Rabu, 01 Februari 2017

A STOLEN HEART (21+) - BAB 7


BAB 7


     Sasha berdiri di tengah-tengah hamparan puluhan kursi dan meja bundar yang ada di pinggir pantai di sisi lain hotel itu. Sebuah panggung kecil, di mana meja dan kursi singgasana untuk kedua pengantin sudah tersusun dengan rapih dan menawan.

     Ia sangat bersyukur pihak hotel dan vendornya bisa bekerja sama dengan baik. Terutama untuk pihak hotel yang selalu bersedia memberinya pertolongan dalam mengatur penataan lampu dan listrik, yang membuat suasana acara makan malam ini menjadi tampak sangat romantis dan syahdu.

     Lampu-lampu itu menghiasi tiap sudut, tiap jalan dan panggung kecil yang tertata begitu indah. Band musik yang akan mengisi dan mengiringi acara makan malam itu pun sedang sibuk mempersiapkan diri mereka. Kehadiran Ted yang membantunya, membuat pekerjaannya menjadi lebih ringan dan cepat selesai. Pria itu benar-benar membantunya.

     Ted membantunya dan tidak pernah sedikit pun membantah setiap arahannya. Bahkan pria itu memberikan beberapa masukan yang tidak sempat terpikirkan oleh Sasha. Ia sangat bersyukur dengan kehadiran Ted.

     Sasha memperhatikan setiap detail. Mulai dari tata letak kursi dan meja, lampu-lampu sampai detail terkecil sekali pun. Ia ingin membuat acara ini sempurna sesuai rencananya. Ted sedang berbicara dengan salah satu pemain musik.

     Pria itu tampak sangat tampan. Ted mengenakan kemeja berwarna biru dan jas berwarna hitam serta celana bahan yang berwarna senada, yang melekat sempurna di tubuh pria itu. Rambutnya tersisir rapih dan wajahnya tampak bersih.

     Ted melihat ke arah Sasha dan tanpa sengaja tatapan mereka berdua saling bertemu. Ted ter-seyum padanya, tapi Sasha tidak membalas senyuman itu. Ia berusaha untuk menjaga semua ini berada dalam batasannya. Ia tidak ingin kejadian di lift waktu itu terulang kembali.
     
     Ia mengalihkan perhatiannya ke buku catatannya. Lalu ia membalikkan badannya dan berjalan menuju meja prasmanan. Ia mengecek untuk yang terakhir kalinya. Semuanya sudah siap sedia. Beberapa tamu sudah mulai berdatangan dan waktu pun sudah siap untuk dimulai. Sasha berjalan menghampiri Ted yang masih asik bercengkrama dengan para pemusik.

     “Aku akan ke kamar pengantin untuk memanggil dan mengantar mereka ke sini. Bisakah kau menjaga agar para tamu mendapatkan kursinya dan meminta pembawa acara untuk bersiap-siap di tempatnya?” pinta Sasha pada Ted.

     “Baiklah, tuan putri.”

     “Bisakah kau berhenti memanggilku seperti itu?” ucap Sasha sambil membalikkan badannya dan beranjak dari sana. Ted hanya tertawa kecil dan Sasha berusaha untuk tidak memperdulikan hal itu.

     Sasha menekan tombol lift, menunggu sesaat, lalu masuk ke dalam lift saat pintunya terbuka. Ia menekan tombol ke lantai paling atas, lantai delapan belas. Sasha menunggu dalam diam. Suara musik yang menenangkan mengalun lembut di dalam lift.

     Lift membawanya naik dengan cepat dan tiba-tiba pintu itu pun terbuka. Sasha melangkahkan kakinya keluar dari dalam lift, berjalan cepat menuju kamar pengantin. Setibanya ia di depan pintu kamar yang sudah terbuka lebar, Sasha melihat sepasang pengantin dan beberapa orang yang sedang sibuk mempersiapkan riasan dan baju pengantin tersebut.

     “Apakah kalian sudah siap? Karena sebentar lagi acara akan dimulai,” tanya Sasha dengan cepat.

     “Sebentar lagi,” jawab salah satu penata rias.

     Sasha melihat jam tangannya dan wajahnya berubah menjadi kesal. Sepuluh menit lagi acara akan dimulai dan para perias ini masih belum selesai. “Apakah kalian bisa lebih cepat??”, tanya Sasha lagi, kali ini nada suaranya agak lebih tinggi.

    Tidak ada seorang pun yang menjawab pertanyaan Sasha. Rico yang sudah siap dan berdiri di samping pintu kamar, melirik ke arahnya. Pria itu tampak tampan dan terlihat gagah di dalam balutan jas yang sangat mahal. Rico tersenyum kecil melihat wajah Sasha yang tampak mulai kesal.

     “Apakah kalian bisa menyelesaikan itu sekarang atau aku tidak akan membayar kalian sepeser pun!” tanya Sasha kesal sambil menunjuk ke arah para perias pengantin itu.

     “Kami sudah siap,” jawab salah satu perias itu dengan nada sedikit teriak.

     Pengantin wanita itu pun berdiri dan berjalan ke arah Rico. Riasan wajah dan gaun malam itu tampak indah dan elegan. Tatanan rambut yang sempurna dan wajahnya yang cantik mampu membuat semua orang terpana. “Kamu sudah siap, honey?” tanya Rico pada istrinya.

     “Aku sangat siap, Rico.”

     Pria itu mengecup bibir wanita itu dengan lembut. Lalu Sasha pun mengiring mereka menuju pintu lift. Sasha menekan tombol lift, menunggu sesaat dan mereka pun masuk ke dalam lift itu ketika pintu lift terbuka lebar. Sasha menekan tombol menuju lantai dasar dan pintu lift itu pun tertutup rapat.

    Dengan cepat lift membawa mereka ke lantai dasar. Sasha bergegas keluar dari lift diikuti oleh sepasang pengantin yang sangat memukau. Para tamu sudah berdatangan dan duduk di tempat mereka masing-masing. Sepasang pengantin itu berdiri di bawah rangkaian bunga yang dibentuk seperti gerbang masuk yang sangat besar.

     Pembawa acara mulai membuka acara malam itu setelah mendapat aba-aba dari Sasha. Para tamu berdiri menyambut kedatangan pengantin dan sepasang kekasih itu melangkah di atas karpet merah. Mereka berjalan dengan anggun dan memukau setiap mata yang ada di sana.

     Iringan lagu ‘wonderful tonight’ dari Eric Clapton membuat suasana semakin romantis. Para tamu dipersilahkan duduk saat pengantin tiba dan duduk di singgasana mereka. Acara pun dimulai sesuai dengan susunan acara.

     Sasha berjalan mengitari tempat itu, sembari mencari Ted yang tak tampak sejak ia tiba di sana. Pandangan Sasha tetap memperhatikan jalannya acara, namun pikirannya bertanya-tanya tentang keberadaan Ted. Selama setengah jam ia mencari-cari di sekitar tempat itu, ia tetap tidak menemukan Ted.

     “Kamu mencariku?” tanya Ted tepat di belakang Sasha.

    Sasha begitu terkejut. Bahkan ia menyadari kalau ia sedikit berjingkat karena kaget. Sasha membalikkan tubuhnya dan menghadap langsung ke arah Ted.

     “Dari mana saja kau? Aku tidak percaya kau menghilang begitu saja,” ucap Sasha dengan nada seperti berbisik.

      “Aku ke toilet sebentar. Kamu merindukanku?” tanya Ted dengan tawa kecilnya.

     “In your dream,” jawab Sasha kesal.

     Ia membalikkan tubuhnya dan memperhatikan kembali acara yang sedang berlangsung. Saat ini kedua pengantin sedang berdansa di atas lantai dansa. Semua orang tersenyum bahagia dan Sasha yakin setiap orang yang hadir di sana bisa merasakan kebahagiaan dan cinta yang menyeruak dan mengisi hati setiap tamu.

     Rico berdansa dengan pengantinnya. Pria itu melingkarkan tangannya di pinggang wanita itu. Tatapannya begitu hangat dan penuh cinta. Wanita itu pun menatap Rico dengan tatapan penuh cinta. Tatapan yang sama saat ia menyaksikan kedua sahabatnya menikah dengan pria pilihan mereka.

     Tatapan yang bisa membuat semua orang percaya adanya cinta. Tatapan yang membuat setiap orang percaya bahwa mereka tampak benar-benar bersyukur karena mereka akhirnya menemukan belahan jiwa mereka. Sasha tak menyadari bahwa dirinya tersenyum lembut saat melihat kemesraan kedua pengantin itu.

     Di dalam dirinya, ada sedikit percikan yang membuatnya terenyuh akan kemesraan mereka. Ia ingin sekali merasakan apa yang mereka rasakan. Tapi seketika itu juga percikan itu hilang. Ia menyadari bahwa ia tidak akan menemukan dan tidak akan pernah merasakan cinta seperti yang pengantin itu rasakan.

     Air matanya pun menetes. Ia tidak bisa menahan air mata itu. Air mata kesedihan yang selalu mengalir setiap kali ia membayangkan betapa kotornya dia, betapa malang dirinya karena ia tidak akan pernah merasakan indahnya cinta.

     Tiba-tiba Ted menarik Sasha dan memutar tubuhnya ke arah pria itu. Tatapan Ted begitu tajam dan dalam. Dengan cepat pria itu menempelkan bibirnya ke bibir Sasha. Air mata itu semakin deras mengalir, namun tak ada sedikit pun suara tangisan keluar dari bibir Sasha.

    Ted melumat bibir itu dengan lembut, mencoba untuk memancing Sasha agar menyambut ciumannya itu. Namun yang terjadi tidak sesuai dengan yang pria itu harapkan. Sasha berdiri, diam dan tidak membalas ciuman Ted. Pria itu melepaskan ciumannya dan menatap Sasha dalam-dalam.

     Wajah Ted begitu terluka saat melihat pandangan kosong dan air mata yang terus mengalir di wajah Sasha. Bibir Sasha yang basah akibat ciuman Ted, tampak kaku dan dingin. Sasha begitu hancur dan terluka.

     Pria itu menarik Sasha menjauh dari tempat itu, dan Sasha bergerak seperti terseret begitu saja mengikuti langkah kaki Ted. Mereka pun tiba di salah satu tepi pantai yang cukup jauh dari acara itu. Alunan musik masih terdengar di kejauhan, namun tak ada seorang pun yang bisa melihat keberadaan mereka.

      Ted menarik dan mendudukkan Sasha di atas sebuah batang kayu besar. Angin pantai berhembus dengan lembut dan deburan ombak di malam hari terdengar begitu keras. Sasha tidak bergeming sedikit pun, hanya tampak air mata yang terus mengalir tanpa suara tangisan sedikit pun.

      Pria itu memperhatikan Sasha di bawah sinar bulan yang begitu terang. Menunggu Sasha berbicara dan menjelaskan semuanya. Pikiran Sasha melayang entah kemana. Ia hanya bisa merasakan kehampaan di dalam dirinya. Ia tahu bahwa ia telah memasukkan pria ini ke dalam permasalahan yang seharusnya ia sembunyikan dari siapa pun.

     Tapi Sasha sadar, bahwa suatu saat semua ini akan terungkap dan semua orang akan tahu tentang dirinya yang sebenarnya. Dirinya yang kotor dan rapuh.

     “Apa yang terjadi padamu?” tanya Ted dengan suara lembut, mencoba membuka pembicaraan. Pria itu berdiri tepat di hadapan Sasha. Menatap ke arahnya dengan raut wajah khawatir.

     Sasha tidak menjawab pertanyaan itu. Ia memutar otaknya, mencoba menjawab pertanyaan itu. Mencoba untuk memberi alasan yang masuk akal pada pria itu. Tapi ia tidak tahu harus menjawab apa.

     Pria itu berlutut di hadapannya, menggenggam kedua tangannya dan menatap Sasha dengan hangat. “Menangislah... Aku tidak akan menyalahkanmu... menangislah sekuat mungkin, anggap aku tidak ada di sini... menangislah,” ucap Ted dengan lembut. Membujuk dan mencoba untuk membuat Sasha tenang.

     Tanpa disadari, tangisan Sasha pun meledak. Entah kapan terakhir kalinya ia menangis sekuat ini. Entah kapan terakhir kali ia terbuka seperti ini di depan orang. Yang pasti saat ini luapan emosi dan derita yang selama ini ia pendam, terlepas begitu saja.

     Salah satu sisi dalam dirinya yang selama ini menahan dan mempertahankan derita itu serta yang selama ini menyalahkan dirinya atas segala sesuatu yang terjadi padanya, pergi menghilang begitu saja. Sasha merasa begitu lepas. Ia merasakan semua bebannya pergi terbawa hembusan angin dan masa lalunya pergi terbawa gulungan ombak.

     Cukup lama ia menangis, namun Ted dengan setia menunggu dan menemani Sasha. Tak ada sedikit pun kata-kata keluar dari bibir pria itu saat ia menangis. Yang pria itu lakukan hanya mengelus tangan Sasha dan mengecup punggung tangan Sasha dengan lembut, mencoba memberikan ketenangan padanya.

      Tangisan itu pun perlahan-lahan mulai mereda. Mata Sasha terasa sakit, begitu juga perasaannya. Ted menengadahkan wajah Sasha dan ia bisa melihat wajah Ted yang tersenyum lembut padanya. Sasha menatap wajah itu. Entah apa maksud dibalik semua sikap pria itu, tapi Sasha sangat berterima kasih pada Ted karena pria itu tetap berada di sisinya saat ini.

      “Kamu sudah melepaskan semuanya, tuan putri?” tanya Ted dengan suara yang begitu dalam dan lembut. Kata-kata itu tidak tampak seperti menuntut sebuah jawaban, melainkan mencoba untuk membuat Sasha tersenyum.

     Tanpa peringatan, Sasha memeluk pria itu dengan erat. Memeluknya seakan-akan ia tidak ingin melepaskan dan kehilangan pria itu. Ted membalas pelukan Sasha dan pelukan itu terasa begitu tulus. Sasha menarik nafasnya dalam-dalam dan menghelanya dengan perlahan.

     Ted mengelus punggung Sasha dan ketenangan mulai menyelimuti perasaan Sasha. Cukup lama ia memeluk pria itu dan akhirnya Sasha pun mulai melepaskan pelukannya. Ted menatap Sasha dengan lembut dan tetap diam, tidak memaksanya untuk bercerita atau menuntut penjelasan.

      “Maafkan aku,” ucap Sasha akhirnya setelah beberapa saat berdiam diri.

     “Tidak apa-apa. Aku senang melihatmu meluapkan semua tangisanmu,” jawab Ted dengan senyum lembut.

      Pria itu bangkit dan duduk tepat di sampingnya. Pandangan mereka berdua tertuju pada ombak laut yang berlomba menuju bibir pantai. Alunan musik dari acara itu masih terdengar dan tampaknya tempo musik itu berubah menjadi agak cepat. Tampaknya para tamu sedang menari dengan riang di lantai dansa itu.

      Sasha menarik nafasnya dalam-dalam lalu menghela nafasnya lagi dengan perlahan. “Maaf tadi aku menciummu tiba-tiba,” kata Ted dengan penuh penyesalan.

     “Aku menyukainya,” jawab Sasha sambil menoleh ke arah Ted. Ia melihat wajah Ted yang terkejut mendengar kata-katanya.

     “Apa?” tanya Ted mencoba memastikan pendengarannya.

     Ted tidak percaya dengan apa yang ia dengar saat ini. Tidak percaya sama sekali. Apa-apaan ini??? pikir Ted.

∞∞∞∞∞∞∞∞

Tidak ada komentar: