Kamis, 02 Februari 2017

A STOLEN HEART (21+) - BAB 8



BAB 8


     “Aku menyukainya. Aku suka saat kau menciumku,” jawab Sasha lagi, nadanya begitu santai dan wajahnya tersenyum dengan sangat lebar.

     Raut wajah Ted berubah seketika. Sasha tidak tahu apakah wajah itu menunjukkan rasa terkejut atau senang atau marah. Yang Sasha yakin hanya satu, ucapannya itu membuat Ted berpikir tentang sesuatu.

     “Kamu tahu? Sikapmu ini membuatku tidak tenang,” kata Ted sambil mengerutkan alisnya.

     “Beberapa saat yang lalu kamu meneteskan air mata tanpa suara tangis sedikit pun, dan dari artikel yang pernah kubaca, saat seseorang meneteskan air mata tapi tidak mengeluarkan tangis sedikit pun berarti ada masalah dan beban yang begitu berat hingga membuatmu tampak seperti mati rasa.

     Kemudian kamu menangis dengan begitu kencangnya, seakan-akan kamu melepaskan semua bebanmu. Setelah itu kamu terdiam dan tak lama kemudian dengan mudahnya kamu tersenyum lebar di hadapanku.

     Aku tidak tahu harus berkata apa. Tapi aku tahu kamu memiliki suatu beban yang begitu berat yang membuatmu menjadi sosok wanita seperti ini,” jelas Ted sambil menggenggam kedua tangan Sasha.

     Sasha terkejut saat mendengar kata-kata itu keluar dari bibir Ted. Ia menatap pria itu dan dengan perlahan ia melepaskan genggaman pria itu. “Aku... Aku baik-baik saja,” ucap Sasha agak terbata-bata, namun ia tetap memaksakan senyum di wajahnya.

     “Jangan tersenyum seperti itu!” kata Ted dengan nada agak tinggi seperti membentaknya. Kedua tangan pria itu berada di pundak Sasha. Tangan itu terasa sedikit mencengkram dan mengguncang tubuh Sasha.

     “Semakin kamu tersenyum, semakin aku yakin kalau ada yang salah dengan dirimu. Kamu tidak bisa menutupi hal itu,” lanjut Ted, wajahnya semakin khawatir.

     Sasha tidak berkata apa-apa. Dia hanya menatap lurus ke arah Ted. Memperhatikan setiap perubahan ekspresi pria itu. Mendengarkan setiap kata yang pria itu ucapkan. Wajah tersenyum Sasha pun seketika berubah menjadi datar. Sinar matanya tampak gelap dan mencekam.

     “Apakah kamu masih mau bicara denganku jika kamu mengetahui betapa kotornya aku? Betapa rusaknya diriku?” tanya Sasha dengan nada yang begitu dalam dan menegangkan. Raut wajahnya begitu datar dan tak terbaca.

     “Apakah kamu masih mau mengenalku jika kamu mengetahui siapa aku yang sebenarnya?” tanya Sasha lagi, kali ini kedua tangannya menyentuh kedua tangan Ted yang berada di pundaknya. Membawa kedua tangan itu menjauh dari tubuhnya.

     “Apa maksudmu?” tanya Ted, wajahnya tampak tidak mengerti dengan apa yang Sasha ucapkan.

     “Aku ini wanita kotor, Ted. Dan aku yakin kamu tidak akan menemuiku lagi setelah kamu menge-tahui siapa diriku sebenarnya,” ucap Sasha sambil memalingkan pandangannya dari Ted.

     Pria itu menarik tangan Sasha, membuatnya kembali menghadap ke arah Ted. Cengkraman Ted membuat tangan Sasha merasakan sakit di pergelangannya. Tenaga pria itu begitu besar dan kuat. “Jelaskan padaku!” pinta Ted dengan nada memerintah.

     Sasha menatap mata Ted dengan tajam, penuh amarah dan kebencian. Semua pria sama saja. Kasar, suka menuntut dan memperlakukan wanita seperti pelayan seksnya. Semua pria sama saja. Batin Sasha penuh kebencian.

     Sisi gelap dalam diri Sasha mulai bangkit dan seketika itu juga mendominasinya. Sosok Sasha yang riang dan menyenangkan hilang begitu saja. Yang ada sekarang adalah Sasha yang penuh kegelapan, misteri dan kejam.

     “Kamu... sama... seperti... Jack!” ucap Sasha dengan perlahan namun penuh amarah.

     “Jack? Siapa Jack? Apa maksudmu?” tanya Ted, wajahnya tampak semakin tidak mengerti dengan apa yang Sasha ucapkan.

     “Ya... Jack... kalian semua sama saja,” ucap Sasha sambil tersenyum sinis.

    “Ada apa denganmu, Sha? Apa yang membuatmu menjadi seperti ini?” tanya Ted dengan nada agak tinggi, pria itu tidak melepaskan tangan Sasha sama sekali.

     Tatapan Sasha begitu tajam dan sinis. Ted pun tidak gentar sedikit pun dengan tatapan itu, bahkan pria itu semakin keras dan berusaha kuat untuk membuat Sasha membuka aibnya pada Ted. Sasha berpikir mungkin ia harus berusaha lebih keras dari biasanya. Pria ini memang berbeda dengan pria yang pernah ia kenal.

     Setiap kali Sasha menunjukkan sisi gelapnya, menatap pria-pria itu dengan tajam dan tersenyum layaknya seorang psikopat, para pria itu pasti mundur dengan sendirinya. Meninggalkannya dan lari ketakutan. Setelah itu Sasha hanya bisa tertawa kencang dan tak lama kemudian ia akan mengurung dirinya di kamar, menangis sekencang-kencangnya.

     Tapi Ted tidak melakukan hal itu. Pria ini tetap di sampingku, terus berusaha membuat ku bercerita dan tidak tampak takut sedikit pun. Mungkin aku harus menggunakan cara lain untuk membuat pria ini pergi dari sisinya. Ucap sisi gelap Sasha dalam hatinya.

    “Apakah kamu siap mengetahui siapa aku sebenarnya?” tanya Sasha dengan suara sinis dan tatapan tajam.

     “Terserah! Selama hal itu bisa membuatmu kembali menjadi Sasha yang ku kenal, aku akan siap.”

     Sasha menatap pria itu sekali lagi, menatapnya dengan tajam dan tak tampak sedikit pun ketakutan di mata pria itu. Ya, dia harus melakukan hal ini untuk membuat Ted menjauh darinya.

     “Aku adalah seorang wanita yang kotor, yang sudah tidak suci dan tidak pantas untuk dimiliki oleh pria manapun. Seorang pria telah merebut semuanya dariku.”

     Ia berhenti sejenak, menarik nafas. Dadanya terasa sesak. “Ya. Jack. Pria itu bernama Jack. Pria bejat yang dengan mudahnya mengambil kesucianku hanya dengan tipu muslihatnya."

     "Apakah kamu masih ingin mendengar kelanjutannya?” tanya Sasha sambil meneliti dan membaca raut wajah Ted. Tapi pria sama sekali tidak berubah. Masih sama seperti sebelumnya.

     “Baiklah, aku akan lanjutkan,” ucap Sasha sambil terus menatap Ted.

     “Aku mencintainya. Aku bertemu dengannya saat aku masih berusia tujuh belas tahun. Saat itu aku masih sekolah di Australia. Pria itu begitu tampan dan mempesona. Tak seorang wanita pun yang dapat menolak ketampanannya.

     Dia tahu aku menyukainya dan rela memberikan segalanya. Ya. Dia tahu. Dan dia memperalatku. Hehehehe,” ucap Sasha sambil tertawa kecil. Tawa yang sinis dan dingin.

     “Dan kamu tahu? Begitu polosnya aku saat pria itu mengatakan betapa cantiknya diriku dan betapa ia mencintaiku. Ya, dia mengatakan hal itu. Dan aku sangat membenci diriku yang cantik sehingga membuat pria itu mempunyai pikiran jahat padaku.”

     Sasha menghentikan kata-katanya sejenak, mencoba mengatur setiap kata yang akan ia ucapkan. Berusaha membuat kata-kata yang membuat Ted menjauh darinya. Tangan pria itu terus menggenggam pergelangan tangan Sasha. Bahkan semakin erat.

     “Aku tahu Jack adalah seorang perayu ulung dan aku sudah mendengar rumor tentang dirinya. Dan kamu tahu? Aku tidak memperdulikan hal itu. Aku terlalu mencintainya dan percaya padanya. Kami menjalin hubungan selama hampir satu tahun, sampai tiba saatnya dimana dia mengajakku pergi ke pesta kelulusan. Aku begitu bahagia. Semua teman-temanku memujiku karena aku bisa membuat seorang player sejati takluk padaku.

     Saat itu kami sedang asik menghadiri acara pesta kelulusan, kemudian ia mengajakku keluar dari ruangan itu. Jantungku berdebar dengan sangat cepat, karena aku tahu aku akan bercinta dengannya. Ya. Aku tahu hal itu akan terjadi. Dan betapa bodohnya diriku, aku sangat senang. Aku begitu menantikan hal itu. Kami berjalan ke tempat di mana bus sekolah diparkir. Ada beberapa bus di sana.

     Aku melihat sebuah bus yang sudah dipersiapkan untuk kami. Jack membawaku mendekati bus itu dan membukakan pintunya untukku. Di dalam sana sudah tersedia sebuah karpet panjang berwarna biru tua dan beberapa lilin indah bersinar lembut di dalam bus itu.

     Aku begitu bahagia karena berpikiran betapa romantisnya saat itu. Hahahahaha, bodohnya diriku.” Sasha tertawa lepas. Menertawakan dirinya sendiri. Menertawakan kebodohan dan keluguannya. Tapi Ted tak bergeming sedikit pun. Pria itu tetap diam dan mendengarkan setiap ceritanya.

     “Kenapa kamu tidak tertawa? Itu adalah hal yang lucu, iya kan?” ucap Sasha lalu ia pun tertawa lagi hingga air matanya keluar. Ted tidak tertawa dan Sasha langsung menghentikan tawanya itu. Ia menarik nafas dalam-dalam dan menghelanya dengan cepat.

     “Oh iya, sampai mana tadi aku bercerita?” tanya Sasha mencoba untuk membuat pria itu berbicara.

     “Bus dan hal romantis lainnya,” jawab Ted cepat.

     “Kamu menyimak rupanya. Baiklah, akan kulanjutkan.”

     Sasha menarik nafasnya sekali lagi. “Setelah semua hal romantis yang sangat memabukkan itu, ia memberikanku sebuah minuman. Jack mengatakan itu adalah sebuah wine yang sangat mahal dan terkenal. Aku begitu penasaran dan meneguknya begitu saja. Dan yang aku tahu selanjutnya adalah aku terbangun keesokan paginya, telanjang dan sendirian.”

     Sasha menghentikan kata-katanya. Kilatan akan kejadian itu terpampang jelas di dalam pikirannya. Ia ingin menangis namun kehampaan dalam dirinya membuat ia bagaikan mayat hidup. Tidak bisa merasakan kesedihan atau pun sakit hati. Yang ia rasakan hanya kehampaan.

     Ted tidak mengatakan sepatah kata pun. Pria itu menunggu dengan sabar. Entah apa yang sedang Ted pikirkan saat ini, Sasha tidak peduli sama sekali. Yang ia inginkan hanya satu. Pria ini menjauh dan melupakan dirinya.

     “Aku langsung mengenakan pakaianku, keluar dari dalam bus itu. Saat aku berjalan menuju pintu keluar sekolah, aku mendengar suara beberapa anak pria sedang berbicara di balik tembok besar. Mereka tertawa keras sambil menyebut-nyebut namaku.

     Aku menghampiri mereka dan betapa terkejutnya aku saat melihat Jack bersama beberapa teman-nya sedang melihat video diriku yang sedang pingsan, telanjang dan tak berdaya. Pria itu mempermainkan tubuhku layaknya sebuah boneka.

     Dalam video itu terlihat jelas setiap jengkal tubuhku. Payudaraku, wajahku, bahkan bagian kewani-taanku pun terpampang jelas di sana. Aku begitu marah dan malu. Oktaviana_viviLalu salah satu temannya menyadari kehadiranku dan menghampiriku yang sedang mengintip di balik tembok itu. Laki-laki itu menarikku dan memojokkan diriku. Pria itu membanting tubuhku yang lemah hingga menghantam sebuah tembok yang sangat keras.

     Tubuhku begitu kesakitan dan mereka malah menertawakanku. Mereka semua berencana untuk memperkosaku. Aku benar-benar takut dan tidak tahu harus berbuat apa. Dan kamu tahu? Sisi gelap dalam diriku muncul begitu saja. Ya. Diriku yang jahat muncul begitu saja.

     Yang kuingat saat itu adalah aku melihat salah seorang dari mereka berlumuran darah dan tampak pucat. Tubuhnya kaku dan yang lainnya melihatku dengan tatapan penuh ketakutan padaku. Mereka semua berlari dengan sangat cepat dan menghilang begitu saja dari hadapanku.”

     Sasha tertawa lagi. Ia tertawa begitu kencang, meluapkan semua perasaannya. Air matanya mene-tes namun ia sama sekali tidak merasakan sedih sedikit pun. Yang ia rasakan hanya perasaan puas dan senang.

     “Ya... mereka lari begitu saja...hahahaha,” cerita Sasha diiringi tawanya yang kencang.

    “Mereka tampak sangat lucu. Lucu sekali. Tapi setelah kejadian itu, aku sama sekali tidak ingat,” jelas Sasha sambil mengangkat bahunya, “aku terbangun di dalam ruangan rumah sakit keesokan harinya dan tak ada seorang pun yang berani bercerita tentang apa yang terjadi padaku, bahkan kedua orang tuaku.

     Aku kembali ke rumah beberapa hari kemudian. Kedua orang tua ku sama sekali tidak pernah membahas ataupun menceritakan apa-apa padaku. Yang aku tahu semua masalahku sudah beres dan pengacara orang tuaku sudah mengurus semuanya. Tapi mereka tidak bisa menyembunyikan hal itu selamanya.

     Salah seorang temanku bertemu denganku di salah satu mall, dan ia menceritakan semuanya padaku. Video tentang diriku dan kematian salah satu pria itu telah diketahui oleh seluruh warga sekolah.

      Orang tua pria itu menuntutku dan dengan keahlian pengacara dari orang tuaku, aku terbebas dari segala tuduhan. Mereka mengatakan bahwa aku membela diriku karena para pria itu hendak memperkosaku. Aku mengatakan bahwa hal itu benar adanya, namun temanku tidak mau percaya padaku.

    Aku tidak tahu cerita apa lagi yang tersebar tentang diriku. Namun kematian pria itu dan video tentang diriku benar-benar merusak semuanya. Tak ada yang mau berteman denganku lagi dan jika pun ada pria yang mendekatiku, mereka hanya penasaran dengan tubuhku. Bahkan mereka dengan beraninya bertanya apakah tubuhku semulus yang ada di video.

     Lalu aku memutuskan untuk pindah ke Indonesia, mengubah diriku dan penampilanku. Aku menye-lesaikan kuliahku dan membangun usaha di Indonesia bersama sahabatku. Sahabat yang sama sekali tidak mengetahui masa laluku.”

     Sasha menghentikan ceritanya. Ia merasa hal itu sudah cukup untuk diketahui oleh Ted, dan ia berharap pria itu menjauh darinya. Sasha menatap Ted dengan tajam, raut wajahnya begitu sinis dan dingin. Namun Ted tak bergeming sedikit pun.

     “Hanya itu?” tanya Ted dengan ringan.

     Sebuah pukulan keras menghujam dadanya saat Ted mengatakan hal itu. Sasha terkejut bukan main. Pria ini tampak tidak takut bahkan tidak menjauh sedikit pun. Genggaman tangan Ted pun mulai melonggar. Sasha bisa merasakan dinginnya angin laut menyentuh bekas genggaman tangan Ted.

     Ada apa dengan pria ini? kenapa Ted tidak mundur sedikit pun? Kenapa pria ini tidak pergi dan menjauh dariku? KENAPA??
∞∞∞∞∞∞∞∞

Tidak ada komentar: