesalan yang saat ini berdiam di dalam dadanya.
            Clara masih terus menggerutu dan merasa kesal. Ia melirik ke jam tangannya. Sekarang hampir jam tiga sore dan Clara sudah mulai bosan. "Masih lama?" tanya Clara tidak sabaran.
            "Sebentar lagi," jawab Tamara. Wanita itu pun mulai mengeluarkan ponsel dari dalam tas dan membalas sebuah pesan.
            Beberapa menit kemudian, Tamara menarik salah satu gaun berwarna ungu dan membawanya ke depan kasir. Clara menunggu Tamara di dekat salah satu manekin yang sangat cantik dan pandangannya pun tertuju pada Pak Timothy yang juga ikut mengantri di kasir. Clara masih tidak percaya kalau Tamara tidak mengatur pertemuan ini dan ia yakin sekali ada sesuatu di balik semuannya.
            "Sudah jam tiga, nih. Kita langsung ke atas, nunggu di sana aja, yuk," ajak Tamara dengan senyumnya yang cantik.
            Pria, yang kata Tamara merupakan teman SMA-nya, mengikuti ke mana mereka pergi. "Dia ikut nonton juga?" bisik Clara ingin tahu.
            Tamara menganggukkan kepala dengan cepat. "Dia yang bayarin. Tenang aja," jawab Tamara sedikit berbisik.
            "Terus ngapain Pak Timothy juga ikut?" tanya Clara mulai merasa risih dengan kehadiran Pak Timothy yang masih mengintilinya.
            "Dia bilang mau ikut nonton juga," jelas Tamara dengan santai.
            Clara mendengus kencang. "Masih mau bilang kalau ini bukan rencana lo?" tuduh Clara cepat.
            "Sudah ... nikmati aja," bujuk Tamara sambil menggandeng tangan Clara sementara kedua pria itu berjalan di belakang mereka seperti ekor.
            Mereka pun tiba di lantai paling atas dan langsung berjalan menuju area bioskop. Warna hitam, merah, dan cokelat yang berpadu dengan sempurna membuat tempat itu terasa begitu nyaman. Clara dan Tamara sedang duduk di kursi yang mengitari sebuah meja bundar, sedangkan Pak Timothy dan teman SMA Tamara sedang mengantri di tempat pembelian snack.
            Tak lama kemudian, kedua pria itu datang menghampiri mereka. Pak Timothy langsung duduk di samping kiri Clara. Ia bergerak sedikit ke arah Tamara yang ada di kanannya, berusaha menjaga jarak. "Ini untukmu," kata Pak Timothy lembut sambil menyodorkan segelas minuman dan satu bungkus popcorn ke hadapan Clara.
            "Terima kasih," sambut Clara dengan senyum terpaksa.
            Clara hanya terdiam dan mendengarkan Tamara yang sedang asik berbincang dengan temannya. Pak Timothy terlihat sedikit sibuk membalas pesan dan beberapa panggilan yang masuk. Clara pun mulai mencari kesibukan dengan ponselnya.
            Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul setengah empat sore dan mereka mulai beranjak menuju sebuah pintu yag mengarah ke sebuah ruangan dengan ratusan kursi berwarna merah.  "Pokoknya, gue nggak mau duduk dekat dia!" ucap Clara sedikit memberik penekannan pada Tamara.
            "Up to you," jawab Tamara dengan senyum menggoda.
            Baru saja mereka berjalan beberapa langkah, seorang pria menyenggol bahu Clara dengan sangat kencang. Pria itu sepertinya terlalu asik dengan wanitanya hingga tak melihat Clara yang sedang berjalan di sampingnya. "Auch!" keluh Clara.
            Bungkus popcorn-nya terlepas dari genggamannya dan terjatuh hingga seluruh isinya berserakan di lantai.
            Sial!
∞∞∞∞∞
            Jack memarkirkan mobilnya dan segera masuk ke mall. Ia pun langsung berjalan menuju restoran Sushi. Jack mengirimkan pesan ke Damien, memberitahu kalau ia sudah tiba dan sedang menuju ke restoran Sushi.
            Damian langsung membalas pesannya. 'Gue di bioskop. Ke sini aja.'
            Jack menggelengkan kepala, temannya yang satu ini memang paling senang memanjakan para wanitanya. Makanya tak ada satu pun wanita yang mampu menolak pesona dan kekayaan Damian.
            Pintu lift terbuka lebar dan ia pun segera masuk menuju lantai paling atas. "Di mana?" tanya Jack saat ia tiba di lantai atas dan berjalan menuju area bioskop.
            "Di meja tengah, depan studio tiga," jawab Damian di balik ponsel.
            Ia langsung memutuskan pembicaraan, lalu berjalan menuju area meja. Jack melemparkan pandangan ke barisan meja bundar yang terisi oleh beberapa orang. Matanya tertuju pada sosok pria yang begitu ia kenal. Damian sedang tertawa dengan dua wanita yang duduk mengapit pria itu.
            Jack bisa melihat tangan Damian yang menggenggam tangan seorang wanita berambut panjang. "Hei!" teriak Damian saat melihat kedatangan Jack.
            Ia pun langsung menghampiri meja itu dan kedua wanita yang mengapit Damian langsung melemparkan pandangan menyelidik. "Gue udah beliin tiket. Lo temenin gue nonton, ya," ajak Damian.
            "Mereka kurang?" tanya Jack sinis, tatapannya meneliti kedua wanita yang duduk memerhatikan dirinya.
            "Oh, come on. I know you'll like it," bujuk Damian sambil memainkan alis matanya.
            "Like it or like them?" tanya Jack lagi semakin sinis.
            "Stop talking. Filmnya udah mau mulai," sanggah Damian seraya beranjak dari kursinya.
            Kedua wanita itu pun mengikuti Damian. "She is yours," kata Damian sambil menyodorkan wanita itu pada Jack.
            Jack meneliti wanita itu dari ujung rambut sampai ujung kaki. "Really?" tanya Jack, bukan dengan nada antusias, tapi lebih ke nada mengejek.
            "Come on," ajak Damian sambil melingkarkan tangan ke pinggang wanitanya.
            Wanita yang Damian sodorkan padanya pun mulai mendekati tubuh Jack dan tanpa rasa ragu sedikit pun, wanita itu mulai menggandeng dan bergelayut manja di tangan Jack. Ia merasa sesuatu yang aneh dalam dirinya seakan memberontak dan ingin pergi dari tempat itu, tapi di sisi lain ia tidak ingin menyia-nyiakan wanita yang menyodorkan tubuh begitu saja padanya.
            Ini hari kedua di mana ia sama sekali belum melepaskan gairah dalam dirinya dan ia berharap setidaknya ia bisa merasakan tubuh wanita ini. Kesempatannya semalam terbuang begitu saja, padahal Jack sadar jika saat itu ia mampu menikmati tubuh Clara.
            Tapi, entah kenapa sesuatu dalam dirinya seperti menolak. Ia tahu kalau tubuh Clara mungkin pasti mengembalikan semangat dan gairahnya, karena hanya dengan merasakan bibir lembut itu mampu membuat Jack tenggelam. Akhirnya, ia pun memutuskan untuk membawa Clara kembali ke apartemen. Jack langsung menghubungi Triam dan menyuruh wanita paruh baya itu untuk mengurus Clara.
            Setelah ia meletakkan Clara di tempat tidur, Jack langsung keluar dari apartemen kecil itu dan membiarkan Triam untuk mengurus semuanya. Ya, ia tahu kalau ia sudah membuang kesempatan emas itu. Biarlah, batin Jack berkali-kali setiap mengingat kejadian itu.
            Jack berjalan di belakang, mengikuti langkah Damian. Temannya itu terlihat begitu senang, wanita di sampingnya pun terlihat begitu bergairah hingga membuat tubuh Damian tak seimbang.
            "Auch!" teriak wanita yang tak sengaja tersenggol oleh Damian.
            Mata Jack tertuju pada hamparan popcorn yang berserakan di lantai, lalu menoleh ke arah si wanita yang tersenggol. Rambut itu, suara itu, bahkan aroma lavender yang begitu khas membuat Jack terdiam.
            "Clara?" panggil Jack tak percaya.
            Wanita itu langsung menoleh ke arahnya dan mata hitam pekat itu pun menatapnya. Jack bisa melihat rona merah yang langsung mewarnai pipi Clara. Bibir itu terbuka lebar, terkejut melihat kehadiran Jack di tempat itu.
            "Mr. Golden?" ucap Clara tak percaya.
            Jack berusaha keras untuk menjaga wibawa dan mukanya di depan Clara. Ia berharap wanita itu tidak mengingat kejadian semalam. "Sorry, sorry, sorry. Saya akan ganti popcorn-nya," ucap Damian merasa bersalah.
            "Tidak perlu. Saya bisa membelinya lagi," jawab seorang pria yang berdiri di samping Clara, dengan sinis.
            Mata Jack meneliti pria itu dalam diam. Clara, yang terlihat gugup, ditarik dengan lembut oleh pria itu. Clara pergi dari hadapannya dengan wajah tertunduk malu. Ingin sekali ia menahan langkah wanita itu, bertanya siapa pria itu dan apa hubungannya dengan Clara. Tapi, bukan Jack namanya jika ia tidak bisa menjaga harga diri dan kesombongannya.
            Baginya, apapun yang wanita itu lakukan, dengan siapa wanita itu pergi, dan apa hubungan mereka, itu bukan urusannya. Jack membuang pandangannya dan kembali melangkah menuju sebuah ruangan, membiarkan Clara bersama pria asing tersebut di tempat pembelian snack.
            I don't care.

∞∞∞∞∞

Tidak ada komentar: