Jumat, 27 Januari 2017

A STOLEN HEART (21+) - BAB 2


BAB 2


Waktu terasa berjalan dengan sangat lama. Sasha terbangun dari tidur singkatnya. Awalnya ia hanya terbaring santai di atas tempat tidurnya sambil menonton acara televisi yang sangat membosankan dan tanpa sadar ia pun tertidur begitu saja. Ia melihat ke arah jam tangannya. Waktu menunjukkan pukul enam sore.
Dengan segera ia beranjak dari tempat tidur dan berjalan menuju kamar mandi. Ia menanggalkan satu per satu pakaiannya lalu melangkah masuk ke dalam ruang shower. Ia menyalakan shower itu dan air hangat pun membasahi kepala dan seluruh tubuhnya dengan cepat.
Ia berdiri terdiam sejenak di bawah hujanan air itu sambil berfikir sejenak tentang kehidupannya. Sekarang ia berusia tiga puluh lima tahun dan hidup bebas tanpa ikatan bahkan tanpa cinta seorang pria dalam hidupnya. Ia tidak pernah mencoba untuk membuka hatinya untuk pria. Tidak pernah.
Bagi Sasha, pria hanya bisa menjadi beban baginya. Seorang pria hanya bisa mengatur dan mengekang dirinya, membuatnya tidak bisa berkreasi dan terbang bebas layaknya seekor burung. Dan kalau pun ia pernah dekat dengan seorang pria, Sasha hanya memanfaatkan pria itu.
Seperti saat pernikahan Desi dan Maira. Ia rela mendekatkan dirinya dengan pria, menjerat pria tersebut agar pria itu mau mendampinginya di pernikahan kedua sahabatnya itu. Semua ia lakukan hanya untuk membuat sahabatnya tidak terlalu risau akan kehidupannya yang bisa dibilang 'anti pria'.
Dan setelah acara pernikahan itu selesai, dengan mudahnya dan dengan cara yang sangat cantik, Sasha mendempak pria itu dan kembali ke statusnya sebagai wanita lajang. Tapi sampai kapan ia seperti ini? apakah ia akan hidup sendiri selamanya? Tanpa orang yang mencintai dan menjaganya?
Sasha membantin sendiri dan perasaannya semakin sakit saat membayangkan dirinya tanpa seorang kekasih. Apakah aku harus mulai membuka hatiku lagi? Apakah aku bisa menghilangkan bayangan gelap itu? Apakah ... Sasha menggelengkan kepalanya mencoba menghilangkan kenangan kelam yang pernah hadir dalam hidupnya.
Dengan cepat Sasha menyabuni tubuhnya, membilasnya dan mengeringkan tubuhnya dengan handuk tebal. Ia melangkahkan kakinya keluar dari kamar mandi dan duduk sejenak di atas tempat tidur. Ia melepaskan handuk kecil yang membungkus rambut panjangnya yang basah.
Ia meletakkan handuk itu di atas lantai dan beranjak menuju lemari pakaian. Ia mengeluarkan sebuah celana hot pants dan kaos putih polos. Sasha melepaskan handuk besar yang melilit tubuhnya dan memperhatikan tubuhnya yang telanjang di depan cermin panjang yang berada di samping lemari pakaian itu.
Kilatan masa lalunya yang kelam menghantuinya kembali. Ya. masa lalunya bersama seorang pria yang pernah hadir dalam hidupnya saat ia masih remaja. Pria yang mengenalkan cinta padanya. Pria yang membuatnya mabuk kepayang. Pria yang membuatnya hancur berkeping-keping.
Ia memejamkan matanya, mengingat kembali ke masa-masa indah itu. Air matanya pun menetes saat mengingat betapa kejam dan jahatnya pria itu menyakiti dan menghancurkan dirinya. Sasha membuka matanya dan menatap wajahnya dengan tajam. "Jangan pernah percaya pada pria manapun. Jangan pernah membuka hatimu pada pria. Atau kau akan merasakan sakit itu lagi," ucap Sasha pada dirinya sendiri.
Dengan cepat ia menyeka air matanya dan mengenakan pakaiannya. Sasha pun mengeringkan rambutnya dengan hairdryer. Setelah rambutnya kering dan tersisir rapih, ia pun mengoleskan krim pelembab untuk mukanya dan lotion untuk tangan dan kakinya.
Tak lama kemudian, Sasha keluar dari kamarnya. Ia sempat menoleh ke arah pintu kamar Ted, sebelum ia beranjak ke arah lift, berharap agar ia tidak bertemu dengan pria itu lagi. Ia menekan tombol di dinding dan menunggu sampai pintu lift terbuka uuntuknya. Beberapa saat kemudian, pintu lift pun terbuka. Ia terkejut melihat Ted yang berada di dalam lift, sedang asik bermain dengan ponselnya.
"Kau lagi," ucap Sasha dengan nada malas sambil memutar mtanya.
"Selamat sore," sapa Ted dengan senyum merekah.
"Sore," jawab Sasha singkat.
"Kau tidak turun di sini?" tanya Sasha bingung karena Ted tidak sedikit pun beranjak dari dalam lift.
"Tidak. Aku ingin makan malam di pinggir pantai sambil menikmati musik yang ada di bar," jelas Ted pada Sasha.
Sasha melihat Ted dengan pandangan curiga. "Apa kau sengaja melakukan itu?" tanya Sasha langsung. Ia tidak bisa menahan rasa kesalnya karena Sasha merasa Ted benar-benar mengikutinya ke mana pun ia berada.
"Melakukan apa?" tanya Ted dengan wajah polos.
"Itu. Kau mengikutiku dan selalu ada di mana pun aku berada."
"Mungkin itu hanya perasaanmu saja. Aku memang ingin makan malam dan aku sudah ada janji temu dengan kerabatku di bar. Jadi aku rasa semua hanya kebetulan saja," jelas Ted.
Sasha tidak mempercayai hal itu begitu saja. Tidak mungkin dia selalu bertemu dengan Ted. Tapi kali ini Sasha mencoba untuk percaya dengan apa yang pria itu katakan. Lift membawa mereka turun ke lantai dasar. Pintu lift terbuka dan mereka pun keluar dari lift tersebut.
Sasha memperlambat jalannya dan membiarkan Ted berjalan jauh di depannya. Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Terpampang nama Desi di layar ponselnya. Dengan cepat ia menjawab panggilan itu.
"Halo aunty," ucap Calisto dari seberang sana. Calisto sekarang berusia empat tahun, dan sebentar lagi Desi dan Mike akan merayakan ulang tahun Calisto yang ke lima.
"Halo, sayang," jawab Sasha dengan nada riang.
"Aunty, kenapa tidak datang hari ini ke rumah calisto?" tanya anak itu dengan nada sedih.
"Calisto sayang, aunty lagi ada kerjaan di luar kota. Minggu depan aunty main ke rumah Calisto, ya."
"Baik, aunty," jawab Calisto. Terdengar suara Desi yang tertawa kecil saat menerima ponselnya dari Calisto.
"Sasha... Bagaimana kondisi di sana? Apakah semua berjalan lancar?" tanya Desi langsung.
"Di sini baik-baik saja. Semua vendor sudah gue kasih arahan. Besok gue tinggal nyusun semua sesuai planning gue," jelas Sasha sambil berjalan ke pintu keluar yang langsung menuju bar yang berada tepat di pinggir pantai.
"Apa lo sudah dapat mangsa baru di sana?" ledek Desi sambil tertawa kecil.
"Gue lagi nggak mikirin buat cari mangsa. Gue lagi mikirin buat acara nikahan saja."
"Setidaknya lo kan bisa cuci mata lah ya di sana," ucap Desi sambil tertawa.
"Lo tahu gue kan, Des. Gue kalau lagi kerja, nggak mungkin kepikiran buat yang begitu," jelas Sasha sambil terus berjalan menyisiri jalan setapak.
"Setidaknya lo harus mikirin masa depan lo, Des. Mau sampai kapan lo hidup sendiri?" tanya Desi dengan nada khawatir.
"Iya, Des. Gue tahu kok. Tenang saja, gue pasti punya pasangan," jawab Sasha santai, meskipun dalam hatinya ia bisa merasakan kekosongan dan sakit yang tiba-tiba melanda perasaannya saat ia memikirkan tentang 'memiliki pasangan'.
"Baiklah, Sha. Kabarin gue ya kalau ada apa-apa," ucap Desi.
"OK, Des. Salam buat Mike, Calisto dan Agatha, ya."
"OK, Sha. Have a nice day."
"Have a nice day, too," ucap Sasha sambil mengakhiri pembicaraan mereka.
Sasha melangkah masuk ke dalam bar. Lampu-lampu yang temaram membuat bar itu sangat indah. Suara pemain band yang membawakan lagu-lagu lawas membuat pengunjung betah di sana. Matanya tertuju pada salah satu meja kosong yang berada di pinggir pantai. Dengan cepat ia melangkah dan menghampiri meja tersebut. Ia menarik kursi dan duduk di kursi tersebut.
Seorang pelayan menghampirinya dan Sasha pun memesan seporsi steak tenderloin dan segelas orange juice. Pelayan itu mencatat pesanannya lalu meninggalkannya sendirian di meja itu.
Angin malam ini bertiup cukup kencang, membuat rambutnya berantakan. Ia mengeluarkan sebuah ikat rambut dari dalam sakunya. Ia mengikat rambutnya dan menariknya ke atas, membuat lehernya yang halus terlihat dengan jelas.
Tatapannya memperhatikan orang-orang di sekitarnya. Dan tanpa sengaja tatapan Sasha tertumpu pada sesosok pria. Ted sedang berdiri sambil memegang sebotol bir di tangan kanannya dan tangannya yang lain menyeka rambut pria itu.
Sasha memperhatikan Ted. Pria itu bertubuh tinggi dan tegap. Tubuhnya tampak atletis dan bugar. Tidak kurus namun berisi dan sempurna. Sasha baru menyadari kalau pria itu ternyata tampan dan berkharisma. Ted sedang berbicara dengan beberapa temannya dan suara tawa pria itu terdengar lembut di telinganya.
Seketika itu juga jantung Sasha berdebar dengan cepat. Sasha memperhatikan sosok Ted. Tak lama kemudian, seorang wanita berjalan menghampiri Ted dan memeluk pria itu dengan manja.
Ted pun memeluk wanita itu dengan mesra. Melihat adegan itu dengan cepat Sasha memalingkan pandangannya. Dasar playboy, sudah punya pasangan tapi masih beraninya bilang gue cantik. Cih!! Gerutu Sasha dalam hatinya.
Tak lama kemudian, makanan dan minuman pesanan Sasha pun datang. Perutnya yang kosong pun meronta meminta untuk diberi makan. Sasha berdoa sejenak sebelum makan, setelah itu ia pun memotong daging steak itu dan memasukkannya ke dalam mulutnya.
"Kamu sendirian lagi?" tanya Ted tiba-tiba, membuat Sasha hampir saja tersedak.
"Kau ini hantu atau apa? Datang tiba-tiba dan mengejutkanku begitu saja," ucap Sasha kesal sambil mengangkat gelas minumannya dan meneguk minuman itu, mendorong masuk makanannya yang hampir tersangkut di tenggorokannya.
"Ohhh... maafkan aku. Aku tidak bermaksud seperti itu," jelas Ted saat melihat wajah Sasha yang merona merah karena menahan kekesalan. Pria itu pun dengan cepat menarik kursi yang berada tepat di seberang Sasha dan duduk di sana.
"Boleh aku duduk di sini? Kamu tidak sedang menunggu seseorang, kan?" tanya Ted sambil meletakkan botol bir nya di atas meja.
"Apakah kau selalu melakukan hal itu?" tanya Sasha sambil memasukkan sesendok daging ke dalam mulutnya.
"Melakukan apa?" tanya Ted.
"Itu," ucap Sasha sambil menunjuk ke arah Ted dengan pisau kecil, "kau selalu melakukan 'sesuatu' tanpa bertanya terlebih dahulu. Seperti sekarang, kau sudah duduk di situ lalu kau baru bertanya apa kau boleh duduk di situ. Itu sangat aneh, kau tahu itu?" jelas Sasha sambil mengunyah makanannya.
"Hehehehehe... Maaf... Terkadang aku memang lebih suka melakukan sesuatu tanpa harus berkata atau meminta ijin terlebih dahulu. Bagiku itu hanya membuang-buang waktu," jelas Ted.
"Membuang waktu?" tanya Sasha bingung.
"Ya, membuang waktu. Terlalu banyak basa basi. Aku sudah tahu sebenarnya kamu sedang makan malam sendirian di sini, lalu buat apa aku harus bertanya sesuatu hal yang sudah ku ketahui jawabannya? Bukankah itu hanya membuang-buang waktu dan energiku saja?" jawab Ted sambil meneguk bir dari dalam botolnya.
"Itu namanya sopan santun. Kau tahu itu, kan?"
"Ya, aku tahu. Tapi hal itu tetap saja hal yang tidak penting bagiku."
"Hah... terserah," ucap Sasha sambil menghela nafas dan memasukkan kembali makanan ke dalam mulutnya.
Sasha mencoba untuk tidak mempedulikan Ted yang memperhatikannya. Ia melahap makanannya dengan cepat dan meneguk habis minumannya. Suara band mengalun lembut di telinganya, membuat perasaan Sasha menjadi sedikit lebih tenang.
"Bolehkah aku bertanya sesuatu?" tanya Ted tiba-tiba saat Sasha sedang asik menikmati band yang sedang menyanyi di atas panggung kecil itu.
"Apa?" tanya Sasha balik, tampak tak peduli.
"Bolehkah aku mengenalmu lebih jauh?" tanya Ted langsung. Sasha langsung mengalihkan pandangannya ke arah Ted dan seketika itu juga jantungnya berdebar dengan cepat. Ada apa ini? kenapa pria ini dengan mudah membuat jantungku berdebar dengan cepat? Ada apa denganku? Pikir Sasha.
"Sepertinya aku menyukaimu. Wajahmu itu entah kenapa selalu menarik perhatianku."
"Kau? Menyukaiku?" tanya Sasha sambil menatap geli pria yang berada tepat di depannya.
"Ya."
"Belum ada satu jam yang lalu aku melihatmu memeluk seorang wanita dan dengan mudahnya sekarang kau bilang 'sepertinya' kau menyukaiku. Maaf... aku bukan wanita yang seperti itu," jelas Sasha dengan tawa kecil dalam kata-katanya.
"Wanita yang seperti itu?" tanya Ted dengan heran.
"Ya, wanita yang dengan mudahnya jatuh kepelukan pria yang tampan dan kata-kata rayuan gombalnya. Tidak, aku bukan wanita yang seperti itu. Silahkan cari wanita lain," jelas Sasha dengan nada sedikit meledek.
"Aku tahu. Dan wanita yang tadi itu bukanlah kekasihku, dia adalah sahabat kecilku dan dua hari lagi ia akan menikah dengan pria pilihannya. Pria yang ia cintai. Jadi kurasa kamu salah menilaiku," jelas Ted sambil tersenyum dan beranjak dari kursinya.
"Bye the way, terima kasih karena kamu bilang aku tampan," ucap Ted sebelum pria itu meninggalkan Sasha sendirian.
Perasaan Sasha menjadi campur aduk. Perasaan bersalah dan malu. Masa lalunya yang kelam membuatnya menjadi seseorang yang selalu dingin terhadap setiap pria. Masa lalunya juga yang membuatnya menjadi membentengi dirinya akan setiap rayuan gombal dari setiap pria.
Entah apa yang sudah ia lakukan sekarang, yang pasti ia merasa malu atas dirinya sendiri dan merasa bersalah karena sudah menuduh Ted. Ingin rasanya ia mengejar dan menghampiri Ted, tapi ia tidak ingin melakukan hal itu.
Mungkin itu adalah Sasha yang dulu, tapi Sasha yang sekarang tidak akan memohon pria untuk mencintainya. Sasha yang sekarang adalah Sasha yang kuat dan tegar.
Ia pun beranjak dari kursinya dan berjalan meninggalkan bar itu.
∞∞∞∞∞∞∞∞

Tidak ada komentar: